"Kenapa hanya kalian? Dimana yang lainnya?" tanya Pak Deddy Prasetya.
"Foxtrot-Alpha telah gugur," jawabku.
Pria itu diam. Namun wajahnya masih belum puas, rasa tidak sabar mendengar berita yang lain tersirat di wajahnya.
"Hanya kami, kami diserang," lanjutku.
"Tinggal ini? Kalian yakin hanya sisa helikopter ini? Memangnya ada berapa? Puluhan ribu yang berlari kah?" tanya pria itu lagi dengan wajah tegang.
"Bukan, bukan mayat.." Aku menjeda omonganku beberapa detik.
"Manusia, Pak."
•••••
15 Mei 2022
Pandeglang, Banten
--"Ada yang melihat keberadaan mereka?"
"Negatif!"
"Nihil!"
"Masih dalam proses pelacakan!"
"Cari terus, kita tidak boleh kecolongan!"
Seluruh prajurit Elang 1 menyebar ke berbagai penjuru. Kami berusaha mengejar dalang dari semua kehancuran di Mata Elang.
Sial, bukannya malah menemukan orang-orang itu, kami malah berpapasan dengan mayat yang jumlahnya tak sedikit. Peluru demi peluru dimuntahkan, kami terus bergerak.
Setelah kurang lebih empat puluh lima menit menyisir area itu, akhirnya kami memutuskan untuk menyerah dan kembali ke tempat dimana helikopter kami didaratkan. Kami kembali berunding untuk menentukan langkah yang selanjutnya kami ambil. Beberapa saat kemudian, diputuskanlah agar kami langsung kembali ke Cileungsi dan tidak lagi ikut dalam operasi di Bogor.
Sebelum pergi, tak lupa kami mengambil barang-barang yang tersisa di Mata Elang. Disitu pula kami baru sadar bahwa pelaku dibalik kerusakan ini juga turut merampas stok persenjataan kami yang tersimpan disana.
"Apa perlu kita kuburkan mereka?" tanya salah seorang rekanku sesaat sebelum kami pergi.
"Um, saya rasa tidak perlu. Amunisi dan logistik kita sudah menipis. Demi keamanan pengungsi dan diri kita sendiri, ada baiknya kita langsung pulang," jawabku.
Baling-baling helikopter yang membawa kami mulai menciptakan hembus angin yang begitu kuat di daratan.
"Elang 1-A sudah lepas landas, silahkan Elang 1-B melanjutkan."
Kami lepas landas secara bergantian untuk menghindari gesekan antar baling-baling mengingat lahan yang kami pakai untuk mendarat jauh lebih kecil ketimbang lahan dimana Mata Elang berada.
"Tetap perhatikan daratan!" ucapku melalui HT.
"Diterima. Semua personil dalam posisi siaga," jawab seseorang dari helikopter Elang 1-B.
Sekitar dua menit kemudian, terdengar suara ledakan yang begitu memekakkan telinga disertai getaran kuat hingga membuat kami sedikit terhempas.
"Astaghfirullah!" teriak beberapa orang di dalam sambil berbondong-bondong melihat ke luar jendela helikopter.
"Enggakkkk!!! Ya Allah!!!!" jerit seorang wanita.
Wanita itu adalah salah seorang anak dari keluarga yang pertama kali kami evakuasi di Tangerang satu hari lalu. Kakak, ibu, dan ayahnya berada di helikopter Elang 1-B yang baru saja meledak di udara.
"Ya Allah! Jangan.." Ia histeris tatkala bangkai helikopter yang kami lihat dari balik jendela mulai meluncur ke bawah.
"Ya Allah!!!!!" Teriaknya sekali lagi hingga akhirnya ia jatuh pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak: 31 Hari (Tamat)
Science FictionSaat pandemi mayat hidup melanda Indonesia, sekelompok orang di Pemerintah berusaha mengumpulkan informasi melalui jejak para penyintas yang pernah (atau masih) bertahan hidup. Sembari melakukan tindakan evakuasi, akhirnya mereka dipertemukan dengan...