Pertemuan berikutnya.
Malam ini Nia sengaja datang ke radio setelah sekian lama absen dari rutinitasnya tersebut. Meski harus berpikir ratusan kali sebelum benar-benar pergi sendiri ke tempat yang menurutnya akan mengingatkan pada kejadian buruk bersama Sadam. Ia tidak ikut siaran, hanya bertamu menemani Dirga—yang langsung kelihatan girang karena rekannya itu datang.
Mereka semua seolah menyambut dengan senang hati, padahal bagi Nia ini yang terakhir kalinya ia menginjakkan kaki disini. Entahlah, belakangan ini menjadi kurang minat dalam hal apapun. Rasa traumatis akan kejadian-kejadian aneh yang belum tentu terjadi membuatnya gila setengah mati. Dan benar saja, ekspresi rekan satu tim langsung berubah begitu mendengar kalau Nia datang sekaligus untuk mengundurkan diri.
Penyiar terbaik 107FM berkurang.
"Nia, kenapaaa? Ih kok tiba-tiba sih." tanya salah satu temannya yang akrab disapa Mbak Puput.
"gak apa-apa emang mau resign aja, mbak." kekehnya. Menjawab dengan santai tanpa berkeinginan memberitau alasan yang pasti.
"ya tapi kan kamu udah lama disini, dari masih kuliah malahan. Aku kangen banget sama kamu, Nia. Masa tiba-tiba dateng langsung resign? Udah seneng banget aku liat kamu dateng lagi."
"masih ada kak Dirga tuh, paling berpengalaman. Ya gak, kak?" Nia mengangkat alis kearah orang yang dimaksud.
"partner siaran cabut, gak asik ah." balas cowok itu, bertingkah seolah dirinya tidak ingin diajak bicara.
Mengundang tawa dari Nia karena merasa lucu. Sementara teman-temannya lebih memilih hanya tersenyum, atau bahkan malah ada yang cemberut. Terpaksa Nia menenangkan mereka, memberinya penjelasan singkat mengenai adanya kebutuhan lain yang mengharuskan dirinya hengkang dari tim penyiaran. Tanpa lupa mengatakan bahwa mereka masih bisa berteman baik sampai kapanpun.
Hari itu, untuk pertama kalinya ia keluar rumah selain mengunjungi tempat Jeffian, atau Rina. Juga hari dimana ia bisa membuka matanya lebar-lebar dan melihat ketulusan lain yang tercurah dari orang-orang terdekat, untuk dirinya. Ternyata selama ini ia sudah lupa diri. Kini, betapa bersyukur Nia karena masih dikelilingi dengan banyak manusia baik. Ya, kendati demikian keputusannya untuk keluar sudah tidak bisa diganggu gugat.
Sepulang dari sana, Nia tidak langsung kembali ke rumah. Melainkan mampir ke tempat kerja Jeffian tanpa memberitau kepada kekasihnya itu bahwa ia akan datang. Sementara kedua kakinya melekat pada bumi, sorot pandang itu tertancap lurus kedalam sana. Melihat ke seluruh penjuru gedung bercat biru merah didepannya, namun tak didapati juga sosok yang dicari.
Halte bus lama yang kini tidak lagi beroperasi tak jauh didekat pintu masuk wilayah pemadam kebakaran menjadi sumber ketertarikan Nia untuk berteduh disana. Gemuruh angin malam yang nampaknya mengandung uap dari langit terasa menusuk kulit. Malam yang tidak cukup cerah untuk berjalan-jalan, karena begitu Nia menepi kesana, rintik hujan mulai turun membasahi bumi.
Duduk sendirian sambil menunggu hujan reda, nampaknya itu yang akan dilakoni Nia selama beberapa menit kedepan. Terlanjur terjebak disini. Ia tidak berani mengganggu Jeffian, padahal bisa saja menghubungi cowok itu untuk menemaninya.
Sejak kemarin mereka belum bertemu lagi. Karena kondisinya papa masih sangat marah, dan Nia hanya bisa berdiam di kamar bersama dengan mamanya. Jangan katakan dirinya diam saja saat itu. Ia melakukan hal yang serupa dengan kebanyakan orang jika memohon sesuatu. Memeluk kaki sang ibunda sambil meminta maaf agar kesalahannya segera diampuni. Sekaligus memohon agar setidaknya mama mau berbicara pada papa mengenai masa depan dirinya bersama Jeffian.
Tetes air yang jatuh dari atap halte lambat laun meninggalkan bekas disepatu yang Nia pakai. Ia menunduk, tak ingin membersihkan karena memang malas. Ketika mengangkat pandangan, dilihatnya seseorang tengah berjalan mendekat. Sambil menegang payung polos berwarna marun demi melindungi diri dari derasnya hujan. Fokus Nia terkunci, tepat ketika orang yang dimaksud berhenti tepat didekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUN
Fiksi PenggemarIni bukan kisah laki-laki berjas gagah yang berusaha untuk menggaet salah satu gadis incarannya. Melainkan, kisah anak kedua kambing betina yang berusaha tetap hidup dengan pekerjaan seadanya. Disanalah ia bertemu dengan "anunya", perombak mimpi, pe...