39

18.6K 1K 125
                                    

Heyoo!!

Dorrrr!

Kaget gak?  Kaget dong biar aku seneng:)

Stay safe!

Sorry for typo!!

Enjoy!!!

"Kalau semua orang benci gua, terus siapa yang sayang sama gua Dar?"

________Part sebelumnya________

-How can-

🤐🤐🤐

Farrel menegakkan kepalanya, menjauhkan tangannya dari kepala Dara. Ia menatap Dara yang kini mendongak menatap dirinya. Farrel menatap mata Dara yang berlinang air mata, ia gagal lagi.

Farrel menghembuskan napasnya kasar, ia mengalihkan pandangannya, membuang wajahnya merasa enggan menatap Dara.

Dara terdiam, setelah situasi yang awkward tadi. Ia bingung, haruskah ia menampar Farrel karena telah menciumnya dengan lancang, atau memeluknya karena melihat laki-laki itu begitu rapuh.

Jujur, Dara tak pernah melihat Farrel selemah ini, tatapan Farrel saat berbicara tadi sarat akan frustasi, kekesalan, kekecewaan, marah, dan sedih. Dara mungkin belum bisa memaafkan Farrel, ia mungkin belum bisa menerima Farrel lagi. Tapi ia tidak bisa melihat seseorang yang terlihat begitu rapuh.

"Mending sekarang lu pulang, keluarga lu pasti nunggu lu" ucap Farel datar.

"Sorry buat yang tadi" ucap nya lagi sambil pergi meninggalkan Dara.

Ia mengepalkan tangannya, enggan menoleh ke belakang menatap Dara lagi. Ia berjalan menjauhi Dara, untuk hari ini sudah cukup. Ia tak mau terpancing emosi lagi, hati nya sakit saat mendengar ucapan Dara.

Ia tak masalah jika orang lain menilainya buruk, ia tak masalah jika orang lain membencinya, ia tak masalah jika tak seorang pun yang mengharapkan dirinya. Tapi jangan Dara, jangan wanita itu.

Farrel malu untuk mengakui jika wanita itu penting baginya, empat tahun bukan waktu yang sebentar untuk mempersiapkan semuanya. Ia merancang banyak hal agar wanita itu kembali padanya.

Dara, wanita polos nan lugu yang dulu pernah ia permainkan hatinya. Sekarang, ia mengakui wanita itu amat penting untuknya. Dara, telah melewati batas aman yang telah ia tetapkan selama ini, membuat ia merasakan rasa yang ia benci. Rasa takut kehilangan, lagi.

Dalam diri Dara, Farrel melihat sosok mamanya. Dara yang penurut, Dara yang lemah lembut, Dara yang pemalu, Dara yang pintar, semua hal itu mengingatkan dirinya pada mendiang mamanya. Hanya mamanya lah yang mau menerimanya, hanya mamanya lah yang dengan senang hati menyayanginya di saat semua orang membencinya, mengharapkan kematiannya.

Dan di saat mamanya pergi, Farrel bertemu lagi dengan sosok wanita yang sama persis dengan mamanya, dan wanita itu Dara. Perasaannya sakit saat mendengar Dara juga membencinya, ucapan Dara seperti jarum yang dengan ganasnya menghujam hatinya.

Jika Dara saja membencinya karena sikapnya pada wanita itu, lalu bagaimana dengan mamanya di sana? Mamanya pasti malu mempunyai anak seperti dirinya. Mamanya pasti juga ikut membencinya.

Farrel menendang tumpukan salju yang berada di sisi jalan dengan kesal.

"Gua gak suka lu ngomong kayak gitu! Gua gak suka!"

"Kalau tau gini, gua dulu gak bakal pergi Dar."

"Gua bakal terus sama lu, walau dalam jangka waktu yang sebentar, kalau tau gini, gua gak bakal pergi ninggalin lu"

Berandalan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang