22 Mei 2022
Cileungsi, Kabupaten Bogor
--"Saya ucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya untuk seluruh korban. Jaga diri kalian baik-baik selagi kami berusaha menyusun rencana selanjutnya," ujar Pak Presiden dengan suara lesu.
"Terima kasih, Pak. Kami yang disini juga akan membantu memikirkan solusi sebagai tindakan selanjutnya," jawabku.
"Ya, Ilham. Baik kalau begitu, informasikan segala berita terbaru nantinya ya. Saya perlu menyudahi kontak kita dulu, karena ada sedikit masalah di pagar," pungkasnya.
Setelah mengucapkan terima kasih terhadap rekanku yang bertugas di Pos Radio, aku langsung berlalu dari tempat itu dan pergi ke Pos Medis untuk mengecek keadaan Komandan Azka.
Sesampainya di sana, aku mendapati infus yang terpasang di tangannya telah terlepas. Dalam posisi duduk, ia nampak sibuk menuliskan sesuatu di buku catatannya.
"Eh, sini, Ham," ujarnya santai.
Ia bahkan tidak peduli dengan darah yang menetes kecil dari tempat jarum infus yang ia copot paksa.
"Iya, Ndan?"
"Saya mengendus sesuatu yang mencurigakan disini."
"Maksudnya?"
"Nih!"
Ia pun menyerahkan catatannya tadi agar aku baca.
"Kita tidak punya bukti yang kuat, Ndan. Tapi asumsi yang anda cantumkan disini cukup masuk akal," jawabku setelah membaca isi buku tersebut.
"Untuk saat ini, rahasiakan dulu dari semua orang. Cukup kita dulu yang tahu. Mengerti?"
"Siap, Ndan.."
"Baik kalau begitu. Oh iya, saya mau minta tolong. Bisa bantu carikan sipil atas nama Elsa Safira Ramadhani?"
"Tentu, Ndan. Namun beliau ada di gelombang berapa, lalu apa yang perlu saya sampaikan ke dia?"
"Kalau tidak salah, dia ada di gelombang enam belas, jadi masih di sini. Tolong suruh dia kesini."
"Baik, Ndan. Diterima." Kemudian aku beranjak dari kursi dan berlalu dari ruangan itu.
Di jalan raya, aku mendapati rekan-rekanku sedang sibuk berlalu lalang sembari membawa banyak peralatan militer.
"Ada apa?" tanyaku pada salah satu dari mereka.
"Total manusia yang tersisa disini kurang dari lima ratus orang. Oleh karena itu, Pak Deddy memutuskan untuk melakukan penyempitan area agar penyebaran tentara dan konsentrasi sipil lebih efektif."
"Oh begitu, baik. Saya dapat instruksi dari Beta untuk carikan sipil yang bernama Elsa Safira Ramadhani, beliau ada di gelombang enam belas. Mereka dimana ya?"
"Gelombang enam belas ada di Zona C, tenda raksasa dekat pertigaan Dayeuh. Silahkan cari disana."
"Baik, terima kasih atas informasinya."
Aku pun langsung berjalan ke lokasi yang tadi ia sebutkan.
Saat itu, kawasan area steril Cileungsi dipersempit. Yang tadinya dari Pasar Cileungsi sampai Perempatan Klapanunggal, kini hanya dari Pasar Cileungsi sampai depan SMPN 1 Cileungsi. Harapan kami, jumlah prajurit yang semakin sedikit dapat memangkas waktu jarak tempuh antar titik perimeter, agar dengan begitu, kami bisa mengontrol dan memaksimalkan penjagaan walaupun dengan personil yang minim.
"Permisi, apakah ada yang bernama Elsa Safira Ramadhani?" tanyaku setelah masuk ke tenda raksasa yang rekanku tadi maksud.
Tak lama kemudian, seorang gadis belasan tahun berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak: 31 Hari (Tamat)
Science FictionSaat pandemi mayat hidup melanda Indonesia, sekelompok orang di Pemerintah berusaha mengumpulkan informasi melalui jejak para penyintas yang pernah (atau masih) bertahan hidup. Sembari melakukan tindakan evakuasi, akhirnya mereka dipertemukan dengan...