65

872 12 0
                                    

"namaku prisila gita' kalau boleh tau namamu siapa tampan..."

"maaf... Aku males ngadepin cewek..."

Jiki menjauh dari kami' kulihat keara menyusul jiki... Aku mengatakan maaf dan menjauh dari mereka? Waktu aku menengok kebelakang!! Wajah prisila gita nampak marah... Marah sama jiki atau keara.

Lagian keara juga sih dekatin jiki melulu... Kan jadinya berabe gini urusanya? Selama jiki masuk sma? Gak pernah ada cewek mendekatinya... Mala jiki yang sering ngedekati cowok! Nih anak normal apa enggak sih.

Selama sembilan bulan keara gak ada kabar' sampai aku khawatir, melamun sendiri, jantungku berdebar merasa cemas, bahkan jiki juga bertanya kepadaku... keara kemana? Walaupun jiki males ngadapin keara tapi aku sering lihat jiki diam-diam ketawa jika lihat aku sama keara ngelucu.

Aku yang baru keluar dari perpustakaan, mendengar kalau para guru mengobrol tentang rumah sakit' di karnakan aku cukup dekat dengan para guru… jadinya udah biasa ikut campur urusan percakapan mereka tapi bukan berarti aku anak nakal.
"Eh… pak, permisi…"

"Nah… ketemu juga akhirnya…"

"Ah… ea… pak' ada apa ya! Oh ia… tadi bapak lagi ngobrolin apa ya. Kayaknya kelihatan serius bener deh, he… he…' boleh toh kepoin sedikit…"
Yang membuatku kaget, mereka malah kelihatan cemas.

"Temanmu, keara' ada di rumah sakit…"

Gimana gak kaget, kalau ternyata temanku masuk rumah sakit.
"Rumah sakitnya dimana?…"

"Aku akan mengantarmu, dan kau pak jimi… izinkan aku dan diago untuk hari ini. Kami akan ke rumah sakit…"

"Ia pak iwan saya akan izinkan kalian, hati-hati di jalan…"

-

Sampai di rumah sakit, yang kudapati' ruang operasi terbuka menampakan seorang dokter yang keluar membawa bayi berbalut selimut tebal yang ada di gendonganya dokter itu.

"Apa ada keluargah dari pasien tersebut…"

Dengan cepat aku menjawab.
"Saya keluargahnya dok…"
Yang membuatku aneh, dokter ini malah tersenyum.

"Selamat, anaknya laki-laki' ini anaknya…"

Loh… anak… anak siapa? Dokter itu memberikan bayi ini kepadaku dan aku menggendongnya.
"Eh… dokter, keara… keara dimana' apa saya bisa bertemu denganya…"

"Maaf… kalau masalah itu ibunya gak bisa di selamatkan lagi, di karnakan dia banyak mengeluarkan darah dan gak ada yang mau menolongnya' bisa di bilang nyawahnya tadi masa keritis dan sampai dia gak sadarkan diri lagi. Saya sungguh menyesal jika kami tidak bisa menyelamatkan ibunya, tapi dia tadi menitipkan surat ini kepada saya…"

Kuambil kertas itu yang ada di tangan dokter, sedangkan dokter mengatakan permisi dan masuk ke ruang operasi lagi? Waktu kubaca surat ini… bertuliskan tentang dirinya! Karna kutau? Dia waktu masuk SMA gak pernah mau cerita apapun kepadaku tentang masalah keluargahnya.

Hatiku ya hancur... Kecewa' dendam kepada orangtuanya dan pacarnya... Sampai kapanpun? Aku gak akan pernah memaafkan mereka! Karna apa... Mereka gak peka sama perasaanya keara.

Kertas yang kubaca ini adalah suratnya, kualihkan penglihatanku kearah anak ini' malahan anak tanpa dosa ini akan menjadi saksimata dari kenanganmu keara… aku berjanji, aku akan merawatnya sampai di besar nanti.
"Pak iwan, trimakasih banyak udah mau memberitaukan soal keara' kalau gak ada bapak. Aku pasti gak akan tau masalah tentang ini…"

"Sama-sama nak, kalau begitu kita ketempat' resepsonisnya dulu' bayar tagihanya…"

Aku dan pak iwan menuju ketempat resepsonis dan menelpon sebentar papaku.
"Pa… bisa minta tolong gak, Aku minta uang dong 15 juta…"

"…"

"Untuk tagihan rumah sakit, aku di rumah sakit sehman' cepat kem-"
Perkataanku terpotong.

"…"

"Aku gak sakit, tapi ada perlu' nanti kita jelasin jika papa dan mama udah nyampai di rumah sakit…"

"…"

-

"Papanya diago…"

"Iwan, Gurunya diago…"

Mereka bersalaman' termasuk juga mamaku, aku belum menjelaskan kepada papa dan mama tapi mereka udah membayar tagihan uang rumah sakit ini' tiba-tiba saja yang membuatku kaget? Jiki berlari kearahku dan menggenggam pipiku.

"Kak… kau gak apa-apakan?…"

"I… ia, a… aku gak apa-apa' bisa kau lepaskan tanganmu dari wajahku…"
Dia melepaskanya dan tak lupa cengengesan seperti orang bodoh, tapi pandangan mereka tertuju kearahku! Yang membuatku terkejut obrolan papa, mama, dan jiki… sama' kompak bener mereka bertiga.

"Anak siapa itu?…"

"Sekarang dia jadi tanggung jawabku, dan anak ini akan menjadi anaku…"senyum.

"Ahh…"

Apa mereka gak punya malu, berteriak sekencang itu di dalam rumah sakit ini.
"Papa, mama, dan jiki. Pasti taukan dengan keara. Ayo ikut aku, dia sekarang di ruang mayat…"

"Ah… diago, jangan bercanda' apa kau gila. Mana mungkin keara ada disana…"

"Mama… kita bisa buktikan' anak sulung mama gak pernah berbohongkan. Ikuti saja aku dan pak iwan' ayo pak…"
Bapak iwan hanya menganggukan kepala saja, setelah kami sudah berada di kamar mayat' dokter dan suster sudah menyiapkan kain putih untuk menutupi tubuh dan wajahnya tapi kutahan dulu.

"Bisa tinggalkan kami dok…"
Dokter dan suster keluar dari sini, waktu wajahku melihat kearah papa dan mamaku… mereka nampak sedih begitu juga dengan jiki' bahkan aku juga gak sadar kalau airmataku mulai jatuh.
"Ini pa, jika belum kurang jelas…"
Kuberikan surat itu pada papa' dan mereka bertiga membacanya? Sedangkan tanganku terus menggenggam tanganya keara bahkan pendengaranku gak jelas mendengar perkataanya mereka bertiga, tanganku berkeringat, tubuhku panas dingin, dan mataku buram karna airmata yang terus jatuh menetesi pipi.
"Kenapa… kau gak mau cerita sama aku, kalau kau punya masalah' bahkan aku rasa anakmu juga sangat sedih denganmu. Walaupun anakmu gak tau apa-apa dan tidur nyenyak di gendonganku' tetap saja aku tau… dia pasti sangat kesepian tanpa ada kamu disini. Keara…"sedih. "Besok, kami akan memakamkanmu dan aku gak tau harus mengajak siapa untuk menghadiri pemakamanmu. Tapi kau jangan sedih? Walaupun gak ada keluargahmu. Tetap saja ada aku, anakmu, dan keluargahku yang menghadiri pemakamanmu besok… aku harap kau beristirahat dengan tenang di atas sana…"

Flhasbeck off.

Bersambung

MERTUA'KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang