27 Mei 2022
Cileungsi, Kabupaten Bogor
--"Vera?" tanyaku pada gadis itu.
"It's okay, aku masih kuat.." jawab Vera di sela rintihannya.
Ledakan besar tadi seketika merubuhkan bangunan ini. Beruntung, aku dan Vera berhasil keluar sebelum semuanya hancur lebur. Walaupun tetap saja pundak wanita yang aku cintai dalam diam itu tertimpa beberapa puing.
"Ayo!" ujarku sembari menarik tangan kuning langsatnya.
Orang-orang nampak berlarian tanpa arah. Mereka hanya berusaha menghindari beberapa jenazah yang kini telah bangkit. Di arah lain, aku melihat sosok Ilham dan salah seorang anggota Tim Investigasi yang tak jauh berbeda kumalnya dengan kami. Darah mengucur dari kepalanya, entah luka biasa atau bocor.
"Ilham!" panggilku.
"Ndro," jawab Ilham lirih. Pria itu nampak begitu lemah, jalannya bahkan dipapah oleh seorang dari Tim Investigasi tadi.
Beberapa mayat terdistraksi oleh kehadiran kami. Melihat pergerakan mereka yang mulai merayap kesini, kami memilih masuk ke bangunan lain yang masih relatif aman dari keruntuhan.
"Kalian tunggu disini, saya cari bantuan untuk evakuasi!" ujar anggota Tim Investigasi itu.
Ia pun kembali menaruh tangan Ilham di pundaknya.
"Ilham kenapa ikut? Biarkan dia disini saja. Dia terluka," ujarku heran.
"Ilham dekat dengan komandan Azka. Dengan melihat beliau, para tentara pasti mau menjemput kita disini," jawabnya kemudian.
Aku hanya mengangguk, dan memberi kode kepadanya agar bergerak dengan cepat.
•••
28 Mei 2022
Cileungsi, Kabupaten Bogor
--Lapar, perutku sangat lapar. Bajingan sekali anggota Tim Investigasi itu! Bisa-bisanya dia meninggalkan kami disini. Aku menatap kilas wajah Vera yang tampak lesu. Setelah ia menyadari tatapanku padanya, ia langsung tersenyum dan berpura-pura segar.
"Ver, udah enakan bahunya?" tanyaku lembut.
Vera mengangguk dengan cepat, meskipun aku tahu kalau anggukannya tak lebih dari kebohongan. Kemarin, wanita itu baru saja tertimpa puing yang menyebabkan luka robek dan lebam di area pundak hingga lengan kanannya. Jadi, bagaimana mungkin ia bisa langsung pulih dalam waktu satu hari?
Namun begitulah Vera. Wanita ini selalu ingin terlihat kuat di depan siapapun. Sangking mandirinya, ia bahkan tak membutuhkanku lagi dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang cukup berat sebelum semua kegilaan ini terjadi. Itulah yang membuatku jatuh cinta kepadanya. Ya, walaupun aku sendiri tidak tahu apakah dia merasakan hal yang sama.
"Ndro, kita harus keluar dari sini untuk cari makanan kan?" tanyanya kemudian.
"Iya, tapi enggak sekarang." jawabku.
"Kenapa?" tanyanya lagi.
Aku tak menjawab, hanya menatapnya heran.
"Kamu tahu nggak, Ver, kalo badan kamu itu belom sepenuhnya pulih?!" tanyaku balik dengan ketus.
"Aku nggak apa-apa, Hendro.."
"Nggak usah begitu, Ver! Dari dua tahun lalu kita sahabatan, aku udah paham dengan sifat kamu yang nggak pernah mau keliatan lemah. Tapi ini beda kasus, Vera! Hidup dan mati kita dipertaruhkan disini!"
Vera diam. Matanya malah memicing ke arahku.
"Aku nggak mau mati kelaparan disini, Ndro. Kalo kamu nggak mau keluar, aku bisa keluar sendiri!" ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak: 31 Hari (Tamat)
Science FictionSaat pandemi mayat hidup melanda Indonesia, sekelompok orang di Pemerintah berusaha mengumpulkan informasi melalui jejak para penyintas yang pernah (atau masih) bertahan hidup. Sembari melakukan tindakan evakuasi, akhirnya mereka dipertemukan dengan...