43• MAHAKARYA

1.7K 329 89
                                    

Sore itu juga, Nia langsung pergi lagi. Mengendarai sedan miliknya ke tempat kerja Jeffian sendirian. Kebetulan juga ia sudah mengontak kekasihnya itu, meminta untuk bertemu sebentar karena ingin membicarakan sesuatu.

Begitu tiba, seperti biasanya Nia tidak akan masuk ke halaman kantor. Ia sengaja menghentikan mobilnya dipinggir jalan, agak menjauh dari pintu utama. Ditunggunya Jeffian selama beberapa menit, sampai ketika kaca mobil sebelah kiri diketuk dan tak lama seseorang yang ditunggunya itu ikut bergabung dan duduk bangku penumpang sebelah kiri.

Sadar bahwa ada hal yang mendesak, Jeffian tidak berbasa-basi lagi. Terlebih ketika Nia menatapnya dengan sorot yang begitu dingin.

"ada apa?"

"papa ngomong apa aja sama kamu waktu itu?" tanya Nia langsung.

"pas kapan?" cowok itu bertanya balik.

"gak usah pura-pura lupa ya kamu, Jeff. Aku gak mau bertele-tele."

"ya aku nanya pas kapan, emang salah?"

Nia menahan nafas penuh kekesalan, lalu menghentakkan tangannya diatas setir hingga menciptakan bunyi yang cukup keras.

"Nun, apaan sih? Jangan suka kayak gitu, tangan kamu sakit—"

"tadi siang aku ke rumah kamu, sama papa dan mama." Nia membuka suara lagi, dilihatnya cowok itu langsung tertegun. "orangtua kita udah tau, dan mereka juga udah bicara sama-sama. Jadi gak ada lagi yang perlu kita tutupin sekarang. Keputusannya, kita akan menikah."

Jeffian masih belum merespon. Ya, memang seperti itu kesepakatan yang ia buat bersama dengan papa dari wanitanya beberapa waktu lalu.

"tapi kenapa kamu setuju kalo setelah nikah nanti kita gak tinggal satu rumah? Kenapa sih, Jeff? Kenapa—"

"kamu pernah mikir gak, Nun? Mau aku berkoban sebanyak apapun, gak akan ada artinya dimata orangtua kamu. Terlebih setelah aku kasih tau semua latar belakang keluarga aku ke papa kamu, aku makin gak ada harganya, Nun. Aku tetep anak yang lahir tanpa bapak, aku tetep orang miskin yang berasal dari keluarga berantakan—"

Plakk

Dengan nafas memburu ditatapnya Jeffian begitu kesal. Bahkan Nia sampai tidak bisa menahan untuk tidak menampar kekasihnya itu sekarang.

"ngomong sekali lagi." desis Nia, "ngomong!"

Dengan bara api yang meletup-letup didalam dirinya, Nia mencengkram seragam Jeffian sekaligus memukul lengan cowok itu beberapa kali. Menumpahkan emosinya tanpa berniat melukai sama sekali. Sementara Jeffian tetap bungkam, sama-sama dibakar amarah.

Ditariknya nafas dalam-dalam, kemudian membuangnya lewat mulut. Nia menyandarkan punggung pada kursi kemudi, menatap lurus kearah ruas jalan yang nampak sepi didepan mereka dengan sisa air mata yang masih menggenang.

"kalo gitu kenapa kamu mau tanggung jawab?" tanyanya lagi, kali ini sudah lebih bisa menguasai diri.

"karena aku gak bisa kehilangan kamu." jawab Jeffian lirih, "aku benci setiap kali inget kalo aku ada di dunia ini karena hasil kasus perkosaan. Nun. Lucunya, semua itu terjadi sama kamu sekarang. Dan bercandanya lagi, kakak aku sendiri yang udah ngelakuin. Karena itu, aku jadi gak bisa berbuat banyak untuk kamu."

Nia masih menyimak tanpa berniat memotong ucapan Jeffian sama sekali. Membiarkan cowok itu melanjutkan kata-katanya sampai tuntas. Batinnya cukup terkoyak karena topik pembahasan ini.

"cuma sampe dimana orangtua kamu ngerestuin pernikahan kita, selebihnya aku gak punya kekuatan apapun buat mempertahankan kamu. Kita hidup dengan batasan, dan kita harus terima semuanya."

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang