22 Mei 2022
Cileungsi, Kabupaten Bogor
--"Kamu harus kuat! Nanti, biar penegak hukum yang selesaikan permasalahan ini, oke?" ucapnya sembari memelukku erat.
Aku masih menangis. Sungguh, aku begitu lega setelah menceritakan semuanya kepada Kak Azka. Tangannya yang mengelus-elus punggungku kini ia angkat. Ia juga merenggangkan pelukannya hingga terlepas.
Kemudian pria itu menatap mataku lekat. Kini, kedua tangannya tertangkup di bahuku.
"Permisi.. ah, maaf, Ndan," ucap seorang tentara yang tiba-tiba menyelonong masuk.
"Iya, Ham, tidak apa-apa. Bagaimana?"
"Ini, Ndan. Silahkan dibaca dulu."
Mata Kak Azka nampak melotot membaca kertas tersebut. Sekitar satu menitan, ia langsung menyerahkan kertas tadi ke rekannya.
"Bangsat!" teriaknya tiba-tiba. Ia langsung mengambil pistol yang tergeletak pada meja di sampingnya dan bangkit berdiri.
"Ndan, tahan dulu.." ucap rekannya yang langsung memegangi bahu Kak Azka.
"Lepas, anjing!" teriak Kak Azka tiba-tiba.
"Ndan.."
Kak Azka langsung menodongkan pistol tadi ke kepala rekannya. Melihat itu, aku langsung menangis karena kaget.
"Ndan, saya mohon! Saya juga kaget membacanya! Tapi ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan sebelum anda bertindak."
Kak Azka langsung menoleh ke arahku. Tangisku masih belum reda saat itu. Kemudian itu meletakkan kembali pistol tadi di tempat asalnya dan kembali duduk. Tangannya kini menggosok-gosok wajahnya yang tertunduk.
"Maaf.. Maafkan saya," ucap Kak Azka.
"Kamu boleh keluar dulu?" ucap rekannya tadi kepadaku.
"Tidak, biarkan dia disini," jawab Kak Azka tiba-tiba.
"Baik, saya tahu betul apa yang menjadi landasan kekesalan anda, Ndan. Bilamana saya tidak salah, paragraf terakhir bukan?" tanya pria tersebut.
Kak Azka mengangguk.
"Hal yang tertuang di kertas ini adalah petunjuk baru yang sesuai dengan catatan anda yang sebelumnya telah saya baca. Namun, kita tidak boleh gegabah. Kita perlu mencari banyak bukti untuk memastikan kalau musuh dalam selimut yang mereka maksud adalah benar Pak Deddy," lanjutnya.
Kak Azka mencubit-cubit dagunya, ia pun mengangguk pelan beberapa kali, seakan-akan ia menangkap maksud dari ucapan rekannya barusan.
"Menurut kamu, bagaimana cara yang paling efektif?" tanya Azka kemudian.
"Serahkan catatan ini pada Pak Deddy, lalu minta pula darinya catatan oleh Rachel yang pernah anda baca sekilas."
"Tentunya dia akan berkelit, menggunakan banyak alasan untuk tidak menyerahkan catatan tersebut. Disitu pula nantinya kita bisa langsung mencecar dia dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan menggiring dia ke posisi pojok."
"Lalu setelahnya, kita tanyakan langsung ke dia perihal keterkaitannya dengan semua ini. Kita cecar dia terus sampai dia mau mengaku. Bagaimana?" jelas pria itu.
"Akan saya pertimbangkan," jawab Kak Azka.
"Tentang gerombolan mayat yang mengantarkan surat ini, maksudnya bagaimana ya?" tanya Kak Azka kemudian.
"Oh iya, saya lupa. Jadi, menurut petugas perimeter, mereka diserang oleh belasan mayat, salah satu mayat mengenakan kaos putih yang ditulisi spidol. Isi tulisannya adalah agar mereka yang ada disana mengecek saku celana mayat tersebut. Di saku celana mayat itulah catatan ini ditemukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak: 31 Hari (Tamat)
Ciencia FicciónSaat pandemi mayat hidup melanda Indonesia, sekelompok orang di Pemerintah berusaha mengumpulkan informasi melalui jejak para penyintas yang pernah (atau masih) bertahan hidup. Sembari melakukan tindakan evakuasi, akhirnya mereka dipertemukan dengan...