18. BERBALAS PERASAAN

2.2K 477 71
                                    

Semakin hari, semakin sering frekuensi bertemu, maka semakin dekat pula hubungan antara Nia dengan Jeffian. Keduanya kerap beberapa kali bertemu di kampus jika memang sedang kebetulan datang untuk bimbingan dengan dosen masing-masing. Atau tak jarang juga berolahraga sore seperti rutinitas yang baru dijalani belum lama ini.

Kegiatan malam Jeffian yang sempat menjadi kesehariannya, perlahan mulai ia tinggalkan. Berbagai jenis pakaian, rambut palsu dan lain sebagainya yang identik dengan perempuan dikumpulkan dalam satu kardus. Lalu tanpa sepengetahuan siapapun, Jeffian membuang semua itu dihalaman belakang rumahnya. Mengenal Nia, Jeffian merasa dirinya berubah. Tidak langsung, tetapi prosesnya bertahap. Semangat hidup yang telah lama hilang mulai kembali. Mengisi lembar baru dalam hidupnya dengan lebih banyak warna keindahan. Dipandanginya benda itu beberapa saat, benda yang sedikit banyaknya menyimpan sebuah kenangan. Karena kalau bukan dari sana, ia mungkin tidak akan pernah bertemu Anunia. Tapi bagaimanapun juga langkah yang diambilnya tetap salah. Sebelum benar-benar terlarut pada peran duality-nya itu, segera saja dinyalakan korek api untuk membakar semuanya.

Jeffian masih disana, duduk diam sambil menghisap rokok yang terselip pada dua jarinya. Mengawasi api yang takut membesar karena kondisi angin lumayan kencang siang ini. Sekaligus memastikan bahwa semua barang-barang tersebut terbakar hangus. Ditengah kesendiriannya itu, ia mengedarkan pandangan. Mendapati beberapa perubahan yang menonjol dari halaman belakang rumah ketika ada dan tidaknya sang ayah. Dulu, halaman ini terawat dengan baik. Ada pohon jeruk yang tak terlalu besar tumbuh disudut sebelah kanan, dan kini yang terlihat hanya tumbuhan layu tak terurus. Tanaman rambat yang selalu dipotong setiap minggu jauh lebih menjuntai sekarang. Bahkan beberapa barang rongsok dan kardus-kardus yang tidak diketahui apa isinya menumpuk disekitar. Berantakan sekali.

Atensi laki-laki berkulit putih susu itu tertuju kesana. Setelah menghabiskan batang terakhir rokoknya, ia beranjak. Dilihatnya tumpukan benda tak terpakai itu. Dua buah sepeda berjejer, bahkan saking usangnya sampai berkarat. Jeffian tak tertarik melihat itu karena hanya akan mengingatkan pada Sadam, kakaknya yang entah ada dimana. Sambil mengibaskan tangan didepan wajah demi menghindari debu masuk ke saluran pernafasannya, ia menghembuskan nafas panjang. Tangannya gatal untuk segera bergerak dan merapikan semua itu. Pada hitungan berikutnya, Jeffian sudah terlarut dalam aktivitas tambahan membersihkan pekarangan rumah. Memindahkan beberapa barang yang masih layak disimpan, juga memilah yang sudah tidak butuh dipertahankan.

Sebuah nada dering berupa lagu kesukaannya terdengar keras, menghentikan pergerakan Jeffian lalu dikeluarkannya benda itu dari saku celana. Tanpa membuang waktu, digesernya gambar berwarna hijau. Kemudian ditempelkannya benda tipis itu ke telinga.

"apa, cinta? Ini kan baru jam dua, olahraganya jam empat."

Seolah sudah tau apa yang akan dibahas Nia dalam sambungan telepon kali ini, Jeffian menyapanya sedemikian rupa. Ia selalu menyukai momen dimana bisa tertawa bersama gadis itu. Karena jiwa yang terbelenggu kesedihan selama masa kecil baru dirasa dapat menari bebas setiap kali ia bersama Nia. Si galak yang sukses mencambuk semangat baru kepada dirinya. Sementara itu, diseberang terdengar Nia mendengus sebal.

"udah tau. Orang gak sengaja balik bimbingan, gak niat juga mau kesini. Bukain dulu pagernya, Jeffi."

"ya terus ngapain gue buka? Kan lo gak niat kesini katanya."

"gue bawa anggur nih."

"oke bentar. Kaki gue lagi melangkah kesana."

Sambil tertawa pelan diputusnya sambungan itu. Tak sampai lima belas detik, si pemilik rumah terlihat muncul dari dalam. Disambutnya Nia dengan senyum lebar berlesung pipi. Ia berlari kecil menuju pagar, membuat rambut lurusnya ikut bergerak mengikuti hentakan dan terlihat lucu. Tak ingin membiarkan tamunya menunggu terlalu lama, dibukanya pagar. Dengan santai Nia melenggang masuk, tapi langkahnya tertahan karena suara Jeffian menginterupsi.

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang