16 Mei 2022
Jakarta Timur
--Pencapaian tak selalu membawa senyum. Setelah menyelesaikan penyisiran di Depok, akhirnya regu Tikus 2 tiba di Cibubur, titik dimana segenap Tim Foxtrot akan bertemu pada hari keempat operasi.
Sesampainya disitu, kami belum mendapati kehadiran regu-regu yang lain. Barulah sekitar empat jam menunggu, tepat pada tengah hari, regu Tikus 1 merapat ke lokasi.
"Selamat siang, Ndan!" sapa Zen, pemimpin regu Tikus 1.
"Selamat siang! Senang bisa melihat kalian semua lagi!" jawabku sembari menjabat tangannya.
Akupun mengamati iring-iringan kendaraan yang membawa mereka. Setelah aku hitung, barulah aku sadar kalau truk milik mereka berkurang lima unit.
"Ndan, kenapa bus milik Tikus 2 berkurang 2 unit?" tanya Zen sebelum aku membuka mulut. Ternyata ia pun menyadari kalau kendaraan milik regu kami juga berkurang.
"Mereka.. Mereka gugur dalam tugas," jawabku sembari menunduk.
"Ah, sama halnya dengan tujuh puluh dua anggota regu Tikus 1, Ndan. Saya mohon maaf karena tidak dapat membawa semua personil pulang dalam keadaan utuh," ucap Zen kemudian.
"Sudahlah, tidak apa-apa, toh semua ini musibah. Oh iya, apakah kalian mendengar kabar dari Tikus 3 dan Elang?" ujarku mengganti topik.
"Belum, Ndan. Kita tetap pada rencana awal kan?"
"Iya, kita tunggu mereka sampai jam tiga, kalau mereka belum datang, kita akan lanjut ke kawasan Bogor."
"Siap, Ndan!"
Akupun berlalu meninggalkan Zen dan masuk ke dalam Bus 1 milik Tikus 2. Aku memutuskan untuk merebahkan badan sambil menunggu seluruh Tim Foxtrot kembali berkumpul.
Satu jam kemudian, salah satu personilku membangunkan aku dengan tergesa-gesa.
"Ndan, mohon maaf sebelumnya! Tikus 3 sudah datang, namun anda perlu melihat ini!" ucapnya dengan raut wajah tegang.
Kamipun keluar, dan mendapati belasan anggota Tikus 3 yang hanya memakai sepeda motor.
"Ada apa? Kemana yang lain" tanyaku kaget.
"Hanya kami, Ndan. Kami diserang," jawab Ilham, pemimpin regu Tikus 3.
"Kalian serius? Bagaimana mungkin? Ada berapa banyak memangnya?"
"Bukan mayat, Ndan. Mereka ini kelompok bersenjata. Mereka juga berpakaian ala tentara, tapi bukan seragam kita."
"Berapa banyak?"
"Sangat banyak, Ndan. Kami juga melihat banyak orang asing dalam kelompok itu."
"Orang asing? Maksud kamu WNA?"
"Betul, Ndan."
Mendengar itu, aku segera berlari kembali ke Bus 1. Aku segera menyalakan radio komunikasi dengan harapan agar sinyalnya dapat mencapai area steril Cileungsi.
"Markas Pusat, OSS Foxtrot monitor!"
Tidak ada jawaban. Lalu aku kembali mengotak-atik setelan radio tersebut.
"Markas Pusat, Markas Pusat, OSS Foxtrot monitor!"
"Masuk, OSS Foxtrot! Kebetulan kalian mengontak! 10-2?!" jawab Pak Dedy dari ujung sana.
"86, Pak! Kami di titik temu sebelum melesat ke Bogor. Kami menemui kendala, Pak!"
"Balik kanan sekarang! Regu Elang sudah disini! Kalian tidak perlu ke Bogor lagi! Nanti akan kami jelaskan!"
"Tersalin, diterima dengan baik!"
Kemudian aku kembali keluar dan langsung menginstruksikan semua yang ada disana untuk bersiap pergi.
"Perhatian, seluruh personil! Tujuan kita selanjutnya adalah Markas Pusat. Ada beberapa hal yang mendesak kita pulang!" ucapku melalui HT.
"Tersalin ya, semuanya!" lanjutku menutup instruksi.
Debu aspal langsung terserak tatkala iring-iringan puluhan kendaraan militer milik Tim Foxtrot melaju dengan kecepatan tinggi. Dalam waktu kurang lebih dua puluh menit, kami pun tiba di area steril Cileungsi.
"Komandan Zaki, kami diutus untuk menjemput anda menuju Kantor Pemerintah," ucap empat orang pria dengan kacamata hitam sesaat setelah aku turun dari bus.
Sesampainya disana, aku diarahkan oleh mereka menuju Ruang Operasional OSS. Pak Deddy dan Pak Asep selaku pemimpin OSS telah menunggu disana.
"Pertama, Bapak Firman telah gugur. Artinya kamulah yang akan memimpin Tim Foxtrot. Selaku pimpinan tertinggi aparat militer di kawasan ini, kamu memiliki tanggung jawab besar atas keselamatan seluruh pejabat dan perangkat pemerintahan," ucap Pak Deddy membuka pembicaraan.
"Kemudian, kita kehilangan kontak dengan Tim Alpha sampai Echo di Pulau Sumatera pada hari kedua. Entah bagaimana nasib mereka sekarang."
"Namun bukan hanya itu, Tim Giant, Hotel, India, Juliet, sampai Zulu 6 pun kemarin menyusul. Singkatnya, kita telah kehilangan kontak terhadap hampir seluruh personil di Indonesia."
"Hanya Tim Zulu 2 dan Zulu 7 yang terakhir kali memberi kabar. Namun tidak menutup kemungkinan kalau mereka yang hilang kontak masih bertahan di luar sana." Pak Deddy berhenti bicara dan menyulut sebatang rokok.
"Jadi yang ingin kami sampaikan, Tim Foxtrot bisa dikatakan sebagai kunci dari semua Tim. Karena yang kita ketahui saat ini, hanya kita yang nasibnya masih jelas," ucap Pak Asep melanjutkan narasi Pak Deddy yang sebelumnya.
"Sedari awal, sudah saya bilang kalau ini rencana yang bodoh!" gerutu Pak Deddy dengan sinis.
Suasana hening beberapa menit.
"Terakhir, regu Elang melaporkan kalau kita dibayang-bayangi kelompok bersenjata. Kamu punya informasi terkait itu?"
Mendengar hal tersebut, dengan cepat aku menjawab ucapannya.
"Betul, Pak! Tikus tiga tersisa belasan personil. Mereka yang selamat menyatakan kalau mereka diserang oleh kelompok bersenjata!"
"Berapa banyak?"
"Dia tidak tahu pastinya, namun penjelasannya menyatakan kalau jumlah mereka begitu banyak."
"Apakah ada ciri-ciri spesifik dari kelompok itu?"
"Ada, Pak. Katanya, mereka mengenakan seragam khas militer, namun seragam yang berbeda dengan milik kita. Selain itu, terdapat beberapa warga asing yang tergabung dalam kelompok itu."
"Bisa jadi itu kelompok yang sama.."
Kemudian kami mendengar suara ketukan dari luar.
"Masuk!" jawab Pak Asep.
Ternyata Pak Andre. Beliau adalah salah satu anggota Tim Investigasi OSS.
"Mohon maaf mengganggu, saya ingin menyerahkan ini." ucapnya seraya menaruh setumpuk kertas di atas meja Pak Deddy.
"Ini adalah jejak yang dibawa oleh Tim Foxtrot dan Giant. Oh iya, Tim Giant juga baru saja tiba. Mereka bilang, area tempat mereka bermukim diserang oleh banyak mayat sehingga mereka harus mengungsi kesini."
"Dan ini, ini beberapa kamera perekam yang di dalamnya ada rekaman pada fase kerusuhan awal. Semuanya saya letakkan di atas meja ya, Pak," pungkasnya sembari berlalu keluar pintu.
"Pos Data, apakah benar kita kedatangan tamu dari Tim Giant?" kontak Pak Deddy melalui HT.
"Benar, Pak! Mereka semua sudah disini. Total sejumlah sembilan puluh orang sipil dan tiga puluh empat tentara!"
"Tolong antarkan pimpinan tertinggi mereka kesini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak: 31 Hari (Tamat)
Science FictionSaat pandemi mayat hidup melanda Indonesia, sekelompok orang di Pemerintah berusaha mengumpulkan informasi melalui jejak para penyintas yang pernah (atau masih) bertahan hidup. Sembari melakukan tindakan evakuasi, akhirnya mereka dipertemukan dengan...