[35]

1.1K 178 17
                                    


"Mass murder, huh?"

Kun duduk di sisinya.

Sepulangnya dia dari Chanyeol dan mendapatkan beberapa masukan dari pria tua itu.

Dia meminta Kun untuk datang ke ruangannya untuk sekedar membuat dia lebih tenang; bahwa dia masih bisa mempercayai Kun ditengah kehilangan kepercayaan pada Jaehyun. 

"Dia masih belum mau memberikan antidotenya?"

Yuta terkekeh, berdecak, "Dia masih bertingkah layaknya pria tua yang akan mati besok"

"Akupun tidak terkejut kalau itu memang terjadi"

Yuta mengernyitkan keningnya ketika Kun berkata demikian, walaupun hanya sesaat, karena dia sadar, diapun punya pemikiran yang sama.

Mungkin, Chanyeol memang tidak punya apa yang mereka minta. Pria itu mungkin tidak pernah berhasil dengan serumnya dan yang terjadi pada dirinya adalah sebuah satu persen kebetulan diantara seratus persen kegagalan.

Mungkin, Chanyeol benar-benar akan mati tanpa membantunya. Toh, bukan kewajiban Chanyeol untuk menyelamatkan kaumnya, mengingat dengan jelas Chanyeol adalah bagian dari klan hitam dan kedekatan mereka bukanlah hal menjadi alasan kuat mengapa Chanyeol harus menolong mereka.

Yah.

Tentu saja.

"Let's grab a dinner, Yuta"

———

"Bisakah aku datang ke The Hall?"

Doyoung melirik kearahnya dengan sendu.

Sejak saat itu Jaehyun dilarang ke The Hall oleh Doyoung karena Yuta masih belum stabil dengan emosinya; melihat lelaki itu masih sering mengurung diri di kamarnya dan menjauh dari anak-anak lainnya.

Dia rasa bukan saat yang tepat untuk Jaehyun memunculkan dirinya.

Jaehyun, secara sadar mengetahui sebesar apa  masalah yang telah dia buat. Melihat Yuta yang selalu didalam kontrol penuh, memecutnya dan menguras darahnya, bukanlah hal yang biasa Yuta lakukan terhadap anak-anak klannya.

Jika Yuta sampai hampir kehilangan akalnya, maka mereka memang benar-benar berada di ujung tanduk kehancuran.

Doyoung menggelengkan kepalanya, "Nanti saja. Kamu benar-benar membuat dia marah sampai dia bahkan tidak bicara sama sekali dengan kami. Ada baiknya kamu memikirkan masalah perusahaan dulu untuk sementara waktu sambil mikirin apa yang harus kita lakukan ketika Johnny melakukan peluncuran serumnya"

Jaehyun menganggukkan kepalanya.

Berita telah tersebar dimana-mana. Pernyataannya terbawa arus, mengalir deras, masuk menelusup diantara target audiensnya.

Johnny tidak akan punya bukti untuk mengatakan bahwa mereka bekerja sama, kecuali lelaki itu sampai nekat memalsukan tanda tangannya.

Dia merasa penat.

Pusing menderanya bertubi-tubi.

Sampai ponselnya berdering, bergetar diatas meja.

Setidaknya, dia merasa lebih baik ketika melirik siapa yang tengah menelfonnya.

Setelah tadi emosinya memuncak luar biasa—walaupun sebenarnya dia lumayan lega karena dapat kesempatan untuk membanting tubuh Johnny di kantornya, mengusir lelaki itu dari hadapannya—dia rasa, kehadiran Taeyong sekarang hanyalah satu-satunya yang dia butuhkan.

"Jaehyun?"

Suara lembut Taeyong mengalun, mengirimkan ketenangan untuk jantungnya yang dari tadi berpacu karena amarah.

WILLOW || JAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang