19: Bunuh Diri

14.8K 746 8
                                    

Aku ingin menjadi dia,yang mendapatkanmu tanpa berjuang seperti ku

BEBERAPA Menit yang lalu bel pulang telah berdering.Para siswa berbondong-bondong memadati parkiran sekolah, keadaan langit sangat mendung dan sepertinya akan turun hujan kali ini.

Hanya Gadis dengan surai hitam panjang yang terus termenung di dekat jendela kelasnya tanpa perduli bel pulang sejak tadi sudah berbunyi.

Ia menunggu keadaan sekolahnya benar-benar sepi, tadi sahabatnya sudah menawarinya untuk pulang bersama namun ia menolaknya.

Ia hanya ingin sendiri sekarang menumpahkan kesedihannya sendiri, mengutuk kehidupannya sendiri, dan menangisi kehidupannya sendiri tanpa ada orang di sampingnya.

Beberapa menit ia lewati hanya untuk membuat dirinya tenang terbebas dari segala kebisingan, setelah merasa cukup untuk bersedih ia keluar dari kelasnya dan berjalan ke arah gerbang sekolah untuk memesan taksi online.

Ia mengambil handphone-nya dari saku roknya, ia mendesah kala melihat baterai handphone-nya yang sudah hampir menipis, ia mengerutkan alisnya kala melihat pesan dari nomor yang tidak di kenal.

Ia terkejut saat melihat pesan yang berisi foto Devian yang sedang mengendarai mobil, ia melihat pesan yang baru saja masuk lagi ke dalam handphone-nya.

08***********
Gimana gue gak main-main kan dengan ucapan gue, harusnya lo itu mati dari kemarin.

Ferisha memegang kuat handphone-nya untuk menyalurkan emosi kala melihat foto itu, ia yakin bahwa Syakira yang sudah mengirimkannya pesan tersebut.

Baru saja ia ingin membalas pesan itu namun handphone-nya mati disaat ia sedang mengetik pesan, ia mengumpat dalam hati tentang keberanian Syakira padanya.

Mengapa Syakira harus melakukan ini padanya?

Sudah cukup masalah yang ia hadapi sekarang; orang tuanya bercerai, ia hidup dengan segala kekerasan yang diberikan ayahnya, penolakan yang selalu diberikan Devian kepadanya dan sekarang Syakira ingin menambahkannya.

Sesuatu hal terlintas dalam pikiran, ia menangis sekencang-kencangnya melepaskan semua kekesalannya, hanya itu jalan keluarnya yang dapat dipikirkannya dalam keadaan seperti ini.

•••

Angin berhembus kencang menerpa kulit putihnya yang sedari tadi tertimpa oleh basahnya air mata yang terus keluar dari pelupuk matanya, surai hitam miliknya terus mengikuti hembusan angin yang semakin lama-semakin cepat.

"Kalo emang cuma ini jalan satu-satunya yang bisa membebaskan gue dari kesialan ini, gue pasrah," Ferisha mengusap kasar air mata yang membasahi pipinya

Ferisha memegang besi yang menjadi penghalang dirinya dengan sungai yang saat ini menghasilkan ombak yang cukup deras.

"Terima kasih untuk kalian semua yang  pernah mengisi hari-hari Shasha walau kenangan itu bukanlah kenangan yang indah," Ferisha berucap dalam hatinya

"Terima kasih buat kalian sahabat Shasha yang selama ini menemani keseharian Gue, cuma kalian yang bisa ngertiin Shasha selama ini,"

Ferisha memberanikan dirinya sekali lagi, ia sudah yakin untuk melakukan hal gila ini, ia terima konsekuensinya.

"Sebentar lagi gak ada kesakitan ini, gue bebas," Ferisha menghela napas untuk memantapkan niatnya.

"Sha, lo gila yah!"

Ucapan seseorang membuat Ferisha membalikkan badannya, ia melihat Tiffany yang tengah melihatnya dengan padangan khawatir.

"Gue mohon Sha jangan lakuin hal yang gak berguna kayak gini, gue mohon Sha,"

Married With Cold BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang