4.5: Tercerai Berai

93 28 0
                                    

22 Mei 2022
--

"Gelombang empat belas telah sampai di Bandara Halim," ucap salah satu rekanku melalui HT.

"Tersalin, terima kasih atas kerja keras kalian! Hati-hati di jalan!" jawabku.

Aku melirik jam tanganku, terlihat jarum pendek sudah menunjuk di angka dua.

"Semoga bisa selesai hari ini," gumamku dalam hati.

Aku merasa begitu gembira hari itu. Pemindahan rakyat secara bertahap dari Cileungsi ke Halim berjalan lancar tanpa ada gangguan apapun. Melihat itu, aku bertekad untuk menebus kegagalan Operasi Sapu Saksi beberapa hari silam dengan cara mengebut kegiatan pemindahan agar selesai sebelum waktu yang ditargetkan.

"Radio, Beta monitor!" panggilku pada tenda radio.

"Masuk, Beta!"

"Apakah gelombang lima belas sudah alur?"

"Negatif, Ndan! Belum ada berita dari Markas Pusat."

Mendengar itu, aku memutuskan untuk menghampiri tenda radio dan mengontak Markas Pusat secara langsung untuk mengebut proses pemindahan.

"Beta, radio monitor, Beta!"

Aku tidak menjawab panggilan tersebut karena saat itu jarakku dengan tenda radio hanya tinggal beberapa meter.

"Ada apa?" tanyaku saat masuk ke tenda.

".... jadi tolong peringatkan! Secepatnya!" ucap suara yang keluar dari radio.

"Itu Pak Deddy kan? Ada apa?" tanyaku.

"Markas Pusat menunda keberangkatan, Ndan."

"Ada apa memangnya?!" tanyaku dengan ketus.

Jujur, saat itu aku langsung merasa kesal karena penyataannya tadi menandakan kalau rencana percepatan pemindahan akan gagal terlaksana.

Tiba-tiba, radio tersebut kembali bersuara.

"Beta sudah di tempat?"

"Dengan Beta, Pak!" jawabku yang segera mengambil alih radio.

"Azka, bawa pulang semua anggota kamu! Sesuatu yang berbahaya sedang mengintai kalian disana!"

"Mohon izin, Pak, namun bisakah anda menjelaskan lebih rinci mengenai sesuatu yang berbahaya itu?"

"Nanti akan saya jelaskan disini. Sekarang, cepat pulang! Bawa sebanyak mungkin prajurit yang sempat diselamatkan!"

Aku diam, tidak tahu harus menjawab apa. Sungguh, aku begitu geram dengan keadaan ini.

"Gelombang lima belas telah kami tunda sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Jadi sekali lagi,jangan banyak tanya! Sesegera mungkin, pu.."

Ucapannya terputus sesaat setelah sebuah ledakan meletus di dekat kami. Entah apapun yang meledak tadi, daya dorongnya begitu kuat hingga membuat kami semua terhempas.

Setelah mataku kembali fokus, aku mendapati semua rekanku telah terkapar di tanah. Radio komunikasi kami juga nampak rusak. Sekuat tenaga, aku mengangkat tubuhku untuk bangkit berdiri karena tenda ini sudah hampir rubuh. Samar-samar, indra pendengaranku menangkap suara desingan peluru yang bersahut-sahutan dari luar.

"Komandan!" panggil salah satu rekanku dari luar.

Dengan cekatan, ia segera memapah aku keluar dari tenda tersebut.

Keadaan di luar begitu kacau. Api berkobar tepat di belakang tenda kami berdiri dan membuat blokade di akses perempatan Nagrak menuju Cikeas rusak. Dari arah Gunung Putri, nampak ratusan mayat bergerak ke arah kami.

Jejak: 31 Hari (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang