Semenjak saat itu, terutama setelah semua tentang kehidupan seorang Jeffian terkuak, Nia merasa bahwa dirinya memang harus terikat dengan cowok itu. Sampai saat ini keduanya belum menyadari apa alasan pasti dibalik pertemuan yang sudah Tuhan rencanakan pada mereka. Hanya sebatas kenalan 'menyebalkan' yang semakin hari semakin akrab.
Jangan berpikir Nia akan lepas dari Rina—temannya, begitu saja. Dua cewek itu tetap akan kemana-mana bersama seperti biasanya. Berangkat atau pulang terkadang hanya menggunakan satu kendaraan. Yang artinya satu orang lagi akan menumpang. Pergi ke kantin untuk makan siang, meski tak jarang bertemu dengan gerombolan Almer, termasuk Jeffian didalamnya.
Dari meja tempatnya duduk, Nia bisa melihat betapa Jeffian pandai untuk menempatkan diri. Entah itu menempatkan diri atau lebih cocok disebut akting. Tawa lepas cowok itu sungguh dapat menutupi semua yang hidupnya alami. Seolah tanpa beban.
"Nia,"
Nia langsung menoleh pada Rina tanpa menjawab temannya itu dengan kata-kata.
"udah liatin Jeffiannya ya, nanti mata lo jereng." ucap Rina dengan senyum lebar seraya menepuk-nepuk pipi sahabatnya itu.
Benar, sejak tadi memang fokus Nia tertuju pada meja yang ada disudut kantin. Tak menyimak apa yang dibicarakan oleh kumpulan cowok itu dan hanya dapat melihat sesekali mereka tertawa karena suatu hal. Dan Rina yang menyadari perubahan sikap itu hanya bisa geleng-geleng kepala.
Pada akhirnya Nia berdeham, sekadar untuk mengembalikan fokus otaknya saja. Disusul sebuah tarikan nafas yang cukup panjang.
"keluarga gue ribet deh."
"ribetnya?" respon Rina sambil menyuap mie ayam hasil buruannya.
"biasa lah, gathering-gathering apaan tau ah. Acara tahunan gitu. Katanya sih silaturahmi karena rumahnya jauh-jauh banget jarang ketemu."
"terus sekalinya ketemu heboh?"
"betul!" sambarnya sebal. "lo tau sendiri tante-tante gue pasti bakal nanyain apa."
"ohhh," Rina mengangguk-angguk paham, "tuh." liriknya kearah meja yang masih dipenuhi dengan anak-anak manajemen.
"apaan?" alis Nia bertaut.
"tante lo nanyain pacar kan? Nah itu Jeffian. Bawa aja."
Kontan gadis bernama Anunia itu terdiam. Ide dari temannya itu tidak buruk juga kalau dipikir-pikir. Jeffian memang kelihatan sangat menawan jika dikenalkan pada keluarga, asal ia tidak menunjukkan sifat-sifat feminimnya saja. Oh—betul! Jeffian memang tidak pernah bersikap selayaknya lipstik yang merona dibibirnya kala malam hari, melainkan benar-benar menujukkan sisi jantannya ketika bersebelahan dengan Nia.
Bagus, tidak salah target kalau begini.
Senyum gadis itu merekah bak bunga matahari saat pagi tiba. Ia berterima kasih lewat sorot mata ketika bertukar pandang dengan Rina, yang kemudian dibalas dengan cibiran atau gelengan kepala dari sahabatnya itu.
"selera lo tinggi juga ya." kekeh Rina.
"apa sih! Gak jatuh cinta, cuma mau pinjem dia sebentar." sangkal Nia langsung sambil cemberut.
"pinjem apanya nih? Hatinya?"
"gila Rina emang mulut lo, belum pernah ya gue cipratin sambel?"
Baku mulut antara dua orang itu berakhir ketika salah satu dari mereka terbatuk karena tersedak kuah mie. Hukum azab memang datang tak pernah jauh dari jarak perbuatan hehehe, begitu batin Nia.
Keduanya kembali melanjutkan makan siang dengan tenang diselingi dengan berbagai jenis topik untuk dibicarakan. Tidak lagi soal Jeffian, karena jika nama itu terdengar sekali saja, Nia akan langsung meraih botol sambel dan mengarahkan tutupnya yang terbuka tepat didepan wajah Rina. Seolah siap untuk meluncurkan meriam kapan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUN
FanfictionIni bukan kisah laki-laki berjas gagah yang berusaha untuk menggaet salah satu gadis incarannya. Melainkan, kisah anak kedua kambing betina yang berusaha tetap hidup dengan pekerjaan seadanya. Disanalah ia bertemu dengan "anunya", perombak mimpi, pe...