"ya, om? Pleaseee."
"om lagi kerja, Nia. Kamu mending pulang sana, bukannya nanti malem kerja?"
Sambil meneguk kopi hitamnya, sang paman yang bernama Ahmad itu memutar balik bangku yang tengah diduduki Nia kemudian mengibaskan tangan sebagai isyarat menyuruh keluar. Savage. Sedangkan si ponakan, yang juga sengaja datang ke kantor pemadam tengah hari bolong, langsung mencibir dan memasang ekspresi cemberut.
"om, ih. Bantuinnnn."
"gini nih kalo punya pacar, apa juga dibela-belain. Pacar pertama ya, Nia? Baru dibawa kemarin pas kumpul, tahun sebelumnya kan kamu masih jomblo."
"ya namanya juga pacar berarti kan sayang, hehehe." timpalnya dengan tawa terpaksa. Padahal dalam hati ingin sekali menenggelamkan kepala kedalam bak mandi karena telah mengada-ada. Jeffian bukan kekasihnya, hanya sebatas teman bertengkar.
Tak lama om Ahmad berdecak lagi. Kemudian kembali meminta Nia untuk segera keluar dari ruangan kerjanya itu. Takut-takut kalau ada panggilan darurat yang mengharuskan tim untuk bergerak saat itu juga. Lagi pula ini sudah lewat waktu istirahat siang, jadi tidak seharusnya ada tamu yang datang.
Om Ahmad adalah salah satu kepala tim rescue dari sekian banyak pemadam kebakaran di kota tersebut. Dan ia sudah bergelut dibidang ini sejak lulus sekolah menengah atas. Bisa dikatakan sudah sangat senior. Hobi bernyanyi, terutama kalau sedang kumpul keluarga. Oh, satu lagi, tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kediaman keluarga Nia. Maksudnya-tidak sampai keluar kota apalagi menyebrang provinsi seperti kerabat yang lainnya. Juga merupakan satu-satunya adik dari pihak mama yang memiliki koneksi tererat. Dalam hal apapun.
Bukannya menurut, Nia malah menolak untuk yang kesekian kalinya sebelum mendengar jawaban positif dari mulut pamannya itu. Ia memang habis mempromosikan Jeffian dihadapan om Ahmad, lalu berakhir dengan permohonan agar adik ibunya itu mau memberi kesempatan untuk membantu Jeffian bergabung dengan pemadam kebakaran.
"haduh, sekarang mana orangnya?" tanya om Ahmad.
Nia langsung tersenyum, "kuliah."
"nah, kalo dia mau kenapa gak langsung aja kesini? Ngelamar kerja sendiri? Mau jadi pemadam tapi nyalinya ciut, masa harus lewat kamu, gitu?"
"om, sabar. Nia jelasin nih ya," tahan gadis itu sambil bersiap untuk melanjutkan ucapannya, "ini ide Nia, jadi Jeffian gak tau apa-apa."
"lho, maksudnya?"
"iya, Jeffian emang gak tau apa-apa." ulangnya, "cuma kalo Nia perhatiin, dia kayaknya cocok buat kerja kayak gini. Biar lebih macho gitu-"
Om Ahmad lantas menyipitkan mata, tapi tidak curiga sama sekali. "sembarangan. Jadi petugas pemadam itu harus niat dari diri sendiri, Nia. Dia gak bakal bisa kerja kalo dipaksa. Karena tugas kita itu berat."
"ngertiii." balasnya yakin, "om harus kenal dulu sama orangnya deh biar enak."
"kemarin juga udah ngobrol."
"nah, lanjutin sampe erat."
"kamu tuh yang erat. Cium-cium depan om."
Lagi-lagi Nia tertawa dengan bentuk suku kata. Kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. Kalau itu sebenarnya hanya karena ingin coba, serius.
"dia bisa berenang?"
Yang ditanya terdiam sejenak sembari menerawang pikirannya sendiri. Lalu mengangguk antara yakin dan tidak. Hei, siapa juga yang mengetahui semua itu? Nia dan Jeffian baru bertemu belakangan ini. Dan setiap kali bertatap muka, mereka selalu adu mulut. Hanya saja untuk saat ini, menjawab yang baik-baik adalah poin utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUN
FanfictionIni bukan kisah laki-laki berjas gagah yang berusaha untuk menggaet salah satu gadis incarannya. Melainkan, kisah anak kedua kambing betina yang berusaha tetap hidup dengan pekerjaan seadanya. Disanalah ia bertemu dengan "anunya", perombak mimpi, pe...