Kalian bisa baca part sebelum ini dulu, mana tau lupa jalan ceritanya karena udah kelamaan gak update ykan.
****
Matahari yang menelusupi pengelihatannya membuat Ara terbangun. Ara menghela nafas, mempersiapkan diri untuk hari yang baru. Hari-hari yang indah dengan atau tanpa kehadiran Baskara. Memang satu-satunya sumber energi Ara hanya Baskara. Baskara bagai matahari bagi hidupnya. Setelah siap, Ara turun ke bawah, tidak mau membangunkan Rena dan Amar hanya untuk sekedar sarapan bersama. Dia tahu orangtuanya akan menolaknya. Resiko paling buruk terkena lemparan barang. Jadi lebih baik Ara sendiri di bawah, hanya menyiapkan satu roti yang diolesi selai dan segelas susu.
Pintu kamar orangtuanya terbuka. Terlihat Amar dengan muka baru bangun tidur berjalan ke dapur tanpa menganggap Ara. Dia membuat teh dan masuk lagi ke kamar. Benar-benar tidak ada ucapan selamat pagi seperti yang orangtua lakukan biasanya. Ara mengehela nafas lagi, nafsu makannya tiba-tiba hilang. Selai roti yang terasa begitu nikmat langsung berubah hambar. Tanpa menghabiskan sarapannya, Ara kembali ke kamarnya, mengambil tas dan langsung pergi ke sekolah tanpa satu kata pun terucap.
****
"Aska, ini Ara beliin nasi goreng." Ucap cewek berambut kuncir kuda tersebut.
"Lo gak lihat gue udah makan."
"Kalo Aska gak mau, buat gue aja, Ra." Ucap Ardira yang masih menatap cewek itu.
"Em.. yaudah deh, buat kak Ardi aja."
"Makasih, Ra." Ardira menerima sekotak nasi goreng itu dengan sangat bahagia. Ia rasa, hanya perlu tancap gas sedikit untuk meluluhkan hati cewek itu.
"Baskara!" Teriak Widya yang baru masuk ke kantin.
"Nih, mama gue bikin kue kemaren, disuruh lo cobain." Ucap Widya sambil menyodorkan kotak makan berwarna pink. Mata Ara membulat sempurna saat Baskara menerima kotak makan tersebut dan melahapnya di depan mata mereka semua.
"Enak, bilangin makasih buat mama lo. Duduk di sini aja, Wid."
"Eh, gak apa-apa, ada cewek lo, gue gak enak."
"Dia?" tunjuk Baskara pada Ara yang masih bergeming, "Dia bukan cewek gue, dan lo kalo gak ada urusan mending cepet-cepet pergi." Pelan namun tegas, suruhan Baskara pada cewek itu jelas membuat hatinya sakit.
"Yaudah, makasih Ardi, udah mau makan."
"Sama-sama, Ra."
"Loh kok lo usir, sih?? Gak punya hati ya jadi orang?" Sewot Widya.
"Jelas, dia ganggu." Mata tegas cowok itu beralih pada Ardira, "Lo suka dia, kan? Kok gak ngejar tuh cewek?"
Nyatanya Ardira hanya terdiam. Dia tidak mau menanggapi Baskara, cowok itu pasti hanya memancing emosinya saja. Namun apa memang dia terdiam karena itu? Bukan karena memang dia hanya seorang pengecut?
BRAK.
Baskara berdiri menyebabkan suara yang nyaring karena kursi kayu tersebut terbentur dinding kantin.
"Kalo lo gak mau kejar dia, biar gue yang ngejar."
Widya menatap tubuh Baskara yang menjauh, sebenarnya sahabatnya itu kenapa? Kenapa Baskara menjadi sering menarik ulur perasaan perempuan?
****
Setelah menemukan cewek itu yang sedang berjalan dengan kepala tertunduk lemas, Baskara meraih tangannya dan menyeretnya.
"Ara, denger. Ardi suka sama lo, kalo lo gak suka dia, jangan buat dia berharap." Ara hanya mengangguk lemah sebelum matanya berani menatap Baskara secara terang-terangan.
"Kalo Aska sendiri, gimana? Apa Aska gak sadar, Aska ajak aku ngobrol kemaren, Aska juga buat aku berharap kalo Aska bisa suka sama Ara!" Air mata cewek itu mengalir untuk pertama kalinya di hadapan Baskara membuat Baskara memalingkan muka, tidak mau iba hanya karena air mata sialan itu.
"Aska sadar gak, perilaku Aska selama ini gak terduga kayak kemarin-kemarin. Aska emang gak baik sama Ara. Tapi Ara tahu, Aska ngikutin saran Ara buat minum susu daripada beer. Ara tahu kalo kemaren Aska nelfon Ara. Ara tahu!"
"Sekarang Aska bilang sama Ara, sebenernya apa tujuan Aska ngelakuin itu semua?"
"Gue? Ngelakuin itu? Gue udah merasa terlalu jahat sama lo, gue merasa bersalah! Sekarang lo puas?" Ara sedikit tertegun mendengar pengakuan Baskara.
"Asal lo tahu, ya. Lo tuh kegeeran jadi cewek! Lo pikir gue ngelakuin itu semua karena gue suka sama lo? Sadar, Ra! Dibanding cewek-cewek cantik di luar sana, lo tuh gak ada apa-apanya!" Ya, Ara salah sekali lagi. Dia salah terlalu berharap tinggi kepada Baskara.
"Iya, Ara tahu. Maafin Ara, ya? Ara ke kelas dulu." Ara tersenyum sambil menghapus jejak-jejak air mata di pipinya kemudian pergi.
Baskara mengacak rambutnya frustasi, kenapa lo gak marah sama gue, Ra?! Setelah banyak hal jahat dan kata-kata yang nyakitin hati lo, kenapa lo tetep sabar?! Lo bikin hati gue berantakan, lo bikin gue merasa makin bersalah!
Widya tertegun di balik tembok, kenapa Baskara bisa sejahat itu kepada cewek tak bersalah? Widya sudah merekamnya, sebagai bukti bahwa semua ucapan Baskara terhadap Ara salah. Bukti bahwa tidak ada wanita dengan hati secantik Ara. Widya harus bisa melepaskan Baskara dari cintanya. Dia tidak mau Baskara terus menerus mencintainya, walau cowok itu tidak pernah menuntut balasan apa-apa pada Widya atas semua yang pernah dilakukannya. Widya harus melakukan ini demi kebaikan semua orang.
****
helo!! akhirnya update lagi ya setelah sekian lama, maaf maaf maaf hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
BASKARA ✅
Teen FictionBaskara Ganeva, cowok ganteng idaman para wanita di SMA Belvado. Si cuek, dingin, ganteng, tinggi, putih, dengan muka yang hampir sama dengan tembok. Baskara membenci perempuan semacam Ara. Yang pecicilan dan salah satu yang berani mengejar cintanya...