25

21.8K 1.2K 33
                                    

Jangan terkejut, ini aku yang asli. Sifat yang selama ini aku sembunyikan.

Warning!!! 🚨
Please please, buat kalian yang udah baca part-part awal cerita aku sampai detik ini. Cuma mau bilang, ambil amanat yang baik-baik nya aja, yang buruk buang aja. Still remember, setiap tindakan ada konsekuensinya😊

Udah, cekidot!!!

Farrel menselonjorkan kaki nya di lantai, bersandar pada sofa yang berada di belakangnya. Matanya terpejam karena masih di pengaruhi obat itu. Ia tertawa pelan saat delusi mengambil alih kesadarannya, ada kebahagiaan yang ia rasakan. Di tempat gelap ini, ia menikmati obat yang sudah menjadi candu baginya. Tanpa seorang pun, hanya ada detikan jarum jam yang mengisi ruangan kosong ini.

Siapapun tidak boleh ada yang tau, siapapun tak boleh ada yang melihat keadaan menjijikan dirinya ini. Farrel terkekeh pelan, memejamkan matanya. Rasanya ia berada di dimensi lain, dimana ia mendapatkan kesenangan yang jarang ia dapatkan.

Tangan nya naik ke atas seperti menggambar wajah seseorang yang kini tengah tersenyum manis di benaknya, senyuman itu bahkan lebih manis dari gula jika senyuman itu bisa di cecap oleh lidah. Mata bulat itu bersinar memancarkan kebahagiaan, sangat indah mengalahkan keindahan bulan di malam hari. Rambut panjang nya tergerai, di terpa angin bak malaikat yang baru saja turun dari khayangan. Tawa itu, tawa yang ia yakini hanya delusi semata tapi terasa nyata di pendengarannya. Tawa polos nan lugu itu membuat Farrel tersenyum tipis.

Senyum Farrel makin mengembang saat dalam imajinasinya, wanita bak malaikat itu mendekat merangkul dirinya membantunya untuk bangun. "Cantik" gumam Farrel.

Saat ia ingin menyentuh wajah cantik itu, tiba tiba semua menjadi gelap. Gelap yang ia rasa, semua yang tadi ia rasakan hilang tergantikan oleh gelap yang menerpa. Tanpa bisa di cegah rasa kantuk itu menyelimutinya, membawanya masuk ke lingkaran gelap yang tak berujung.

Berkilo-kilo meter dari tempat dimana Farrel tengah "bersenang-senang" terlihat Dara yang menatap jendela kamar apartemennya.

Baru beberapa jam yang lalu ia dan Farrel bersama, namun laki-laki itu mengatakan harus pergi meninggalkan Dara sendiri lagi. Dara maklum dengan Farrel yang begitu sibuk, pasti sangat sulit bagi laki-laki itu karena harus membiayai dua orang sekaligus apalagi kebutuhan ekonomi yang begitu meningkat. Dara tau betul, Farrel pasti sedang berusaha mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dara merasa bersalah karena tak bisa melakukan apapun, tak bisa melakukan apapun untuk membantu Farrel. Tapi Dara selalu berdoa, apapun yang di lakukan oleh Farrel di luar sana semoga selalu baik-baik saja.

Farrel mengerjapkan matanya, lalu membuka secara perlahan. Ternyata pengaruh obat itu berlangsung lebih cepat dari yang ia perkirakan. Lalu tertawa sumbang menertawai dirinya yang menjijikan ini. "Sekali lagi, sekali lagi lu bisa narik gua ke tempat ini lagi" ucap nya sambil menatap barang bukti tersebut yang masih tergeletak di lantai.

Farrel berdiri dari posisinya, menepuk-nepuk badannya karena di penuhi dengan debu dari tempat ini. Lalu menghilangkan barang bukti, dengan segala kesadarannya ia melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu, tanpa berbalik. Tanpa berbalik Farrel meninggalkan tempat dimana ia selalu memperlihatkan semua kesakitan yang ia rasakan. Tempat itu menjadi saksi bisu dimana ia selalu memperlihatkan sosok Farrel yang sebenarnya.

Farrel melirik jam yang terlingkar erat di pergelangan tangannya, lalu menghembuskan napasnya kasar. Ia mengendarai motornya menuju sebuah club yang lumayan terkenal di kota ini. Dentuman musik memekakan telinganya, tanpa ragu ia memasuki tempat itu. Tanpa susah-susah untuk menunjukan indentitas pengenalnya.

Berandalan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang