34• KEHANCURAN

2K 337 150
                                    

Kehidupan berjalan normal seperti tidak terjadi apa-apa. Dibalik senyum penuh kehangatan yang terpancar dari wajahnya, Nia menyimpan banyak luka yang mungkin sulit untuk disembuhkan. Beberapa waktu telah terlewati, tampak baik sejauh ini. Berada dilingkungan yang sehat membuatnya perlahan bisa mengesampingkan fakta, menggali tangga untuk bangkit dan terus melangkah maju. Walaupun kalau mau diibaratkan, Nia adalah kumpulan puzzle yang kehilangan satu potongannya. Tidak lagi utuh.

Hubungannya dengan Jeffian juga masih seperti biasa. Mereka pasti dan akan bertemu jika ada waktu luang, dan Nia masih suka menemani ibu kalau kekasihnya itu sedang bekerja. Beberapa kali informasi yang sampai ke telinganya adalah Sadam memang sempat kesini, tapi sekarang sudah kembali ke Magelang. Katanya, ibu dan Jeffian lebih senang berada disini. Mulai terasa kehidupan di rumah itu setelah sekian lama mati. Karena..Nia yang membangkitkan mereka.

Sekarang siapa yang telah berjasa atas hidup orang lain itu justru sedang berada diambang jurang. Pernah terbesit dalam benaknya untuk segera mengakhiri hidup, namun lagi-lagi semua tentang Jeffian mampu menahannya secara batin. Pikirnya, selama tidak terjadi masalah susulan, semua bisa dikendalikan dengan baik. Meski harus hidup diatas kebohongan selamanya.

Akhir pekan ini Jeffian mengajak Nia untuk pergi dengan alasan mereka belum pernah berkencan seperti yang kebanyakan pasangan lakukan diluar sana. Tadinya sempat bingung untuk pergi kemana dan melakukan apa. Karena makan di restoran mahal, menonton film terbaru, atau pergi ke toko buku sudah menjadi hal yang paling monoton untuk dilakukan. Dengan penuh percaya diri, Nia memberi ide. Ya, walaupun Jeffian harus berpikir ratusan kali sebelum akhirnya menyetujui rencana tersebut—berpiknik ala drama Korea.

"terlalu banyak nonton drama kamu, Nun. Ini gak ada genteng gitu ya, bisa gosong kulit aku kena matahari."

Nia yang sedang sibuk melepas tumpukan kotak makan langsung mendelik sebal. Mereka baru duduk disini sekitar lima menit, tapi Jeffian sudah berceloteh panjang lebar tanpa jeda.

"mas banweer, bisa diem gak? Kamu biasa kepanasan pake baju tahan api juga, masa gini aja ngeluh sih. Kesinian dong duduknya, kehalang pohon gak terlalu panas kok."

Jeffian terdiam sesaat sebelum berpindah ke sebelah sang kekasih. Mereka memang sudah reservasi tempat sebelum datang, dan dibawah pohon adalah pilihan paling tepat. Omong-omong, tempat ini sejenis objek wisata atau bisa juga disebut taman budaya. Hamparan danau luas dengan banyak teratai raksasa tumbuh dipermukaan airnya seolah menjadi oasis ditengah kota yang mulai gersang ini. Sering menjadi tempat pelarian bagi para pekerja keras yang bosan dengan hiruk pikuk kehidupan dunia berdasi.

Hari ini Jeffian memakai kemeja flanel kotak-kotak berwarna perpaduan antara biru dan ungu gelap, sementara Nia tumben sekali mengenakan dress dengan motif yang sama. Niatnya mau couple-an, tapi yang terjadi malah seperti sekelompok taplak meja yang sedang kencan. Karena apa? Karena mereka duduk dialas berupa karpet tipis yang juga memiliki motif kotak-kotak. Astaga.

Selesai menata rapi beberapa makanan yang dibawa, Nia meminta Jeffian untuk memakannya. Mereka membuat semua itu sebelum berangkat, semua atas anjuran Nia.

"kok gak disuapin?" tanya cowok itu.

"tempat umum, Jeffi."

"selalu bilangnya tempat umum, padahal kalo cuma berdua malah kamu yang minta disuapin."

"ya kan berdua, beda situasi dong." kekehnya.

Sambil bersungut-sungut, Jeffian mengambil garpu yang diberikan Nia untuk mengambil potongan nugget ayam yang sejak tadi menggugah seleranya. Dilanjut dengan percakapan-percakapan ringan yang membuat keduanya semakin akrab. Saling melengkapi.

✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang