Mata cewek itu mengerjap-ngerjap. Menelusuri pandangannya dan menemukan cowok itu sedang tertidur di sofa, seperti biasanya. Widya mencabut selang infus pada tangannya. Dia sangat bosan berada di tempat seperti ini. Rasanya di sini seperti neraka baginya. Waktu sudah mulai menunjukan angka lima. Artinya satu setengah jam lagi gerbang sekolah akan ditutup. Apa lelaki disampingnya ini tidak sekolah lagi karena dirinya? Apakah dia merepotkan orang lain lagi?
"Ka.. Ka.. Aska.. bangun." Mata cowok itu terjaga. Kantong mata dibawah matanya itu terlihat sangat jelas.
"Lo udah sadar?"
"Kelihatannya gimana?"
"Kenapa lo cabut infus lo? Lo mau mati?" Iya itulah Baskara. Seseorang yang mengkhawatirkankan orang dengan kata-kata ketus dan kejamnya.
"Gue mau sekolah."
"Gak ada."
"Aska, gue mau sekolah."
"Gak boleh."
"Tapi mau."
"Tapi gak boleh."
"Aska, ih. Widya mau sekolah!"
"Lo bandel banget sih jadi orang? Gak bisa yah dikasih tau? Gue bilang gak yang gak."
"Fine. Tapi besok gue mau sekolah."
"Kalau keadaan lo udah membaik."
"Terus lo gak sekolah?"
"Gak."
"Bego."
"Makanya gue sekolah."
"Masih aja bego."
"Karena belom pinter." Widya lebih baik menutup mulutnya daripada berdebat dengan mahluk seperti Baskara.
"Tumben diem."
"Diem lo."
"Marah?"
"Gak."
"Ya udah." Lalu hanya keheningan yang mengisi ruangan itu. Baskara memainkan ponselnya sementara Widya menonton televisi.
"Pacar lo gak dateng?"
"Barga? Dia gak bisa dateng kemaren, tapi katanya hari ini mau jenguk."
Baskara hanya menggumamkan 'oh' saja, sementara Widya membuka suara lagi.
"Kalo cewek lo? Gak nyariin?"
"Cewek? Gue gak punya cewek."
"Terus yang sering ngasih lo makanan? Yang sering beliin lo cokelat? Yang sering masuk kelas lo?"
"Siapa sih? Banyak yang ngasih gue cokelat."
Widya menghela nafasnya, "Cemara Munarams."
"Dia? Mati kali." Baskara menjawabnya acuh.
"Entar juga suka."
"Gak mungkin."
"Bisa aja."
"Dia murahan, ngejar-ngejar cowok. Awas aja tuh si Barga diembat dia juga."
"Gak mungkin, Barga kan cintanya sama gue."
"Siapa tahu."
"Gak mungkin."
"Bisa aja."
Satu notifikasi chat di ponsel Widya berbunyi. Rima, temannya mengirim sebuah foto. Foto yang membuat mata Widya memanas.
"Ka.. kayaknya bener apa yang lo bilang." Baskara melihat gambar yang ditunjukan Widya sambil menahan emosi yang bersarang di kepalanya.
"Murahan!" Teriak Baskara dan langsung keluar ruangan, sementara Widya di dalam hanya mendendam bencinya.
****
"Barga! Widya ke mana sih?"
"Dia di rumah sakit."
"Oh gitu. Lo tau gak Baskara ada di mana?"
"Kalo gak salah nemenin Widya."
"Widya sama Baskara sedeket itu ya?"
"Mereka udah sahabat dari pas masih di perut." Ucap Barga sambil sedikit terkekeh atas jawabannya.
"Lo pernah gak sih merasa cemburu gitu kalau Widya deket-deket sama Baskara?"
"Gak, gimanapun kita harus maklumin."
Setitik air mata jatuh dari mata Ara. "Cinta itu sakit ya? Kita harus tahan ngeliat orang yang kita cintai sama orang lain."
"Widya punya gue dan Baskara punya lo, cinta gak sesakit itu." Barga menghapus air mata Ara, entah kenapa rasanya begitu menenangkan.
"Aduh gue jadi baper." Ara tertawa begitupun Barga.
"Jangan baper, gue gak bisa tanggung jawab. Kan soalnya ada Widya."
"Iya sih. Tapi udah baper nih. Gak jadi deh, gue juga udah ada Baskara. Yaudah gue duluan deh."
"Yaudah." Ara berbalik ke kelasnya dan dia menangkap sosok rupawan yang dinantikannya sedang berjalan kearahnya, matanya yang nenyorot kemarahan membuat Ara semakin bingung.
"Ikut gue!" Tiba-tiba tangannya ditarik kencang oleh Baskara ke taman belakang sekolah.
"Aduh sakit.."
"Lo kecentilan banget sih jadi cewek? Buat apa lo deketin Barga?!" Ucap Baskara galak.
"Kenapa? Ara cuma bicara sama dia, Aska cemburu?"
"Mimpi lo! Gue gak mau Widya sakit hati gara-gara sifat murahan lo itu!"
"Ya udah, Ara gak akan deket-deket Barga lagi." Ara menunduk lemas. Tahu kalau ekspetasinya hanya menguap ke udara.
"Bagus." Baskara berjalan menjauhi Ara.
"Aska mau ke mana?! Gak sekolah?"
"Bukan urusan lo!"
"Ara sayang Aska!" Baskara mengacungkan salah satu jarinya ke udara yang membuat hati cewek itu semakin sakit.
"Andai Aska tahu, Ara ngomong sama Barga karena nanyain Aska. Andai Aska tahu, Ara di sini selalu berharap. Andai Aska tahu, Ara juga punya kesabaran." Ucapnya pada dirinya sendiri saat satu tetes air mata meluncur dari kelopak matanya.
Langsung saja Ara menghapus air matanya kasar, "Gak! Ara gak boleh nyerah! Ara cuma lelah, bukan menyerah!" Semangatnya pada diri sendiri, sementara orang di seberang sana hanya tertawa.
Air mata lo gak pantes buat dia, Ara.
****
Ini update tengah malem loh..
Komen dulu lah..
Pencet bintangnya sekalian tuhDouble update jangan?
Kalo mau double update komen dulu ya, apa yang dinantiin dari momen Baskara-Ara?
Momen yang dinatiin dari Baskara-Widya?
Komen duluuu!!! Wajib HEHE
KAMU SEDANG MEMBACA
BASKARA ✅
أدب المراهقينBaskara Ganeva, cowok ganteng idaman para wanita di SMA Belvado. Si cuek, dingin, ganteng, tinggi, putih, dengan muka yang hampir sama dengan tembok. Baskara membenci perempuan semacam Ara. Yang pecicilan dan salah satu yang berani mengejar cintanya...