[7]

3.3K 441 3
                                    

Tidak.

Dia mengurungkan niatnya ketika Jungwoo datang kerumahnya dan membawakan dia beberapa makanan.

Jadwal makan malamnya hari ini adalah ramen, namun berkat Jungwoo, dia punya varian makanan yang lebih banyak sekaligus sehat.

Jungwoo bilang, itu adalah buatan Ibunya.

Ah, pasti menyenangkan memiliki Ibu yang memerhatikan anaknya, sebagaimana Ibu Jungwoo tidak pernah gagal memamerkan cintanya kepada anaknya.

"Kamu tidak ikut reuni sekolah?" Jungwoo mengapit makanan dengan sumpitnya, melesakannya kedalam mulut kecilnya.

"Aku tidak punya waktu" balas Taeyong dengan kekehannya yang khas.

Dia harus segera mempersiapkan segalanya.

Untuk ujiannya bulan depan dan meraih gelarnya, sehingga dia bisa menjadi dokter tetap, lalu mendapatkan pundi uang yang lebih banyak.

Dia lelah terus berlari, bersembunyi di balik kamarnya, setiap tanggal 25 datang.

Jungwoo tahu apa yang terjadi pada sahabatnya yang dia kenal sejak tahun lalu. Pertama kali mereka menjadi dokter magang, Taeyong membantunya banyak hal. Lelaki itu pintar, selalu berhasil mendapatkan nilai sempurna, sayangnya dia tipikal orang yang nakal dan susah diikat dengan aturan.

Walaupun demikian, Ibu Kim yang cinta disiplin setengah mati berhasil menyukai Taeyong dengan segala kenakalannya.

Sehingga, bukan hal yang baru untuk Jungwoo melihat Taeyong dengan tubuhnya yang babak belur tiap akhir bulan.

"Lukamu bagaimana?"

"Perih, masih, tapi kurasa sudah lebih baik. Entah mereka membawaku ke rumah sakit mana, yang jelas lukaku ini terhitung sangat cepat keringnya. Bahkan, cara jahitnya rapi sekali" Taeyong menyisikan baju kaosnya dan menyebulkan lukanya yang berada di bahu hingga dadanya. Memamerkan pada Jungwoo setengah lukanya untuk menjelaskan pernyataannya barusan.

Jungwoo mengamini bahwa jahitan itu terlihat sangat rapi dan detail, "Sama seperti jahitan Dokter Seo" celetuknya kemudian.

"Kurasa ini jauh lebih rapi"

"Hm-hm, kurasa begitu. Belum ada yang bisa menandingi Dokter Seo sebelumnya"

"Benar, kecuali orang yang menjahitku ini"

Jika kembali memikirkan bahwa dia merasa banyak keanehan yang sebelumnya dia rasakan, kepalanya terasa pening seketika dan dia benci rasa itu. Sehingga, dia putuskan untuk menyantap makan malamnya hingga habis, membiarkan Jungwoo membantunya beres-beres setelahnya.

Jungwoo duduk diatas sofa yang sudah tidak terlalu empuk milik Taeyong. Dia yakin sofa itu tidak pernah diganti sejak dia lahir. Tentu, bukan prioritas Taeyong untuk mengganti furnitur rumahnya.

Tangannya memainkan remot tv Taeyong, sementara si pemilik rumah sedang mencuci piring bekas mereka makan, sebelum kemudian ikut bersama Jungwoo menonton beberapa acara tv.

Belakangan ini tontonan mereka dipenuhi tentang masalah politik, musim kampanye sudah datang.

"Apakah kamu akan percaya bualan mereka?"

Taeyong mengedikan bahunya, "Ujung-ujungnya juga aku tetap memilih salah satu dari mereka"

"Aku hanya pilih yang lebih tampan"

"Ck, mereka sudah bapak-bapak begitu"

"Bapak-bapak yang akan mengecewakan aku, serta kamu, pada ujungnya"

Taeyong meloloskan ketawanya, kemudian berdecak, "Hm, mereka juga tidak akan menyelamatkanku. Benar, kan?"

"Aigu, bahkan aku lebih membantu" Jungwoo memeluk tubuh temannya yang lebih kecil darinya seraya meloloskan tawa.

Sementara Taeyong hanya menghembuskan nafasnya perlahan.

Tidak ada yang bisa membantunya, selain dirinya sendiri.

Well, dan Jungwoo, sebagai support systemnya.

Matanya menyorot televisi yang masih memamerkan berita-berita terkini.

"Pernahkah terfikirkan olehmu orang-orang macam Dokter Seo menjadi politisi?" Jungwoo bertanya seraya mengunyah chipsnya.

"Hm, dia akan jadi tipe orang dibelakang layar—"

"Dengan suara paling vokal—"

"Lalu yang paling berperan besar dalam kesuksesan kampanye—"

"Oh! Jangan lupa dia pasti tipe tipe bossy dibelakang layar yang mengarahkan semuanya dengan segala perfeksionisnya" timpal Jungwoo.

"Well, yah, kurasa begitu"

Taeyong menyorot kearah tvnya lagi, setelah tertawa karena dia dan Jungwoo punya fikiran yang persis sama satu sama lain mengenai Johnny.

"Kamu masih menyukainya?"

Johnny, yang tidak pernah gagal membuatnya kagum sejak pertama kali matanya mendarat pada lelaki itu.

"Kurasa begitu"

Matanya yang gelap,

Bibirnya yang merah,

Tubuhnya yang menjulang tinggi dengan otot yang menyembul dari balik bajunya,

Senyumnya yang manis,

Wajahnya yang tegas,

Sempurna,

Bahkan rasanya dia memproyeksikannya dengan begitu nyata sampai dia seakan melihat pantulan Johnny dibalik televisi.

Dengan jas hitam, berdiri kokoh disisi layar.























i'll decide to make a short chapter. Please tell me which one would you prefer, the short chapter like this or the long chapter like I used to write (2000+ words)

 Please tell me which one would you prefer, the short chapter like this or the long chapter like I used to write (2000+ words)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
WILLOW || JAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang