53

14K 840 134
                                    

Heyooo!!

Jangan lupa untuk meninggalkan jejak, apapun itu aku sangat menghargainya.

Sorry for typo!!

Enjoy!!!

_________

Farrel melirik ke arah belakang, menampakan wanita yang tengah terisak di pelukan ibunya. Hatinya resah melihat Dara menangis sejak tadi, ingin sekali ia menghapus air mata wanita itu namun ia tak bisa.

Ia menghela napasnya, menundukkan kepalanya menatap kedua ujung sepatunya. Menghela napasnya kasar, ia mencengkram tali ranselnya kuat membuat urat-urat di tangannya terlihat.

"Sial!" Umpatnya.

Sekali lagi, ia menoleh ke arah belakang. Dara masih tetap sama, menangis di pelukan bundanya. Rana mencoba menenangkan putri semata wayangnya, mengelus rambutnya lembut.

Farrel memang harus berangkat sekarang, ia memilih penerbangan di pagi hari agar lebih cepat. Ia takut jika semakin lama ia menunda, Dara akan semakin susah untuk membiarkan dirinya pergi.

"Sekali lagi, dan semua akan selesai." Gumamnya.

Ia meyakinkan hatinya, menarik napas panjang menguatkan dirinya. Ia pasti bisa.

Farrel melangkahkan kakinya ke depan, menolak untuk menoleh ke belakang. Ia sudah mengucapkan kata perpisahan kepada Dara, dan itu sudah cukup untuknya. Sebentar lagi, hanya tinggal menunggu beberapa waktu dan mereka akan bersama seperti pasangan lainnya. Ia janji.

Jika ia tidak bisa membawa Dara ikut serta bersamanya pulang, setidaknya kedatangannya kesini tidak sia-sia. Hati Dara sudah di tangannya, dan itu sudah cukup baginya. Dara teramat mencintainya, semua masalah mereka, dia anggap sudah selesai. Ia sudah menceritakan beberapa hal yang harus di luruskan kepada Dara walau terselip kebohongan sedikit dan ada beberapa hal  yang ia sembunyikan. Biarlah itu jadi rahasianya sendiri.

Sebelum dirinya benar-benar pergi dari pandangan Dara, Farrel melirik sekilas ke arah belakang. Ingin rasanya dia lari ke arah wanita itu, merengkuhnya kedalam pelukannya dan mengatakan untuk jangan menangis. Mendekap wanita rapuh itu di pelukannya, menenangkan Dara dan membisikan banyak kata cinta. Tapi ia tidak bisa mundur dan membuat semua berantakan. Ia akan menunggu waktu yang tepat.

Tangisan Dara pecah saat tak lagi melihat tubuh Farrel, ia menangis sejadinya. Ia ingin mengejar laki-laki itu yang telah berani mencuri hatinya, namun dirinya di tahan oleh ayahnya. Dara tau, harusnya ia tak seperti ini. Ia sadar seharusnya ia mengantar Farrel dengan senyuman yang  manis, namun ia tak bisa berbohong jika hatinya di rundung kesedihan. Ia tak sekuat itu ditinggalkan kembali oleh orang yang sama untuk yang kesekian kalinya.

"Farrel" panggil Dara lirih.

"Bunda, Farrel udah pergi bunda" isak Dara di pelukan bundanya.

Derina mengerti perasaan anaknya, baru saja putri kecilnya kembali menemukan cintanya namun kembali lagi mereka harus terpisah.

"Jangan nangis lagi sayang, Farrel kan udah bilang sama kamu kalau dia gak mau kamu nangis" ucap Derina sambil mengusap air mata Dara yang masih saja jatuh membasahi pipinya.

Rana menghela napasnya, merasa kasihan pada putrinya. Ia tak bisa berbuat banyak, ia akan hanya menjaga Dara sebagaimana mestinya dan sebagaimana amanat Farrel.

"Udah sayang, Farrel gak akan suka kalau liat mata kamu bengkak. Kamu mau di ledekin sama dia? Udah ya, kita pulang sekarang" ajak Rana sambil mengelus sayang kepala Dara.

Dara enggan untuk pulang, ia masih berharap Farrel akan berlari ke arahnya dan memberikan pelukan hangat yang menjadi ciri khas laki-laki itu. Mendekapnya erat seakan tidak mau melepaskan satu sama lain. Dia ingin menunggu disini.

Berandalan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang