"tau gak sih???"
Tau gak sih? Kalau percakapan yang dimulai dengan kalimat tau gak sih—adalah bakal calon obrolan panjang lebar mengandung banyak gosip terpanas terutama bagi kaum-kaum bergender wanita. Dengan sangat antusias, Rina melancarkan kisah seorang mahasiswa kampus mereka yang kabarnya berhasil menggaet hati seorang dosen muda dan hendak melaju ke jenjang pernikahan. Tangannya bergerak lincah, berpindah-pindah dari atas keyboard laptop lalu menyendok baked rice mozzarella pesanannya dan kembali lagi digunakan untuk mengetik bab kedua tugas akhir yang masih perlu diperbaiki itu. Kalau lagi datang malaikat baik, bahkan rajinnya Rina bisa melebihi Nia.
Mereka berdua duduk didalam sebuah kafe sejak satu jam yang lalu. Sebelumnya Nia memang mengontak Rina dan berniat untuk mengajak sahabatnya itu pergi ke suatu tempat karena suntuk bukan main berdiam diri di rumah. Dan kebetulannya, Rina memang sedang ada di tempat ini sendirian. Jadi langsung saja disusulnya tanpa berpikir dua kali.
Cerita itu berhenti ditengah ketika si narator melontarkan sebuah opini dan meminta lawan bicaranya untuk menanggapi. Karena dirasa tak ada respon, Rina mengangkat pandangan yang sebelumnya sibuk pada laptop. Dilihatnya Nia tengah memandang keluar pintu kaca dengan sorot yang tak biasanya ada dalam diri gadis itu. Tidak ceria, bahkan cenderung meredup tanpa pijar. Sambil memasang ekspresi cemberut, Rina menendang ujung sepatu Nia. Membuat si empunya menoleh dan dengan sigap mengedipkan matanya yang sedikit memerah.
"eh, demi apa dong nangis? Kenapa, Nia?"
Tak terbawa panik, Nia malah terkekeh pelan. Mengundang sorot terheran-heran dari temannya itu. Sekali lagi ia membersit hidung, kemudian menggeleng singkat sebagai jawaban.
"cerita sumpah! Lagi ada masalah sama Jeffian ya?"
Iya, teringat. Sampai sekarang pun Nia masih sulit membayangkan bagaimana jika dirinya yang berada diposisi Jeffian. Terlalu berat, mungkin. Hampir setiap hari dan dengan sukarela ia mengunjungi rumah cowok itu. Bertamu sekaligus berperan sebagai care giver. Menjaga Jeffian baik dari luar maupun dari dalam. Lambat laun luka diwajahnya mulai pulih, meski hanya diobati seadanya dan bukan dengan bantuan medis. Tapi siapa yang bisa menjamin bahwa batinnya baik-baik saja, tidak ada yang tau. Maka dari itu, sebisa mungkin Nia berada didekat Jeffian. Berusaha membangkitkan kembali semangat dalam diri yang sedang runtuh agar langkahnya tidak berhenti sampai dititik ini.
Sebelum bersuara, Nia terlihat menghela nafas yang terasa berat. "Rin, bawa rokok gak?"
"bawa. Tapi buat apa?"
"buat gue bagiin ke orang," Nia memutar bola mata, "ya buat gue lah. Satu batang doang."
"enggak ah. Apa-apaan, lo kan udah lama gak ngudud. Nanti keselek."
"sumpah, satu doang. Gue lagi stres banget ini."
Dengan alis bertaut menyatu, dipandanginya Nia tanpa jeda. Kemudian dikeluarkannya sebungkus rokok dari dalam saku jaket keatas meja dengan gerakan ragu-ragu. Ekspresi memohon didepannya seolah menuntut agar keinginannya dikabulkan. Dengan senang hati Nia menyambut benda tersebut dan mengambil isi yang terdapat didalamnya sesuai dengan permintaan, hanya satu batang. Setelahnya ia tersenyum, mengatakan terima kasih secara singkat, lalu beranjak dari kursi dan melenggang menuju area outdoor yang memang tidak terlalu ramai. Tanpa lupa membawa segelas es kopi miliknya.
Masih penasaran, Rina lantas bergegas menyabut charger laptop yang masih terpasang pada stop kontak disebelah meja. Kemudian ikut berpindah tempat dan meminta tolong kepada barista tampan yang sedang menganggur untuk membawakan minuman dan nasi pesanannya, karena kedua tangannya penuh dengan barang pribadi. Dengan cepat diikutinya langkah Nia menuju meja kecil yang terdapat disudut.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUN
FanfictionIni bukan kisah laki-laki berjas gagah yang berusaha untuk menggaet salah satu gadis incarannya. Melainkan, kisah anak kedua kambing betina yang berusaha tetap hidup dengan pekerjaan seadanya. Disanalah ia bertemu dengan "anunya", perombak mimpi, pe...