12• ARTI NAMA

2.3K 518 86
                                    

"lo cuma minta gue pura-pura jadi pacar lo, tapi gak pake cium-cium segala ya, Nun."

"ya kan biar lebih meyakinkan, mumpung ada saksi."

Dua orang itu berbalas pandang didalam mobil yang sedang melaju. Kemudian Jeffian yang memutus sorot mata itu lebih dulu karena harus berfokus kembali pada jalanan didepan sana.

Tau tidak? Gara-gara tindakan asusila tersebut, Jeffian hampir saja dikuliti oleh paman Nia yang bekerja di pemadam itu. Ditanya tentang banyak hal, dari mulai kegiatan sehari-hari, seluk beluk keluarga, sampai rencana masa depan yang tentunya menyeret nama gadis itu. Dan semua jawaban yang keluar dari mulut Jeffian sudah dapat dipastikan hanya karangan belaka. Begini, yang seharusnya banyak bertanya adalah papa dari Nia dan bukan pamannya. Namun, biarpun begitu serta sejauh momen yang ada, Jeffian mengakui bahwa pamannya itu memang yang paling membuat nyaman untuk mengobrol bersama.

Sayangnya hutang tetaplah hutang. Ia akan menuntut pertanggung jawaban atas hartanya yang sudah dirampas oleh perampok wanita disebelahnya ini. Biarpun pipi, namun tetap saja berharga.

"gak gituuu." sambung Jeffian lagi, "setidaknya lo harus minta izin dulu sama gue kalo mau nyosor."

"gue gemes liat lo, terus pengen nyobain sekali gitu nyium pipi orang lain."

"hah? Maniak pipi lo?" Jeffian sontak tertawa mendengar alasan gadis itu. "itu gak bisa dijadiin alasan, Anunya."

"Jeffian, please deh. Jangan bertingkah layaknya anak perawan yang baru aja kehilangan virginity-nya."

Lagi-lagi respon yang ditunjukkan cowok itu sama. Tertawa cukup keras karena merasa lucu dengan semua kalimat yang masuk ke telinganya itu.

"lo kalo gue cium balik marah gak?"

"heh, enak aja lo. Jangan nyari kesempatan ya!"

"tuh kan. Gue yang pake izin aja dimarahin, gimana elo yang tiba-tiba." tambahnya lagi, kebutuhan untuk membela diri lebih besar sekarang.

Nia terdiam beberapa saat sambil berpikir. Secara garis besar memang mengakui kebenaran protes cowok itu, namun gengsi untuk mengatakan langsung.

Hening setelah itu. Sebuah lagu yang berasal dari radio berputar untuk mengisi kekosongan berkat Nia yang menyalakannya. Ia tidak ingin terlibat dalam obrolan yang berkaitan dengan kecupan dipipi itu lagi. Salahnya juga yang terlalu bodoh dan tidak berpikir lebih lanjut akan dampak apa yang selanjutnya terjadi. Jujur, lesung pipi cowok itu benar-benar menarik hati. Mengubah semua perasaan kesal dan tidak suka yang ada didalam diri Nia saat pertama kali mereka bertemu, menjadi lebih lumer hari demi hari. Karena itu pula—

"lo gak nganggep gue penyuka sesama jenis kan pas nyium itu?"

Ya, pertanyaan itu sukses memukul pusat saraf pengendali dalam kepala Nia yang hampir beristirahat menjadi siaga kembali. Ia menoleh perlahan untuk menatap laki-laki yang baru saja bertanya demikian.

"maksudnya?"

"ya, gue juga berharap lo gak lagi nyoba buat puter balik keadaan."

"gak ngerti." Nia mengerutkan kening.

"untuk sekarang ini gue emang masih biasa. Tapi gak tau kapan, gue bisa aja suka sama lo. Karena perbuatan lo selama ini bahaya, Nun. Kalo lo masih nganggep gue sebagai kaum homo."

Serta merta gadis itu menghadap kesamping, guna lebih leluasa menatap Jeffian. Kedua matanya sudah membulat antara percaya dan tidak. Ditambah lagi dengan suasana hatinya yang mendadak campur aduk.

"lo..bukan gay?" tanyanya takut-takut.

Sebelum menjawab, Jeffian melihatnya sekilas. Lalu tersenyum dan menggelengkan kepala pelan. Sayangnya justru gelengan itulah yang membuat Nia hampir pingsan ditempat. Seluruh tubuhnya benar-benar lemas, mengingat ia pernah mengajak Jeffian masuk ke kamarnya yang sangat privasi untuk lawan jenis. Tak hanya itu, ia bahkan sempat membuka kemeja kuliahnya dan menyisakan dalaman berupa tanktop saja selama hampir enam jam didepan laki-laki yang ternyata tidak memiliki kelainan sama sekali.

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang