Hari berikutnya, pagi-pagi sekali Nia sudah disambut dengan kedatangan Jeffian yang tanpa memberi kabar apapun sebelumnya. Kondisinya saat itu baru bangun tidur, mama dan papa bahkan belum berangkat. Nia enggan keluar kamar sejak kemarin, dan orangtuanya memaklumi, asalkan anak mereka masih mau makan. Namanya juga lagi putus cinta, begitu kesimpulan yang ada.
Alasan bagaimana Jeffian bisa langsung ke kamarnya karena memang sudah meminta izin lebih dulu. Begitu pintu dibuka, Nia terdiam kaku. Saling bertukar pandang dengan Jeffian selama beberapa saat, sebelum cowok itu mengambil alih kenop pintu dan menutupnya rapat-rapat.
Diluar dugaan, Nia terkesiap saat Jeffian menarik bahunya dengan gerakan yang sangat pelan dan merengkuhnya. Tadinya ia pikir, Jeffian akan marah lagi. Kemungkinan terbesarnya hari ini adalah akhir dari hubungan mereka. Karena kalau dipikir dengan logika, laki-laki mana yang mau dengan perempuan seperti dalam kasus yang menimpa dirinya ini.
Setiap manusia pasti memiliki suka dan duka tersendiri dalam hidup. Kadar kesulitannya pun berbeda-beda, tidak bisa dikatakan siapa yang lebih berat masalahnya. Jeffian pernah berada pada titik nol sebelum menjadi seperti sekarang ini karena seseorang. Dan seseorang itu yang kini sedang merasakan ada difase paling buruk dalam hidupnya. Iya kan?
Orang yang pernah disakiti, mungkin akan memiliki dua kemungkinan yang terjadi di kemudian hari. Mengikhlaskan, atau mendendam. Keduanya pun menyimpan alasan yang sama, yaitu karena pernah merasakan betapa sulitnya berdiri dengan satu kaki. Jeffian bisa saja menuntut Sadam, membalasnya dengan hal yang mungkin takkan pernah bisa dibayangkan. Tapi kembali lagi—mau sebenci apapun ia terhadap Sadam, laki-laki itu tetap menjadi kakak yang pernah berbagi rahim dengannya.
Tidak ada orang yang bahagia jika tertimpa musibah. Tapi ada orang yang percaya bahwa dibalik musibah, akan datang hari baik dimana mereka akan menari tanpa perlu merasakan beban. Entah kapan itu datangnya, tapi yang pasti waktu tidak akan pernah berdusta dengan kenyataan.
Semesta memiliki banyak kejutan, seperti contohnya yang ada sekarang ini. Jeffian bukan raja yang berhasil menududuki kursinya karena orang lain, lalu bertingkah seolah lupa bahwa bukan hasil usahanya sendiri sehingga ia ada disana. Ia hanya merasa tak pantas bahagia, kalau sang ratu saja tidak merasakan itu. Anak yang ada dalam kandungan Nia, akan bernasib sama dengan dirinya karena tak memiliki ayah. Dan Jeffian hanya tidak ingin membiarkan semuanya terjadi lagi.
Itulah yang membuatnya mengambil keputusan mutlak.
Ttok ttok ttokk
Dua orang itu tersentak ketika pintu diketuk dari luar. Cepat-cepat Jeffian mengurai dekapannya, lalu menggeser posisi agar merapat pada tembok. Sementara Nia yang akan membuka pintu. Strategi itu tersusun begitu saja tanpa direncanakan.
"papa sama mama berangkat."
Nia mengangguk, "hati-hati, pah."
"oke, see you."
"see you."
Baru beberapa langkah, pria paruh baya itu memutar balik tubuh. Membuat Nia juga otomatis melihat kearahnya dengan sorot was-was.
"Jeffian mana?"
"toilet." ia terpaksa berbohong.
"oh, oke. Papa jalan dulu." pamitnya sekali lagi tanpa curiga sama sekali.
Nia memastikan bahwa kedua orangtuanya telah pergi, baru berani berinteraksi kembali dengan Jeffian. Dilihatnya cowok itu masih berdiri ditempat, persis manekin yang sering dipajang pada toko-toko pakaian.
"mereka udah berangkat, ayo keluar."
"aku mau ngomong sama kamu."
Iya, sudah dapat ditebak. Namun nampaknya terlalu pagi untuk membicarakan masalah berat itu. Nia masih perlu menyelesaikan beberapa aktifitas rumah, dan semuanya tidak bisa dilakukan jika mata kembali sembab. Sambil mengangguk singkat, ia menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Aku di-113 // JUNG JAEHYUN
FanfictionIni bukan kisah laki-laki berjas gagah yang berusaha untuk menggaet salah satu gadis incarannya. Melainkan, kisah anak kedua kambing betina yang berusaha tetap hidup dengan pekerjaan seadanya. Disanalah ia bertemu dengan "anunya", perombak mimpi, pe...