11 Juni 2022
--Satu pagar lagi sebelum Halim hancur lebur. Orang-orang langsung tersenyum lega tatkala informasi mengenai kesiapan pesawat telah disiarkan.
Disinilah kesempatanku melengkapi catatan Azka agar nantinya dapat menjadi sebuah cerita sebagai bahan analisis Tim Investigasi di Ternate. Hampir semua penduduk dan tentara yang tersisa di Halim telah naik ke dalam pesawat.
"Ayo, Zak!" ajak Pak Arya yang sudah menenteng kopernya.
"Tidak.. Sepertinya saya tidak ikut, Pak.." jawabku pelan.
"Apa yang kamu bicarakan?! Ayo cepat, jangan ulur-ulur waktu, kawan! Sebentar lagi, pagar-pagar itu pasti akan roboh!"
"Saya serius. Pergilah, Pak. Ini jejak investigasinya. Bawa dan pastikan kalau ini akan sampai di tangan Pak Presiden," jawabku mantap.
"Kamu yakin? Apa yang membuat kamu begini, Zak? Mantan wakilmu yang tadi itu?" tanyanya heran.
"Bukan," jawabku singkat, kemudian menatap matanya tajam.
"Tapi anda!" ujarku setengah berteriak. Emosiku yang mendadak keluar membuatku secara reflek mengacungkan telunjuk tepat di depan wajahnya.
"Saya? Kenapa saya?! Maksud kamu apa, hah??!" ujarnya yang mulai berang.
"Di antara jejak investigasi itu, bacalah bagian 6.10, Pak. Disitu tertulis percakapan saya terhadap Azka. Lalu kemudian, baca pula bagian 6.5. Disitulah titik awal dimana mata saya mulai terbuka akan keegoisan anda," jelasku.
"Maksud kamu bagaimana, sih?! Bicara yang jelas!" Ia menggulung lengan pakaiannya. Seakan-akan siap berkelahi.
"Anda baca saja sendiri. Oh iya, bilamana anda berkenan, tunggulah sebentar. Saya ingin menyelesaikan catatan terakhir saya," pungkasku.
•••
Kepada Pak Presiden Perdana Haliman Kawung,
Maaf, saya harus memilih untuk menjadi desertir. Bukan karena saya bermaksud mengkhianati sumpah prajurit, apalagi menyerah dengan keadaan, bukan. Namun saya memiliki tanggung jawab moral terhadap beberapa orang yang telah sakit hati oleh karena kesalahpahaman mereka terhadap saya.
Mereka kira, saya mengkhianati mereka dengan mencari aman dan tidak memperbolehkan mereka memasuki Halim. Tapi Demi Allah, Pak, itu bukan peraturan yang saya buat. Anda dapat menemukan jawaban akan hal ini di bagian sebelumnya; 6.10.
Pak, saya juga minta maaf. Saya acapkali mencari aman demi mewujudkan operasi, hingga pernah mengorbankan rekan-rekan seperjuangan sendiri yang dapat anda temukan pada bagian 3.5.
Saya siap menanggung semua sanksi maupun hukuman militer yang layak untuk menebus kesalahan saya, namun tidak sekarang. Saya bertekad, entah dengan cara apapun, untuk membawa kembali teman-teman saya yang saat ini sedang dalam posisi berafiliasi dengan musuh utama kita, pihak yang menyebabkan semua kekacauan ini; Sembah Ibu Bumi.
Dengan semaksimal mungkin, saya akan menyusul ke Ternate dan membawa mereka semua.
•••
Semoga kita semua berhasil menyelesaikan semua ini, semoga kita berhasil melestarikan kembali semua hal yang selayaknya abadi; populasi. Kita akan menang melawan mereka semua suatu saat.
Biarlah saat ini kita merekonsiliasi kekuatan di Ternate, sebelum waktunya nanti kita merebut kembali Bumi Pertiwi.
Doaku untuk kita semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak: 31 Hari (Tamat)
Science FictionSaat pandemi mayat hidup melanda Indonesia, sekelompok orang di Pemerintah berusaha mengumpulkan informasi melalui jejak para penyintas yang pernah (atau masih) bertahan hidup. Sembari melakukan tindakan evakuasi, akhirnya mereka dipertemukan dengan...