P A R T 14

1.5K 71 1
                                    

Ara amat terkejut saat Baskara menarik tangannya menuju taman belakang sekolah yang sepi. Rumornya di taman itu pernah ada yang bunuh diri sehingga tak satupun siswa berani pergi kesana. Ara bertanya-tanya dalam hati mengapa Baskara membawanya ke temoat seperti itu.

"Kenapa?" Tanya Ara dengan tampang polosnya yang membuat Baskara muak.

"Gak usah sok gak tahu."

"Maksud Aska?"

"Lo bikin Widya sama Barga putus kan?" Ara menutup mulutnya.

"Ara gak pernah ngelakuin itu!"

"Lo kalau udah nyerah perjuangin gue, gak usah ngerusak hubungan orang!"

"Ara gak ada maksud begitu." Cicitnya ketakutan.

"Lo tahu kenapa Widya dan Barga putus?" Ara menggeleng.

"Karena Barga lebih punya waktu sama lo daripada sama pacarnya sendiri!"

"Ara gak pernah deket sama Barga."

"Lo kan yang sering cerita tentang gue ke Barga."

"Itu cuma kalau Barga nanya."

"Gak usah keganjenan jadi cewek, sampe ngerebut cowok orang. Widya itu sampe nangis lo tahu gak?! Gue gak akan pernah tinggal diam kalo Widya gue disakitin." Ara memberanikan diri menatap Baskara.
"Widya nya Aska? Emang kalian ada apa?"

"Dia sahabat gue."

"Sahabat. Sebatas itu aja Aska bisa se-ikut campur itu sama urusan Widya. Aska itu terlalu ikut campur. Aska terlalu dengerin omongan Widya tanpa berusaha denger penjelasan dari Barga maupun Ara." Ara menuangkan air matanya, tak kuat menahan sakit.

"Ara selama ini gak pernah nangis karena Aska bentak, Ara masih kuat. Tapi setelah denger bahwa Aska mengklaim Widya milik Aska, kayaknya Ara udah gak punya kesempatan lagi."

"Maafin Ara yang selama ini terus-terusan gangguin Baskara. Tapi Aska harus tahu, Aska itu cahaya dalam hidup Ara. Aska itu satu-satunya alasan Ara masih hidup sampai sekarang. Walau perjuangin Aska gak gampang, Ara bakal tetap berusaha."

"Mulai sekarang lo gak usah usaha lagi, gue jijik."

"Iya, Ara tahu. Tapi kenapa Aska tarik-ulur perasaan Ara seolah-olah Aska suka sama Ara? Kenapa?"

"Gue cuma khilaf aja." Jujur jawaban itu sama sekali bukan jawaban yang ingin Ara dengar.

"Oke, Ara akan pergi dari hidup Aska." Jawab cewek itu pasrah.

"Bagus."

"Ara akan pulang ke rumah."

"Gak. Lo di rumah Kak Rachel aja."

"Gak ada alasan untuk tetap di sana. Lagi pula Ara bakal berusaha memperbaiki semuanya sendiri sama keluarga Ara. Ara pulang dulu. Aska jangan lupa bahagia ya."

"Tunggu." Ujar Baskara saat Ara membalikan badannya.

"Maaf. Sekarang lo boleh istirahat." Jawab Baskara tetap datar. Ara berbalik lagi dan memanggil angkot untuk ditumpanginya ke rumah Rachel. Kata-kata maaf Baskara itu percuma, akan terulang lagi juga pada akhirnya.

****

"Permisi, Kak Rachel." Ucap Ara sopan saat memasuki pekarangan rumah mewah itu.

"Eh, Ara, ayo makan dulu."

"Gak usah, kak. Maaf sebelumnya, Ara harus kembali ke rumah, orang tua Ara nyariin."

"Kamu yakin gak apa-apa?" Ara menggeleng ragu.

"Ya udah, setidaknya makan dulu, kakak udah masakin buat kamu."

"Iya, kak. Makasih, ya."

Ara pun menuju meja makan dan mengambil makanan secukupnya saja. Jujur sebenarnya ia tidak lapar, setidaknya sekarang. Otaknya masih memutar kejadian tadi, bagaimana bisa ia dituduh sebagai putusnya Widya Barga oleh Baskara? Apa Widya sendiri yang memberitahunya pada Baskara? Tapi kan Widya baik kepadanya?

"Dimakan yang banyak, biar kenyang. Isi tenaga deh buat ngejar cinta si anak ayam." Ara terkekeh.

"Ara udah nyerah, kak."

"Loh kok gitu?"

"Ara berjuang selama tiga tahun untuk Baskara, dan dia tetep merasa risih dengan kehadiran Ara. Aska nyuruh Ara buat pergi dari hidupnya tadi siang."

"Kenapa, ya, itu anak, suka banget nyakitin orang."

"Ara sadar kok, kak. Ara gak pantes buat Baskara yang bersinar seperti matahari, sedangkan Ara cuma singkatan dari Cemara, pohon yang gak dianggap di bumi. Bumi yang bahkan masih jauh sekali buat menggapai matahari."

"Ra, kakak yakin deh, sebenernya Baskara masih gengsi."

"Tapi, kak. Ara gak bisa buat terus-terusan buat Baskara risih dengan keberadaan Ara." Rachel mengelus tangan Ara.

"Semangat terus, ya, Ra."

"Iya, pasti, kak."

Setelah membereskan bajunya, Ara langsung pamit kepada Rachel, bertepatan dengan Baskara datang ke rumah Rachel. Ara dilewatinya begitu saja, Ara memejamkan mata dan menghembuskan nafas sebelum keluar dari rumah itu.

Sebenarnya, takdir yang memang jahat atau dirinya yang sedang dipermainkan?

****

Kalo lo jadi Ara gimana?

BASKARA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang