19• FAKTA DAN TINDAKAN

2.3K 460 181
                                    

Berjalan disepanjang trotoar ditemani udara malam yang sejuk berhasil memupuk senyum dibibir Jeffian hingga terbentuk indah. Seharian bersama Nia ternyata membuatnya lebih bersemangat. Dari kejauhan terlihat seseorang tengah berdiri tak jauh dari tangga menurun yang menghubungkan pada pagar rumahnya. Begitu jarak hanya tersisa satu meter, kedua manik Jeffian langsung terkunci pada sosok itu. Seolah meletupkan bara api yang baru saja diberi bahan bakar.

Sadam. Laki-laki brengsek itu ada disana. Berdiri diam sambil merokok. Dapat dilihat dari gerakannya yang teratur, menandakan bahwa ia bukan sebentar ada disana. Setelah sekian tahun, jadi ini penampakannya. Fokusnya teralihkan begitu dirasa ada orang lain yang mendekat, bersamaan dengan punggung yang ia tegakkan dari tembok tempatnya bersandar. Berbeda dengan respon Jeffian yang terkejut, Sadam terlihat rileks lalu tersenyum tipis.

"lama gak ketemu, Jeff."

"ngapain lo ada disini?"

Jeffian mengatupkan rahang kuat-kuat, berusaha menahan diri untuk tidak meninju kakak sendiri. Brengsek, kakak macam apa Sadam itu?

Yang ditanya terlihat menghela nafas panjang, "kayaknya didalem gak ada orang, makanya gue nunggu diluar."

"pulang lo?" dengusnya, "mau ngapain? Mau cari siapa? Bapak? Udah gak ada. Udah meninggal gak lama setelah lo kabur. Ibu? Ada didalem. Stroke bertahun-tahun gara-gara kebanyak pikiran."

Mendengar itu Sadam nampak terkejut. Terlihat dari kedua matanya yang langsung terbuka lebar. Bagaimana pun juga, ia tidak pernah tau kalau sang ayah telah tiada. Dan berita ini sukses menyentaknya.

"terus tujuan lo apa? Jatoh miskin lo makanya balik lagi?"

"jaga omongan lo ya, biar gimanapun juga gue kakak lo!"

Tawa Jeffian menyambut seruan itu, seraya ia tajamkan sorot kedua matanya. "kakak ya? Lo tuh kayak...anjing, tau gak?" ujarnya tenang namun penuh penekanan. "buang tuh rokok atau gue bakar mulut lo."

Ganti Sadam yang terkekeh, kemudian melempar setengah batang rokok miliknya sesuai dengan perkataan sang adik. Diinjaknya benda itu hingga hancur, tak peduli dengan Jeffian yang terus menatapnya bak singa kelaparan yang siap menerkam mangsanya kapan saja.

"buka pintu, gue mau ketemu ibu."

Manik didepannya semakin menusuk, seolah baru saja menghantarkan kilat kemarahannya. Sampai kapanpun, Jeffian bertekad tidak akan pernah membukakan pintu untuk Sadam. Rasa benci yang sudah mengalir dalam darah mendominasi, semakin diperkuat ketika yang bersangkutan hadir langsung didepannya. Tak ada yang berubah. Menjadi seorang prajurit hanya untuk mengejar pangkat saja, tapi kelakuan seperti binatang rendahan. Saking muaknya, Jeffian ingin sekali meludah didepan kakaknya itu.

Karena tak ada pergerakan apapun dari lawan bicaranya, Sadam menghela nafas untuk yang kesekian kali. "udah jadi apa lo sekarang? Hm?" tanyanya.

"elo yang jadi apa sekarang?" Jeffian melempar balik pertanyaan serupa. "wow, mimpi apa gue semalem sampe bisa ketemu seorang tentara yang haus akan dunianya sendiri?"

"Jeff, gue udah nikah. Gue tinggal di Magelang dan istri gue itu adalah anak dari atasan gue-"

"gak peduli." potong Jeffian, digelengkannya kepala dengan berat hati. "gak penting banget buat gue." tambahnya. "lo mau tinggal dimana, nikah sama siapa, bahkan lo mau mati sekalipun-gue gak mau tau. Idup lo gak ada artinya, Dam. Lo udah berhasil buat keluarga hancur. Lo udah berhasil buat kita semua menderita."

Sadam tak menjawab, ia terlihat mengepalkan tangan erat-erat. Menahan emosi mendengar perkataan adiknya. Sementara Jeffian enggan berlama-lama bersama orang yang sangat ingin ia tendang dari dunia. Pergi selamanya lebih baik, daripada hadir kembali dan menyebabkan kekacauan. Dilanjutkannya langkah menuruni tangga, hampir menjangkau pagar kalau saja suara Sadam tidak terdengar lagi.

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang