"Baik, kita mulai dari mana ya, Pak?" tanyaku sembari mengingat-ingat bagian cerita yang terpotong.
"Gimana kalo mulai dari buka baju kamu?"
"Om-om bangsat!"
•••••
14 Mei 2022
Gunung Cikuray, Garut
--Saat siuman, aku mendapati tubuhku yang terbungkus kantung tidur sedang terbaring di sebuah ruangan. Di sampingku, terlihat Azam yang sedang merokok sambil melamun.
"Zam," panggilku pelan.
"Alhamdulillah, Sa! Akhirnya lo siuman juga!"
"Haus.." Dengan cekatan, Azam segera mengambilkan aku segelas air.
Tenggorokanku yang kering betul-betul terasa sangat nikmat tatkala air bersuhu sejuk itu mengalirinya.
"Udah enakan?" tanyanya.
"Alhamdulillah," jawabku
Kemudian, Azam membantuku melepaskan kantung tidur tersebut dan membantuku duduk.
"Kemaren, lo kena hipotermia, loh! Gue panik banget sumpah, Sa!" ucapnya membuka obrolan.
Aku pun tertawa melihat ekspresi wajahnya yang begitu serius.
"Loh, kok lo malah ketawa sih?"
"Emangnya apa yang lo panikin dari gua?" jawabku yang masih cekikikan.
Azam pun nampak salah tingkah. Rona merah tampak sedikit mencuat di wajahnya yang berwarna sawo matang.
Memang, Azam lah satu-satunya orang yang sangat panik tatkala tubuhku tiba-tiba terjatuh tadi malam. Aku mengetahui hal tersebut karena biarpun badanku ambruk, kesadaranku masih tetap di sana.
Mengingat hal tersebut, seketika aku merasakan sesuatu yang begitu hangat di dadaku. Secara refleks, entah mengapa aku malah memeluk pria itu dengan erat.
"Makasih ya, Zam," ucapku pelan.
Debar jantungnya yang begitu tak teratur dapat aku dengar tatkala kepalaku menempel di dadanya. Butuh beberapa detik sampai akhirnya Azam membalas pelukanku dan mengelus bahuku dengan lembut.
•••••
"Wuhu, romansa anak muda ditengah bencana," potong Pak Deddy tiba-tiba.
Aku tidak mempedulikan omongannya dan melanjutkan ceritaku.
•••••
Penghuni tempat itu memanggil kami untuk bergabung dalam makan siang.
"Siapa nama kamu?" tanya seorang pria paruh baya.
"Elsa, Pak.."
"Oalah, Neng Elsa ya.. Kenalin, saya Domi, panggil aja Mang Ujang. Ayo kenalan sama yang lain juga," jawabnya ramah.
"Farah."
"Elsa, kak. "
"Regi."
"Elsa, mas."
"Hima."
"Elsa, kak."
Ketiga orang tersebut mengenakan almamater pecinta alam. Mereka pulalah yang menemukan aku dan Azam saat badai kemarin.
"Faisal, Kak.."
"Elsa."
Satu lagi, seorang laki-laki yang taksiranku masih seusia anak SMP.
"Kalian beruntung loh bisa bertahan di atas. Kalian ini survivor pertama dan terakhir yang kami temuin," ucap Mang Ujang yang kembali membuka obrolan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak: 31 Hari (Tamat)
Science FictionSaat pandemi mayat hidup melanda Indonesia, sekelompok orang di Pemerintah berusaha mengumpulkan informasi melalui jejak para penyintas yang pernah (atau masih) bertahan hidup. Sembari melakukan tindakan evakuasi, akhirnya mereka dipertemukan dengan...