14• SUKABUMI

2.4K 500 65
                                    

Hari demi hari terus berlalu. Musim pertama juga telah berganti. Cuaca sore itu sangat cerah. Sayang kalau tidak dimanfaatkan untuk beraktivitas yang lebih optimal.

Seharian ini Nia tidak melihat Jeffian sama sekali. Cowok itu nampaknya sudah mulai sibuk menyusun tugas akhir pada masa perkuliahan. Ya, ia memang sangat serius saat mengatakan ingin cepat lulus dari jenjang perguruan tinggi. Bukan untuk mengejar gelar, melainkan karena ingin cepat bekerja dan mencari uang sebanyak-banyaknya. Jeffian bukan pecinta uang, ia hanya membutuhkan itu untuk membayar semua biaya hidupnya yang telah ditanggung oleh orang lain.

Sebelum benar-benar pulang, Nia berpindah ke gedung manajemen terlebih dahulu. Hendak menuju ke kelas yang dituju kalau saja tidak berpapasan dengan Almer ditengah koridor. Si super tinggi itu dengan cepat mengenalinya, kemudian menghentikan langkah dengan kening sedikit berkerut.

"temennya Rina?" tanyanya.

Nia mengangguk mantap, "nama gue Nia." ia menambahkan.

"oh, pasti mau ketemu Jeffian?"

Untuk kedua kalinya gadis itu mengangguk. Ia tidak bohong, memang untuk mencari Jeffian.

"gak ada. Dia sakit." kata Almer.

"sakit apa?" ganti Nia yang bertanya, rada khawatir. Untuk saat ini tak ingin menyembunyikan lagi, dirinya memang terlanjur menyukai laki-laki berlesung pipi itu.

"bukannya lo pacarnya?"

"bukan—oke, thanks Almer."

Secepat mungkin Nia meninggalkan tempat itu. Berjalan cepat—hampir berlari kalau tidak ingat siapa yang telah menyebabkan kekacauan didalam kepalanya. Membuatnya mengerem langkah secara tiba-tiba sambil menyadarkan diri didalam hati. Karena siapa ia bergegas seperti ini? Oh, sial, kenapa si banci itu sememikat ini jika tak berdandan ala perempuan?

Pada akhirnya Nia memang tetap menuju kesana, rumah Jeffian. Menaiki bus lalu turun di halte yang tidak jauh dari gapura dekat minimarket, dan berjalan beberapa menit untuk sampai dilokasi. Sayangnya, nyali Nia mendadak runtuh tanpa sebab. Sejak tadi dirinya hanya berdiam didepan pagar dan berpikir keras untuk mengetuk atau tidak.

Setelah berkutat dengan pikirannya sendiri, ia memutuskan untuk kembali saja. Diikuti helaan nafas panjang dan berat, ia berbalik. Tapi hanya sampai disana, dirinya sudah kembali diserang keterkejutan. Karena netranya langsung menangkap tubuh jangkung seseorang yang tengah dicari, berdiri tepat dibelakangnya, dengan gaya paling ogah-ogahan yang pernah Nia lihat. Celana tidur bermotif beruang cokelat dengan warna dasar biru muda, dipadukan dengan kaos putih polos lengan panjang yang sedikit lebih besar dari ukuran seharusnya. Jangan lupakan rambut panjang yang mulai mengganggu kedua matanya.

Sambil mengelus dada, Nia memegang pagar didekatnya. Terkejut membuat seluruh sarafnya melemah seketika.

"kenapa sih gak ada suaranya?" kesalnya.

"gue pikir lo maling."

"mata gak kecolok rambut tuh?"

"kecolok. Rapihin dong."

Nia lantas mendengus sekali, kemudian menggelengkan kepala dan hendak melangkah pergi kalau saja tali tasnya tidak ditarik oleh manusia menyebalkan itu. Masih setenang sebelumnya, Jeffian menoleh. Kemudian menyisir surainya dengan jemari agar lebih leluasa untuk melihat. Mungkin ia tidak tau dan tidak sadar, kalau tindakan sederhana itulah yang paling Nia ingin enyahkan dari muka bumi. Karena yang disibak rambut, tapi yang berantakan hati perempuan didepannya. Succeed!

"mau kemana?" tanya Jeffian kalem.

"mau pulang." jawab Nia tak kalah kalem.

"terus ngapain kesini?"

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang