31

21.5K 1.1K 65
                                    

Heyooo!!!!

Ada yang kangen tidak:v

Engga!!.

Ya udin, aku kaboor lagi muehehe.

Updatenya kapan aja ya?.

Jadi cerita ini aku tetapin update 5 hari  berikutnya setelah update-an terakhir.

Ngerti kan?

Nah, di chapter kali ini mungkin agak membingungkan.

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak agar aku semangat hehehe.

#Readtogether
#Dirumahaja

Stay safe!!

Sorry for typo!!

Enjoy!

-Dengan Caraku-

Bangkit dengan cara mu sendiri. Karena tak selamanya orang bisa membantu mu bangkit dari keterpurukan. Terbiasa lah sendiri, karena tak selamanya orang akan selalu berada di sisi mu.

"Pergi" lirihnya.

Farrel berdiri tegap di hadapan Dara yang kini tengah menangis.

Farrel bahkan tak bergerak barang sejengkal pun selama satu jam terakhir ini. Ia masih diam menatap Dara yang terus terisak dan menangis saat ia mengetahui bahwa calon anaknya telah tiada.

Tak ada niatan untuk menenangkan, tak ada niat untuk meninggalkan.

Farrel masih berdiri selama itu hanya untuk menatap Dara yang terus menangis, membiarkan wanita itu meluapkan semua emosi yang ia pendam. Membiarkan wanita itu larut dalam kesedihannya.

Dara sudah sadar beberapa jam lalu, saat pertama kali ia membuka mata ia langsung menanyakan janinnya.

Bendi, Reza, Dika dan Adit yang menemani Dara pun tak berani menjawab. Membiarkan Dara bergulat dengan pikirannya.

Mereka berempat merasa tak berhak untuk mengatakannya pada Dara. Dokter pun mereka minta untuk tidak mengatakan apapun.

Sampai dimana semua menjadi hantaman keras untuk Dara saat Farrel datang dan mengatakan jika calon anaknya telah tiada.
Dara menolak untuk percaya, tapi air matanya terus menetes membanjiri pipinya.

Merasa tak berhak, Bendi dan ketiga temannya meninggalkan Dara dan Farrel berdua. Membiarkan mereka menyelesaikan masalahnya.

"Dara, Dara bukan ibu yang baik" gumam Dara sambil meraba perutnya.

"Tuhan pasti marah sama Dara, Dara gak bisa menjaga titipannya dengan baik" Dara mulai terisak lagi.

"Bahkan Dara gak bisa mempertahankan anak Dara agar bisa melihat dunia" lirih Dara sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tangisannya semakin menjadi mengingat calon anaknya yang tak bisa ia pertahankan.

"Dara pembunuh! Dara pembunuh!" Teriak Dara hilang kendali.

Farrel masih dia dengan mulut yang terkatup rapat, enggan berbicara atau berkomentar. Enggan menenangkan atau pun meninggalkan Dara untuk sendiri.

Berandalan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang