P A R T 38

979 39 0
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi nyaring. Ara langsung keluar kelas dengan harapan ia akan menemui Widya di koridor. Ia juga tak lupa untuk berpamitan dengan sahabatnya juga mengabari Baskara bahwa gadis itu nanti akan pulang sendiri.

"Widya!" Ara melambai sementara gadis yang dipanggilnya hanya menaikan alis.

"Apa?"

"Makasih, ya. Walau lo benci sama gue, lo tetep kasih tau gue tentang Sabitha dan Lovi."

"Santai aja."

"Kemana dulu, yuk. Gue traktir."

"Ada tutor inggris hari ini."

"Oh, gitu, ya udah lain kali, ya."

"Iya."

"Wid, maafin Baskara, ya."

"Gue udah maafin dari lama."

"Lo gak mau deket sama dia lagi?"

"Emang dia mau?"

"Mau, kok. Pasti."

"Gak mungkin, Ra. Sekali dia dikecewain, gak gampang untuk dapetin kepercayaannya lagi."

"Gue usahain, Wid."

"Terserah lo." Widya pun berjalan pergi.

"Oh, ya, satu lagi, gue gak benci lo." Ucap Widya sebelum benar-benar pergi membuat Ara mematung di tempat.

"Ara, jangan pernah pulang sendiri." Bisik Baskara yang entah kapan berada di belakangnya.

"Ya ampun, kaget."

"Ayo, pulang."

"Tadi gue ngomong sama Widya."

"Ngomong apa?"

"Terima kasih, juga gue nyampein maaf lo."

"Sejak kapan gue minta maaf."

"Ka, kalau udah ngelakuin kesalahan itu harus minta maaf, lo gak mau kan punya hutang di akhirat."

"Serem bener, neng, bawa-bawa akhirat."

"Lo mau, ya, deket sama Widya lagi?"

"Iya, lo gak cemburu?"

"Gak, masa lo gak boleh temenan sama cewek gara-gara gue."

"Ya, gue sih fine aja."

"Gak boleh gitu lah, janji ya, deket sama Widya lagi?" Ara mengacungkan kelingkingnya.

"Janji." Balas Baskara sambil menautkan kelingkingnya pada Ara.

"Bener-bener, ya, temen gue bucin setengah mati." Ucap Ardira.

"Iri aja lo." Balas Zersa.

"WOI BUCIN!!" Teriak Carnelie dengan suara toanya tanpa peduli Zersa di sampingnya sedang memegangi telinga.

"Kalo mau teriak jangan di sampin gue napa?!"

"Sewot aja lo!"

Virdo yang baru saja lewat di depan mereka memperhatikan Carnelie dan Zersa. Ingin rasanya dia seperti itu walau harus hanya menjadi teman bagi gadis itu. Ia pun melirik Stefany yang menatap sendu Ardira. Virdo tak pernah akan lepas dari pesona Carnelie, sama halnya dengan Stefany yang tak akan lepas dari pesona Ardira, lalu kenapa semua harus begini?

"Nel, mau pulang bareng?" Tawar Virdo.

"Gak."

"Ya udah entar gue ke rumah lo, ya."

"Gak usah."

"Nel, kenapa sih lo?" Stef mulai sewot sendiri.

"Lah, urusannya sama lo apa?" Balas Carnelie sewot.

"Kasian Virdo kali, Nel."

"Siapa yang bikin gue kayak gini?"

"Gue salah apa sama lo?" Ucap Virdo.

"Lo berdua tuh sama bajingannya! Pergi lah jauh-jauh!"

"Nel, ayo pulang sama gue aja." Tawar Zersa yang tak mau suasana semakin ricuh dan mereka berdua langsung pergi dari sana.

"What the fuck is going on?" Tanya Ardira tak mengerti.

Di mobil Zersa, Carnelie tak berhenti menitikan air matanya, padahal gadis itu tak pernah begini sebelumnya. Apa lagi tentang masalah seorang cowok.

"Ada apa sih?" Tanya Zersa yang tak dihiraukan gadis itu.

"Sumpah.. Gue.. Cengeng banget."

"Baru sekali lo nangis, dua kali deh sama pas bayi."

"Stef tuh kenapa sih."

"Kenapa gimana?"

"Gue cemburu liat dia deket sama Virdo, gak sadar diri apa?"

"Ya, lo gak bilang."

"Tau diri lah!"

"Bilang aja, siapa tahu lo cuma salah paham."

"Udah lah, males gue punya cowok."

"Lo sayang banget ya, sama Virdo? Sampe kayak gini?"

"Iya lah, menurut lo?!"

"Ya udah lo jujur aja ke Stef tentang perasaan lo."

"Dih lo kata gue lesbi?"

"Oon juga, yah, nih cewek?"

"Emang!"

"Galaknya makin jadi kalo lagi patah hati."

"Ah! Gue kesel!"

"Sama gue aja." Ucap Zersa santai sementara Carnelie menganggapnya serius dan terdiam.

"Bercanda." Carnelie memandang Zersa, entah kenapa ia merasa tenang, bahkan Zersa tak berbuat apa-apa.

****

"Ara!!! Gue kesel maksimal!"

Ara menjauhkan ponselnya dari telinganya, bisa-bisa ia budek habis mendengar jeritan sahabatnya itu.

"Kenapa sih? Virdo?"

"Iya!"

"Jangan gitu, besok mau jalan juga kan sama Stef?"

"Gak usah lah, males banget."

"Dih, batal janji gitu aja, gue santet, ya, lo?"

"Ngeliat muka mereka berdua tuh rasanya pengen nabok."

"Belom tentu Virdo selingkuh, Nel.."

"Bisa aja kan tapi?!!"

"Gak usah teriak, monyet."

"Ya udah, besok jadi kan?"

"Gue sih jadi."

"Ya udah, see u besok."

"Iya, bye, Nel."

"Bye."

Ara tidak bisa diam selamanya seperti ini. Ia tidak mau persahabatannya hancur hanya karena masalah seorang cowok. Ia juga tidak enak terus-terusan menjadi pendengar untuk Carnelie dan tidak mendengar penjelasan apa pun dari Stefany. Ia tidak mau gegabah, ia harus tahu kebenarannya dulu baru menghujat. Ia tidak mau, menjadi teman bermuka dua.

****

Jangan lupa vote n comment ya!

Menghargai karya author itu gak ada salahnya kok :))

BASKARA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang