2.2: Catatan II; Riko Abdillah Ali (33), Satpam

469 54 1
                                    

14 Mei 2022
--

Aku Riko Abdillah Ali, umurku 33 tahun. Aku adalah satpam di kampus ini.

Mengikuti langkah Mas Radit, aku juga akan membuat hal yang sama. Mungkin tidak sedetil semuanya, maaf, karena aku menderita Alzheimer tahap 3, dimana pada level ini, fungsi ingatanku tidak lagi sekuat orang normal.

Baiklah. Malam sebelum kejadian, aku dan anggota yang lain diinstruksikan oleh komandan kami untuk long shift dikarenakan banyaknya mahasiswa yang begadang untuk mempersiapkan pelaksanaan demonstrasi dan longmarch menuju DPR esok pagi.

Desas-desus yang kami dengar, mereka akan mendemo rencana kebijakan pemerintah dalam skala besar. Mereka bilang, mereka terinspirasi dari demonstrasi 1998 dan 2019 silam.

Paginya, jumlah mahasiswa yang memenuhi jalan di depan gedung semakin membludak. Mereka membawa berbagai macam poster yang berisikan protes dan lengkap dengan almamaternya masing-masing.

Sekitar pukul delapan, dimulailah rangkaian acara demonstrasi. Orasi demi orasi seolah menjadi magnet akan kedatangan mahasiswa yang semakin menambah sesak ruas jalan.

Lama kelamaan, orator yang diberi waktu untuk bersuara semakin tidak terkontrol. Entah mengapa, orator-orator tersebut justru malah mengeluarkan kata-kata yang provokatif, kata makian, hingga ajakan untuk melakukan kericuhan bilamana tuntutan mereka tidak dipenuhi. Melihat tersebut, komandanku meminta untuk siaga dan bersiap dalam formasi bilamana terjadi chaos.

Tak butuh waktu yang lama untuk orator yang terakhir menyulut emosi peserta. Banyak dari peserta yang membakar ban, menembak polisi dengan petasan, hingga melakukan pengrusakan terhadap Halte Transjakarta Grogol 2.

Batu-batu mulai melayang, polisi di garda terdepan mulai bergerak meredam amukan perusuh. Saat itu pula, kami diinstruksikan menutup akses keluar masuk kampus.

Kemudian, aku dipindahkan ke lantai atas oleh komandanku untuk melakukan pemantauan kalau-kalau ada penyusup yang berusaha memanjat tembok.

Dari lantai empat, aku memperhatikan setiap pergerakan mereka secara detil. Beberapa menit kemudian, aku mendapati seorang mahasiswa yang hendak melemparkan bom jenis molotov ke area kampus. Lantas, dengan bantuan HT, aku mengontak rekan-rekanku di pagar untuk menghentikan tindakan perusuh tersebut.

Tiba-tiba, tempatku berpijak bergetar dengan hebat. Saking kencangnya, beberapa kaca di area kampus pecah. Separator jalan layang Grogol rusak parah. Samar-samar, bodi sebuah truk kontainer yang telah rusak parah terlihat dari balik debu yang mengepul.

Aku kembali memfokuskan pandanganku ke arah perusuh tadi. Betapa kagetnya aku tatkala ia menodongkan sepucuk pistol ke arah dua rekanku yang berusaha mengamankannya. Sialnya, HT-ku kehabisan baterai sehingga tidak dapat menginformasikan ke personil yang lain.

Di tengah ramainya kepanikan orang-orang di bawah sana, telingaku menangkap dua suara letusan dengan samar.

Dua rekanku terkapar di bawah sana.

Aku menangis, larut atas penyesalan akan semua kecerobohanku. Andai saja sedari awal aku memperhatikan kalau orang tersebut membawa senjata api, setidaknya kedua temanku tidak akan berlumur darah di bawah sana.

Ah, sudah waktunya kami pergi, maaf kalau ceritaku tidak lengkap, karena waktunya sudah tidak cukup.

Oh ya, bilamana kalian bertemu dengan wanita bernama Aminah Rahma, itu istriku. Tolong tanyakan ke dia keadaan buah hati kami. Sampaikan maafku yang sudah dua tahun belum pulang ke NTB, semoga dia bisa paham kalau harga tiket semakin mahal dan cutiku pun terbatas.

Semoga catatan ini bisa berguna bagi siapapun yang membacanya. Di belakang ini, aku tempelkan kertas yang berisi Doa Meminta Pertolongan kepada Allah, silahkan dihafalkan dan lantunkan bilamana kamu berada dalam kondisi terdesak.

Semoga kita semua selamat, dan kalaupun Allah berkehendak lain, semoga kita semua dipertemukan di Surga-Nya kelak...

Amin, ya Allah...

Jejak: 31 Hari (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang