38• DOKTER KANDUNGAN

2K 320 69
                                    

Ditengah keheningan kamar itu, Nia terdiam. Merasakan tangan Jeffian kini melingkari perutnya dari belakang. Hingga tak ada jarak lagi yang tersisa. Mereka memang tengah berbaring dikasur sejak beberapa menit lalu. Tapi belum ada yang bersuara setelah adegan pagi tadi yang cukup menguras emosi.

Meski belum sepenuhnya menyangka, namun setidaknya kini Nia dapat merasakan ketenangan didalam hati. Dirinya dibuat jatuh semakin dalam kepada laki-laki bernama Jeffian Irsyadi itu, ketika dijanjikan akan dinikahi. Padahal seharusnya bukan seperti ini. Bukan Jeffian yang harus menanggung akibat dari perbuatan orang lain. Dan bukan Jeffian yang harus mengorbankan diri.

Hanya saja Jeffian merasa banyak berhutang budi pada kekasihnya itu. Ia tak berniat meninggalkan Nia sama sekali, bahkan setelah mengetahui kenyataan pahit yang menimpa mereka. Sekarang adalah tugasnya untuk menuntun Nia dari kehidupan yang gelap. Tak dibiarkannya ia sampai jatuh sendirian. Sekali lagi, tak akan pernah.

"aku akan bilang papa dan mama kamu secepatnya,"

"no, Jeff."

"kenapa?"

Nia memutar posisi hingga mereka berhadapan. Dipandanginya manik hitam itu dengan sendu.

"aku gak siap." ucap Nia pelan. "i've never been ready for this."

Jeffian belum menimpali, hanya balas menatap Nia dengan sorot tenang. Emosional mereka sudah terkendali kali ini, namun kesedihan jelas sekali tak dapat disembunyikan.

Tangan gemetar Nia bergerak, menyentuh wajah Jeffian dengan sangat hati-hati. Masih belum pernah membayangkan bahwa ia akan menghancurkan kesucian cinta yang telah sukses mereka bangun sekian lama. Silahkan katakan jika kalian bosan, tapi—seolah mata air didalam kelopak indah itu juga tak kunjung asat. Karenanya Nia tak berniat menahan kali ini. Membiarkan cairan bening mengalir membasahi lengan Jeffian yang menyangga kepalanya.

"Jeffi.." lirihnya, "aku minta maaf."

Entah sudah berapa kali kata maaf keluar dari mulutnya. Entah sudah berapa banyak tenaga ia habiskan hanya untuk menumpahkan perasaan menyesalnya itu. Tapi nampaknya masih belum bisa menebus semua kesalahan yang ada. Nia menarik nafas, mengisi setiap ruang dalam paru-parunya yang hampa lara. Masih terisak sesekali.

"kamu seharusnya enggak perlu gantiin posisi itu."

"dan aku biarin kamu sendirian sampe anak itu lahir? Karena aku gak akan pernah ikhlas siapapun buat nyentuh kamu, Nun. Termasuk Sadam sekalipun." Jeffian meraih tangan Nia yang masih setia menyentuh wajahnya, "minta maaf sekali lagi."

Nia tertegun sejenak, menatap sekilas tangannya yang kini berada dalam genggaman Jeffian. "aku minta maaf." ucapnya menuruti.

Detik berikutnya, Jeffian mendekatkan diri. Langsung memberi kecupan pada bibir kemerahan Nia seperti yang biasa mereka lakukan belakangan ini. Maaf telah melanggar janji untuk tidak melewati batas, tapi rasanya sulit untuk menahan diri. Tidak peduli dengan siapa lumatan demi lumatan itu berlabuh, yang ada dibenaknya hanyalah bagaimana bisa membagi perasaan tanpa perlu saling berkata.

Jeffian sedikit merentang jarak, gantian membelai lembut sisi wajah sang kekasih. Tanpa melepas fokus dari kedua mata berair itu sama sekali. "aku udah maafin kamu. Jadi, jangan pernah nangis lagi karena alasan apapun. Bayi ini, biar aku yang jadi ayahnya, kamu ngerti?" ucapnya penuh penekanan.

Nia mengerjap, terlalu kaget untuk menjawab. Lidahnya mendadak kelu dan kehilangan fungsi. Dan setiap kata yang Jeffian ucapkan kepadanya seolah menuntut untuk selalu diikuti.

"kenapa diem?" tanya cowok itu datar.

"i'm not virgin anymore, Jeffi."

"aku..ikhlas. Mana lagi yang mau kamu konfirmasi?"

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang