Ara terbangun dari tidurnya, rasanya tidurnya sangat nyenyak tadi malam. Ia menatap wajahnya di cermin. Dia cantik. Ia lalu melihat ponselnya yang terletak di nakas, masih beberapa jam lagi sebelum pesta prom nya akan dimulai. Ara mengambil handuknya lalu menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ia tidak sabar untuk memakai gaunnya. Bukan karena gaun itu dibelikan Baskara, tetapi karena dengan balutan gaun itu, ia merasa seperti ratu. Tidak akan ada yang berani mengejeknya lagi seperti dulu. Tidak dapat mendapatkan Baskara katanya, sekarang bahkan ia melepaskan Baskara. Hebat bukan?
Setelah mandi, Ara mengecek ponselnya sebentar. Grup kelasnya sudah sangat ricuh karena mereka tidak sabar untuk menghadiri acara prom night nanti. Ia menghela nafas, andai Stefani masih bersekolah dengannya, pasti suasana terasa lengkap. Lagipula kenapa gadis itu seperti melarikan diri dari Carnelie?
Tring.
Tring.
"Halo, Nel?"
"Ara!! Gue gak sabar buat nanti!"
"Iya, sama kok."
"Lo pasti dateng kan nanti? Awas aja ga dateng cuma karena mantan pacar ga guna itu."
"Ya, dateng lah. Gue mau unjuk bakat nih." Ara terkekeh karena sebelumnya ia tak pernah berani menunjukan pada orang-orang bahwa dirinya suka menyanyi. Karena suka menyanyi bukan berarti pandai menyanyi, pikirnya.
"Oke, dandan yang cakep biar mantan lo pangling."
"Sut.. Jangan ngomongin dia terus ah, udah ada pawangnya loh."
"Aih, Widya ga cocok sama Baskara, gamau tau. Tapi gue juga ga rela lo nangis terus karena tuh cowok."
"Mulai sekarang gue gamau nangisin cowok."
"Bullshit of the day.."
"Cih.. Udah ya, bye-bye!"
Ara menutup telfonnya, ia lalu menuju dapurnya, untung saja ada roti di sana. Ia akan membuat roti bakar seadanya. Walau sederhana tetapi dia menyukainya. Hening, tidak bising seperti biasanya. Suasana tak biasa yang ia dapatkan.
Ara tersenyum sambil menyantap roti yang baru ia bakar dengan api tadi. Orangtuanya tidak meninggalkan uang, tetapi ia masih bisa hidup, bagaimana bisa?
Tok.
Tok.
Tok.
Ara dikejutkan dengan suara ketukan pintu. Siapa yang datang ke rumahnya siang bolong seperti ini?
"Lo ngapain di sini?"
"Mau jemput lo."
"Hah, gila lo? Baru jam dua siang, acaranya aja jam lima sore."
"Ya udah, gue tungguin lo siap-siap."
"Gak, gak, gak. Pulang sana."
"Gue tunggu di luar."
"Sinting ya lo?"
"Gue tunggu."
Ara membanting pintu rumahnya, tak perduli dengan sopan santun. Santai sekali cowok itu bertenger di depan rumahnya. Kenapa harus dia?
"Gausa buru-buru, Ra!" Teriak cowok gila itu dari depan rumahnya.
Ara mengidik seram, bisa-bisanya Baskara datang. Mau apa lagi dia?
Ara langsung menuju kamarnya, memoles make up hingga jam setengah empat sore, memasang gaunnya, sepatunya, aksesoris yang diberikan Kak Rachel kemarin dan yang lainnya. Lalu Ara turun ke bawah, ia tak menyangka Baskara masih setia menunggunya di depan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BASKARA ✅
Novela JuvenilBaskara Ganeva, cowok ganteng idaman para wanita di SMA Belvado. Si cuek, dingin, ganteng, tinggi, putih, dengan muka yang hampir sama dengan tembok. Baskara membenci perempuan semacam Ara. Yang pecicilan dan salah satu yang berani mengejar cintanya...