Pertama kali Nia membuka mata pada hari berikutnya, tepat ketika cahaya matahari menyelinap masuk ke dalam kamar melalui celah-celah ventilasi yang ada. Ia terdiam, berusaha untuk membangunkan diri dari alam mimpi. Mimpi yang paling mengerikan sepanjang hidupnya. Ketika berusaha untuk bangun, seluruh tubuhnya merasakan sakit bukan main. Seolah tulangnya patah disana-sini. Dan Nia semakin dibuat sadar bahwa kejadian semalam itu memang benar nyata saat melihat pergelangan tangannya sedikit lebam.
Semalam begitu sampai rumah, Nia langsung mengurung diri di kamar. Ia hampir kehilangan arah dan tak tau harus berbuat apa. Disandarkannya tubuh lemah itu pada daun pintu yang keras, sambil meratapi apa yang baru saja terjadi. Tangis Nia pecah, semakin meledak saat ia tau sudah tidak ada siapa-siapa disana.
Berendam di bathub tanpa niat untuk beranjak sudah dilakukan oleh Nia cukup lama. Rasanya ingin terus seperti ini sampai mati. Seolah tidak peduli kala air tak berhenti mengalir dari keran diatasnya-menciptakan sensasi dingin menusuk kulit. Nia tak pernah menyangka bahwa ia akan merasa ada dititik paling tidak berharga dalam hidupnya. Ketika apa yang selama ini dijaga mati-matian, dengan mudahnya dirusak dalam satu kali sentuh.
Selama berjam-jam ia disana, benar-benar sengaja tak ingin beranjak. Bahkan sempat beberapa kali membenamkan kepalanya kedalam air, berharap tidak pernah bernafas lagi.
Paginya, hal yang sama terjadi. Nia terduduk dengan kepala yang terasa berdenyut. Tidur hanya dua jam membuat semuanya semakin terasa buruk. Bahkan kali ini mulai menggigil karena efek berendam semalam. Air matanya kembali terjun bebas, seolah tak ada kata asat untuk itu.
Jeffian..
Berapa banyak kata maaf yang mungkin akan ia lontarkan kepada kekasihnya itu. Laki-laki baik yang telah menjaganya selama ini, namun apa yang terjadi tak sepadan dengan semua perlakuannya. Jeffian, disini Nia sedang tidak baik-baik saja. Hatinya remuk hanya karena membayangkan betapa hancur laki-laki itu ketika mengetahui bahwa wanita paling berharga dalam hidupnya disentuh orang lain. Apalagi orang itu adalah kakaknya sendiri.
Tangis itu dipaksa mereda, sembari mengatur nafas dengan susah payah. Atensi Nia tertuju pada ponsel yang berdering dari dalam tas. Sejujurnya, benda itu tak ia keluarkan sejak semalam. Dapat diduga siapa yang menghubunginya saat ini. Saat sudah dalam genggaman, Nia menarik nafas dalam-dalam. Berusaha untuk menetralkan kondisi, terlebih mempersiapkan diri agar tidak mengeluarkan tangis itu lagi.
"halo?"
Terdengar Jeffian menghela nafas lega diseberang sana, "astaga, akhirnya..kamu kemana aja gak ada kabar dari semalem? Aku nyariin tau, takut banget."
Secepat mungkin dibekapnya mulut dengan tangan, tak kuat. "maaf, Jeff."
"kamu baru bangun ya? Kalo ganggu lanjut tidur lagi aja, Nun. Cuma mau tau kabar kamu kok, soalnya terakhir bales chat pas lagi siaran." ucap Jeffian panjang lebar, terdengar sangat khawatir.
"Jeff.."
"hm?"
Pada akhirnya air mata itu memang tidak bisa dicegah. Mengalir dengan mulus menghiasi pipinya yang pucat. Nia meremas selimut kuat-kuat, terisak hebat untuk yang kesekian kali.
"Nun? Kamu kenapa?" tanya Jeffian, sadar bahwa ada yang aneh. Suara Nia jelas sekali memberi informasi bahwa disini ia-menangis. "kamu dimana, Nun?"
Sesaat dijauhkannya ponsel, sembari membersit hidung menggunakan lengan baju tidurnya. "aku di rumah," lirihnya.
"you are not okay, baby."
Seolah dapat mengetahui keadaan sang kekasih tanpa harus bertemu langsung dengan orangnya. Kelembutan suara Jeffian secara tidak langsung memberikan ketenangan kepada Nia. Memeluknya dari jauh. Jeffian berusaha menerka dibalik intonasi santainya itu, dan sayangnya tidak boleh dibenarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUN
FanfictionIni bukan kisah laki-laki berjas gagah yang berusaha untuk menggaet salah satu gadis incarannya. Melainkan, kisah anak kedua kambing betina yang berusaha tetap hidup dengan pekerjaan seadanya. Disanalah ia bertemu dengan "anunya", perombak mimpi, pe...