9• ADA DUKA DIBALIK BANCI

2.5K 510 68
                                    

Tepat pukul setengah dua malam saat itu. Nia gagal memejamkan mata hanya karena terus kepikiran dengan cerita tentang keluarga Jeffian. Cowok itu belum menuntaskan kisahnya saat mereka keburu adu mulut untuk yang kesekian kalinya.

Jadi, laki-laki yang ada difoto tersebut adalah kakak dari Jeffian yang bernama Sadam. Hanya itu yang didapat secara garis besar.

Dibuangnya nafas kasar, lalu dengan tanpa pertimbangan diraihnya ponsel yang tergeletak diatas nakas sebelah kasur. Nia teringat beberapa hari lalu Jeffian sempat meninggalkan nomor teleponnya dengan alasan miliknya tertinggal entah dimana. Tidak rugi juga kalau dipikir-pikir.

Sepasang mata yang terbuka tak sampai satu senti itu tiba-tiba saja membulat sempurna ketika mendengar suara berat Jeffian yang menyapanya sebagai salam pembuka.

"Jeff, belum tidur?"

"belum. First time banget nih ya, kenapa nelpon?"

"gak apa-apa sih. Um-lo lagi ngapain?"

Terdengar tawa dari seberang sambungan sebagai respon yang diberikan atas pertanyaan konyol barusan. Nia langsung menggigit bibir sambil menepuk-nepuknya beberapa kali. Menyesali mengapa harus kalimat seperti itu yang terlontar dari mulutnya.

"agresif banget sih nanya duluan. Kangen lo sama gue?" goda cowok itu disela tawa puasnya.

"ih! Gak jadi deh, gue tutup." sebalnya kemudian memutus sambungan begitu saja. "Nia sadar Niaaa. Oke, besok harus seharian di kelas nih biar gak ketemu sama bencong mengerikan itu lagi. Tadi itu yang terakhir, udah gak usah kepo-kepo lagi lo sama dia. Kelar, gue harus fokus-"

Ucapan Nia yang sedang memberi sugesti kepada diri sendiri mendadak putus ketika ponsel yang masih dalam genggamannya menyuarakan ringtone panggilan masuk. Ia terdiam ketika melihat sederet nomor tak tersimpan yang sudah dapat ditebak pasti dari orang yang sama. Meski ragu, namun pada akhirnya Nia tidak bisa menahan diri untuk mengacuhkan dan memilih kembali menempelkan benda tipis itu ditelinganya.

"sensitif lo kayak tespek." sambut Jeffian langsung.

Kalau saja bisa dilihat dengan mata telanjang, dikepala Nia sudah keluar tanduk sekarang. Ditambah asap yang keluar dari hidungnya-seolah siap untuk menerkam apapun yang ada didepannya saat itu juga. Nia merubah posisi menjadi duduk sambil memangku bantal.

"lo bisa gak sih sebentar aja gak nyebelin?" desis cewek itu yang tanpa sadar mulai meninju bantal dengan penuh dendam.

"lo yang nyebelin, tiba-tiba mutus sambungan." Jeffian tak mau kalah. "kenapa sih?"

"apanya kenapa?"

"nelpon gue." kali ini Jeffian langsung menuntut jawaban.

"gak apa-apa."

Terdengar helaan nafas panjang setelahnya. "apa semua cewek kayak gitu ya? Selalu bersembunyi dibalik kata gak apa-apa. Mending udang kemana-mana, ngumpetnya dibalik batu. Gak kayak cewek, sok misterius."

"heh, elo tuh emang juara banget ya jadi bencong. Mulut lo ngalahin petasan tahun baru tau gak?"

"lo juga."

"nyebelin."

"apalagi elo."

"iiiihhhhhhh!!!"

Jauh tanpa diketahui oleh siapapun, Jeffian sudah menahan senyum geli sejak tadi. Walaupun sebenarnya harus mengelus dada juga karena entah dimana dan kapan pun itu, ia sudah pasti harus bertempur dengan Anunia.

"udah, gak usah dijawab. Gue tau alasan lo nelpon gue. Pasti soal Sadam kan?" tembaknya langsung.

Nia terdiam. Antara ingin lanjut tapi ragu.

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang