18

23.5K 1.3K 13
                                    


Heyoo!!!

Jangan lupa untuk meninggalkan jejak, apapun itu aku sangat menghargainya.

-18-

Farrel menghembuskan asap rokoknya ke udara, menikmati setiap kenikmatan yang di berikan oleh nikotin yang ia hisap. Seakan semua masalahnya menguar bersamaan dengan hilangnya asap rokok yang ia hembuskan tadi.

Farrel mendudukkan dirinya di sebuah warung yang biasa ia jadikan tempat untuk membolos bersama ke empat temannya, Farrel sedikit menyunggingkan senyum sinis nya. Akhirnya ia terbebas dari tempat yang bernama sekolah itu. Ia tak harus repot untuk mencari celah untuk bolos, kupingnya tak harus panas mendengar ocehan guru, dan ia tak perlu lagi menerima surat yang harus di sampaikan kepada orang tua. Jika mendapat pun, ia akan memberikannya pada siapa? He life alone.

Farrel terkekeh pelan, pasti ke empat temannya itu sedang kepanasan mendengar semua penuturan guru di sekolah. Dan Farrel yakin, mereka tak bisa membolos karena selama ini hanya Farrel lah yang selalu berhasil membuka akses untuk pergi bolos bersama. Anggaplah ia sebagai kunci, ah dia menjadi bangga kepada dirinya sendiri.

Sudah 3 batang rokok yang ia habiskan, namun ia masih enggan untuk beranjak dari tempat ini. Ah jangan lupakan Dara, wanita itu ia tinggalkan di mall itu setelah ia membentaknya. Dara bisa pulang sendiri, pikirnya. Mengenai Dara, jujur saja Farrel masih bingung bagaimana harus menyikapi wanita itu. Kadang ia merasa sangat jengkel dengan wanita itu, benci, kasihan semuanya bercampur menjadi satu. Maka dari itu sikapnya selalu berubah kepada Dara, toh perempuan itu biasa saja saat Farrel lalukan hal itu pada Dara. Tak ada protes san atau keluhan membuat ia berpikir jika Dara tak keberatan dengan sikapnya.

"Den, gak sekolah?" Tanya buk Kentung yang membuat Farrel menatap wanita paruh baya itu.

"Engga" balasnya sambil kembali mematik api untuk membakar kembali satu batang rokoknya.

"Walah, kamu ini bolos terus ya! Mau jadi apa kamu nanti" omel buk Kentung.

"Jadi manusia lah"ucap Farrel cuek. Ia sudah menganggap buk Kentung sebagai keluarganya.

"Duh gusti! Terserah den aja" ucapnya lalu kembali mengerjakan kegiatannya.

Farrel mengangkat bahunya acuh, lalu melirik hp nya yang berbunyi.

Bendi?

Farrel mengernyitkan keningnya, lalu dengan malas Farrel mengangkatnya.

"Apaan" ucap Farrel malas.

"Ya elah Rel, baru juga di angkat bicara nya udah judes gitu. Sakit hati dedek mas"

"Najis!"

"Rel, gua gak kuat lagi kayak gini. Kita semua gak kuat Rel" ucap Bendi lebay membuat Farrel menjauhkan hp nya lalu menatap heran ke layar hp nya.

"Gak usah lebay, najis anjir!" Sentak Farrel merasa geli mendengar Bendi bicara tadi.

"Dengerin dulu makanya! Kita berempat kena sial, bangsat! Lu tau? Kita di suruh jawab soal matematika yang banyaknya gak kira-kira. Gua perkalian empat aja kagak hafal, gimana mau nyelesainnya"

"Lu tau kita semua, setidaknya di antara kita berlima cuma lu yang otaknya sedikit isi. Lah kita mah kosong bolong! Apalagi Dika yang otak nya bokep terus"

"Awhh!"

Farrel mendengar suara ribut di sebrang sana, huh kenapa ia mempunyai teman seperti ini.

Berandalan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang