3.9: Karsa

112 29 0
                                    

15 Mei 2022
Garut, Jawa Barat
--

"Kamu tetap disini, biar saya yang jalan," ujar Komandan Ahmad.

Beberapa detik lalu, ia membuyarkan tidurku yang hampir pulas. Ia menyuruh aku bangun dan berjaga pada malam itu karena diriku tidak diikutsertakan dalam Operasi Sapu Saksi.

Lantas, aku segera bangkit dan mengenakan seragamku kembali. Kantung tidur ternyaman itu kini telah dikuasai olehnya.

Seusai mengambil senapan, akupun membawa serta sebuah gitar yang kami temukan sebelum mencapai Cikuray untuk mengusir kantuk karena aku akan berjaga sendirian di Pos Jitu 1.

Melihat belum ada pergerakan dari Perimeter 1, aku memutuskan untuk memainkan gitar tersebut agar mata yang mulai berat ini dapat terus terjaga.

"Berhentilah memaki, semua yang t'lah dicuri..."

Dengan pelan, aku melantunkan lagu Fiersa Besari yang berjudul Samar. Lagu ini menceritakan tentang pria yang berusaha menghibur seorang wanita yang sedang bersedih. Entah apa kabar dari vokalis lagu ini, aku harap ia masih bertahan di luar sana.

"Buka sedikit hatii, agar kau tahuu.."

"Kau tidak sendirii," sambung suara seorang wanita dari belakang.

Sontak aku kaget dan menghentikan permainanku. Sambil menahan rasa ngeri, aku menoleh ke belakang.

"Ah, syukurlah bukan setan," gumamku dalam hati.

"Belum tidur, Pak?" tanya Elsa.

Iya, ternyata itu adalah Elsa.

"Lah, kamu sendiri? Kamu keluar tenda sudah izin ke tentara atau belum?" tanyaku balik.

"Ah, buat apa izin. Mereka juga nggak peduli. Aku keluar dari tenda juga nggak ada yang komplain kok."

"Ohh, begitu," jawabku sambil manggut-manggut.

"Boleh duduk?" tanyanya lagi.

"Ya, silahkan, El.. Eh, siapa nama kamu?"

"Elsa."

"Ah! Iya, Elsa. Kenapa kamu belom tidur?"

"Aku nggak bisa tidur, Pak. Terus aku denger lagu favorit aku, dan aku cari sumber suaranya. Ternyata Bapak yang lagi main gitar."

"Oh, memangnya suara saya kedengeran ya?"

"Iya."

"Huh, untung Komandan nggak dengar," ucapku dengan lega.

Aku sedikit terkejut. Aku kira sedari tadi aku memainkan gitar dengan volume yang sekecil mungkin. Namun ternyata masih terdengar.

"Pak, apa semua ini akan selesai?" tanyanya kemudian membuka obrolan.

"Um, saya kurang yakin."

"Apa aku masih bisa ketemu mama, Pak?"

"Mamamu dimana?"

"Jakarta, rumah aku di Jakarta, Pak."

Aku menghela nafas sejenak.

"Elsa, begini. Pertama, umur kamu berapa?"

"16, Pak."

"Kamu tahu umur saya berapa?"

Ia menggeleng.

"21, jadi berhenti panggil saya dengan sebutan 'pak' kalau kita lagi bicara empat mata. Saya risih."

"Loh, serius?"

Jejak: 31 Hari (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang