Dari subuh sampai matahari terbit, Jeffian menemani istrinya yang ingin melahirkan. Jangan harap bisa melanjutkan tidur, karena pada kenyataannya ia harus mendengarkan setiap rengekan yang keluar dari mulut Nia. Lain dengan keluhan orang yang sedang merajuk, disini Nia lebih seperti sekarat karena menahan kontraksi perut yang luar biasa dahsyat. Sudah mencoba tertidur miring, mengatur nafas, atau apapun itu yang dianjurkan oleh tim medis, namun tak berpengaruh apa-apa. Nia masih kesakitan, sementara pembukaan hanya bertambah satu senti.
"Nun, kuat dong. Ya?"
Nia menggeleng, "gak kuat, Jeffi. Gak mauuu."
"ih apaan sih, emang bayinya bisa keluar sendiri kalo kamunya gak usaha?"
"ya kamu rasain aja makanya jadi ibu hamil!"
Jeffian langsung menutup mulut rapat-rapat dan memilih tidak lagi berdebat karena sang istri nampaknya sedang dalam mode senggol bacok. Yang bisa ia lakukan hanya menemani, menghibur kalau ada kesempatan, sambil sesekali mengusap kening istrinya yang dibasahi keringat dingin.
Sampai pukul sembilan, bahkan dokter yang biasa melayaninya pun sudah tiba di rumah sakit karena memang ada jadwal praktek satu jam mendatang. Rasanya, ini adalah kebetulan yang bagus karena Nia tak perlu ditangani oleh orang yang berbeda jikalau memang ingin melahirkan. Saat itu, ditepuknya bahu Jeffian cukup keras. Sampai cowok yang sedang meneguk air kemasan itu terlonjak dan hampir menyemburkan seluruh isinya.
"Jeffi, tolong panggilin suster atau siapapun. Perut aku sakit banget, gak tahan." pintanya dengan suara pelan.
Karena panik, Jeffian langsung berlari keluar. Memanggil siapapun yang ada disana untuk segera mengecek kondisi Nia. Tak lama ia kembali bersama dengan salah satu bidan yang sudah berganti jadwal dinas. Berbeda dengan yang tadi pagi memeriksanya saat ia baru datang.
Usai memakai sarung tangan, bidan tersebut kembali melakukan pemeriksaan dalam. Cukup lama, sembari mengecek sudah berapa dalam posisi kepala bayi masuk ke panggul.
"baru pembukaan sembilan, bu. Nanti kalo udah lengkap baru ditindak."
"saya udah hampir mati kayak gini masih disuruh nunggu juga?"
Bidan menjelaskan secara singkat alasannya tidak boleh mengejan disaat pembukaan belum lengkap, apalagi saat ketuban belum pecah. Sementara Nia hanya bisa pasrah sambil mengumpat dalam hati. Lagi-lagi Jeffian yang menjadi sasarannya untuk melontarkan protes begitu petugas yang dimaksud pergi. Sampai laki-laki itu bingung juga harus berbuat apa lagi.
"Nun,"
"hm,"
"aku gak tau harus apa, tapi yang pasti kamu harus kuat. Sebentar lagi Jeffi junior keluar, jadi, semangat." bisiknya, lalu membungkukkan tubuh untuk mengecup kening Nia. Memberinya semangat sekali lagi lewat bahasa tubuh.
Masih terus menahan sakit, Nia memandangnya. Lalu tak bisa berkata sama sekali ketika air matanya turun membasahi wajah. Sadar bahwa suaminya itu pasti tengah kebingungan harus berbuat apa, sementara dirinya hanya ingin dimengerti. Senyum tulus Jeffian sukses menyokong semangat bagi dirinya, juga memberikan kekuatan secara tidak langsung agar bisa melewati semua ini bersama-sama.
Beberapa orang perawat yang mengenakan pakaian dinas rumah sakit memasuki tempat Nia berada tak lama setelahnya. Lalu mereka meminta izin untuk memindahkan pasien ke ruang bersalin karena sebentar lagi akan melahirkan secara normal. Beberapa menit berlalu di ruang serba putih dengan temperatur yang sangat dingin. Nia harus menunggu sebentar sampai dokter yang menanganinya tiba.
Rasanya campur aduk. Perut seperti diremas, kepala berdenyut, seluruh badan nyeri bukan main. Diedarkannya pandangan sekilas, melihat keadaan sekitar. Beberapa meja berisi alat-alat medis sudah disiapkan. Bahkan Jeffian juga sudah mengenakan pakaian khusus berwarna hijau dan penutup kepala. Tentu saja setelah diminta karena ini ruangan steril. Tapi, lagi-lagi yang membuat emosi adalah bagaimana para petugas medis itu bekerja begitu santai. Seolah tidak bisa memahami kondisi pasiennya yang hampir mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUN
FanfictionIni bukan kisah laki-laki berjas gagah yang berusaha untuk menggaet salah satu gadis incarannya. Melainkan, kisah anak kedua kambing betina yang berusaha tetap hidup dengan pekerjaan seadanya. Disanalah ia bertemu dengan "anunya", perombak mimpi, pe...