46• ARISTIDE SADAM EKA DANABRATA

1.8K 336 101
                                    

Dihantui rasa bersalah sejak beberapa bulan belakangan sama sekali membuat kehidupan Sadam tidak tenang. Hampir setiap malam ia gagal memejamkan mata hanya karena memikirkan bagaimana kondisi keluarga di Jakarta. Terutama Nia yang sekarang tengah mengandung anak dari dirinya, dan Jeffian bersikeras menentang agar ia tidak kembali dalam alasan apapun juga.

Rasa gelisah itulah yang akhirnya mengantarkan Sadam untuk nekat ke Jakarta. Ia sudah berusaha menghubungi Jeffian, namun panggilannya tidak pernah diangkat bahkan cenderung selalu ditolak. Ketika dicoba sekali ke nomor Nia, hasilnya pun sama.

Meski sadar keberadaannya tidak lagi diterima, Sadam tetap berangkat ke Jakarta. Ia berkunjung ke rumah saat Jeffian tengah berdinas dan hanya ada ibu disana. Duduk seperti tamu, karena memang rasanya secanggung itu. Bahkan ibu pun tidak lagi menunggu-nunggu kedatangannya seperti waktu itu.

"udah makan, Dam?"

Sadam melihat ibunya sejak tadi bolak-balik menggunakan alat bantu jalan, bahkan membawakannya air botol dari kulkas karena hanya itu yang bisa dilakukan.

"ibu udah bisa jalan lagi,"

"ya beginilah," sambung ibu sambil tersenyum tipis, "Jeffian yang rutin nganter ibu terapi."

Dua orang itu merasakan bahwa atmosfir kali ini berbeda, ditambah Sadam yang lebih banyak menunduk dan sesekali memainkan jemari. Kelihatan sekali kalau ia sedang dilanda kecemasan. Sementara ibu yang baru saja duduk diseberangnya juga masih bersikap santai, diam-diam mengamati.

"Jeffian udah menikah."

Sadam mengangkat pandangan, menelan saliva susah payah lalu mengangguk kaku. "oh..menikah?" tanyanya, yang langsung diangguki oleh ibu. "sama Nia?"

"iya. Adikmu itu sempat salah jalan, yang mengharuskan pernikahan ini terjadi dalam waktu cepat." ibu nampak tersenyum miris, "ibu juga gak tau. Mungkin dulu ibu pernah buat dosa besar secara gak sadar sampe sekarang anak ibu dua-duanya..yah, intinya ibu gagal didik kalian."

Ibu memaksakan diri untuk membalas tatapan Sadam sambil tersenyum, sayangnya justru air mata yang mengalir dari pelupuk tuanya. Sadam tak bertanya, tidak juga keheranan mendengar informasi tersebut karena dirinya adalah akar dari semua permasalahan.

"pacarnya Jeffian, hamil.."

Jantung Sadam berdebar walaupun sebelumnya ia sudah mengantisipasi efek seperti ini. Dari posisi awalnya ia beranjak, menghampiri ibu dan duduk dilantai. Karenanya, ibu jadi menautkan alis bingung. Seperti dejavu, pemandangan ini pernah terjadi sebelumnya, tapi Jeffian yang ada disana.

Dengan sorot penuh tanya, ditatapnya Sadam yang terlihat aneh. Putra pertamanya itu tak langsung mengatakan sesuatu, malah terlihat berkaca-kaca.

"kamu kenapa, Sadam?"

"Sadam minta maaf, bu."

Benar, ibu sudah terkejut bahkan sebelum semuanya dimulai. Ia tertegun karena mendapati kesamaan diantara dua anaknya yang meminta maaf dengan cara seperti ini.

"minta maaf untuk apa?"

"Sadam emang gak pernah akrab sama Jeffian, hubungan kita juga gak sebaik dulu karena satu dan lain hal. Ibu mungkin juga sadar kalo semua masalah yang ada itu akibat dari perbuatan Sadam."

"kakak adik memang wajar seperti itu. Seharusnya kalian bisa saling memaafkan dan selesai. Apa susahnya sih?"

"bukan itu, bu." sambar Sadam, kedua matanya yang dipenuhi cairan dipaksa untuk berkedip. Membuat sang ibu menyaksikan dengan mata membulat dan kebingungan. "Jeffian mungkin gak akan pernah bisa maafin Sadam karena udah ngehamilin pacarnya. Nia hamil karena Sadam, bu. Bukan Jeffian.."

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang