25• SAAT DVI BERTEMU EKA

1.9K 388 63
                                    

Berkat tingginya yang semampai, Nia bisa melongok dengan mudah kearah kediaman itu. Sudah berapa menit dirinya berdiri didepan pagar yang tertutup rapat sambil berusaha menghubungi si pemilik rumah, namun tak kunjung berhasil. Nada sambung memang ada, tapi teleponnya tak diangkat.

Bahunya meluruh antara lelah dan sebal. Segera saja diketiknya sederet kalimat dan mengirimkan pada nomor yang sama. Nia berbalik, berniat untuk duduk ditangga sambil menunggu. Tapi belum sempat itu terjadi, gerakannya terhambat karena tanpa sengaja menabrak tubuh tinggi orang yang sedang diharapkan untuk membalas pesannya tersebut.

Nia terkejut dan refleks mengusap dadanya sendiri, seraya mengatur debaran jantung yang memompa lebih cepat. Dipandanginya Jeffian dengan mata memicing. Rasanya bukan pertama kali adegan itu terjadi. Dulu juga pernah, dan keadaannya selalu sama. Jeffian memang tidak mengeluarkan suara apapun kalau berjalan. Jadi tanpa disadari pasti sudah ada dibelakangnya. Entahlah, terbang mungkin.

"abis dari mana?" tanya Nia, padahal biasanya pertanyaan itu dari Jeffian.

"dari warung bu Jum. Nungguin ya? Udah lama?" timpalnya sambil membuka kunci pagar.

"warungnya deket ya? Kok jalan kaki?"

"masa mau merangkak sih?"

"bodo amat, Jeff. Sebel deh. Handphone gak dibawa? Diteleponin dari tadi juga."

"lagi di-charger, Anunya. Astaga dateng-dateng cemberut."

Sesaat Jeffian memandangi gadis itu, terlihat agak berbeda dari biasanya karena hari ini memakai rok berbahan levis. Ingat kan, Nia itu jarang sekali berpenampilan kelewat feminim seperti saat ini. Jadi kentara sekali kalau ada satu saja yang berubah. Memang sih tidak aneh, cantik banget malah. Tapi Jeffian malah merasa lucu dan akhirnya sebisa mungkin menahan senyum. Hari pertama sebagai kekasih, jadi bergaya ala cewek, begitukah?

"kalo mau kesini tuh ngabarin, biar dijemput. Jadi gak usah ngeluarin ongkos. Wangi banget pula, mau emangnya kalo ditempelin mas-mas di bus?" celoteh Jeffian tanpa perlu bertanya bagaimana Nia bisa sampai disini. Tidak lain dan tidak bukan sudah pasti naik bus.

"masa sih?" Nia lantas mengendus lengan kaosnya sendiri.

"udah gila ya pake rok pendek gitu terus keluyuran sendiri?"

"ish, salah mulu gue. Gak cocok emang? Aneh ya?"

"itu rok setengah paha, Nun. Yang bener ajaaa. Kalo ada rok merah punya anak SD, gue pakein itu lo. Heran."

Seketika Nia terdiam, lalu menunduk murung karena Jeffian mengomelinya persis seperti ibu-ibu. Ia lantas menurunkan ujung rok levis-nya, berniat menutupi sebagian kulit kakinya yang terekspos walaupun sebenarnya tidak guna juga mengingat rok tersebut didesain memang diatas lutut. Berusaha tidak mengindahkan sorot menyebalkan laki-laki yang berdiri didepannya itu.

"lagian cakep banget mau kemana sih?"

"ih udah dong jangan ngomel terus, pulang lagi nih?" ia cemberut.

Akhirnya Jeffian memilih untuk mengalah sambil menghela nafas panjang. Walaupun sebenarnya bukan karena ancaman yang Nia tujukan barusan. Diajaknya gadis itu untuk segera masuk, namun ekspresinya nampak sedikit kebingungan. Ada yang janggal, pikir Jeffian. Ketika satu poin itu mencuat didalam kepalanya, ia langsung menahan tangan Nia. Secepat mungkin, bahkan disaat yang bersangkutan belum sempat melewatinya.

Otomatis Nia mengangkat kembali pandangan dan terdiam kaku. Siap sedia jikalau akan dimarahi lagi.

"Anunya, bukannya kita udah pacaran?"

Wajah Nia memanas, segera saja dialihkannya pandangan sebelum laki-laki itu menangkap rona merah yang timbul secara naluriah. Karena Jeffian tak melepaskan pegangannya sama sekali, mau tak mau ia pun kembali menatap kearah semula. Kelewat malu, tak ada yang bisa dilakukan selain menjawab dengan anggukan dua kali.

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang