[28]

1.3K 207 23
                                    

Merah, kuning, hijau, dilangit yang biru? Begitulah dia definisikan apa yang kini terbentang didepan matanya.

Bunga warna-warni membentang luas didepan matanya, terhampar sepanjang sorotan matanya. Pepohonan rindang membuat tempat itu jauh lebih sejuk lagi.

Dia menyesap kopi panas yang diberikan untuknya dengan si pemilik rumah yang kini duduk disampingnya.

"Aku tidak tahu bahwa kalian akan menemuiku sebelum ajalku tiba"

Yuta terkekeh mendengar kalimat itu.

"Aku tidak akan membiarkanmu mati sebelum kamu membayar kesalahanmu"

"Kesalahan?"

"Feral, aku tahu itu kesalahan dari Serum buatanmu" Yuta menenggak kopinya, "Dark House masih melakukan kesalahan yang sama"

"Hanya karena itu kamu menyimpulkannya demikian?"

"Oh ayolah, Chanyeol" Yuta melepaskan kekehannya, "Kamu tidak bisa terus menerus membohongi kita semua"

Chanyeol menyandarkan tubuhnya, "Lalu, untuk apa kamu kemari?"

"Aku perlu antidote mu" Yuta meletakan cangkir kopinya, "Aku tahu kamu punya"

"Why should I do that for you?"

"The War is coming, Chanyeol. I need to stop it"

"It's unstoppable, Yuta" Chanyeol menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku tidak punya antidote"

"Lalu? Kenapa kamu bisa menua dan baik-baik saja?"

"Apakah aku terlihat baik-baik saja?" Chanyeol terkekeh, menyesap kopi panasnya, "Terima kasih atas pujiannya"

Yuta menghembuskan nafasnya, menarik udara segar dengan rakus. Dia menenggak lagi minumannya, melirik kearah Chanyeol yang hanya tersenyum kearahnya.

"Yuta, aku bukan orang yang gampangan seperti yang kamu fikirkan"

Yuta menganggukkan kepalanya.

"Aku tahu, aku akan memastikanmu untuk memberikan antidote itu untukku"

Yuta hanya mendengar tawa Chanyeol ditelinganya. Lelaki itu tertawa dengan puas dan dia memilih hanya untuk mendengar nafas lelaki itu yang kemudian tersengal.

"Yakinkan aku sebelum aku mati, Chanyeol. Hidupku tidak abadi lagi, seperti kamu"

"Tidak ada yang abadi. Aku juga akan mati"

Setidaknya, Yuta merasa, kehadirannya kali ini lebih cair dari sebelumnya. Dia menghabiskan secangkir kopi, mengunyah beberapa snack, duduk dengan santai menatap taman yang luas membentang didepannya dengan penuh ketenangan.

Ketenangan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

"You'll be my great coffee mate"

Yuta terkekeh, "Akan kubawakan kopi khas The Hall untukmu"

"Kalian jualan kopi?"

"Kita juga butuh duit" Yuta mengedikkan bahunya.

Melirik kearah Chanyeol dengan penuh penasaran.

Apakah, menghabiskan hidup menjadi manusia adalah pilihan yang dia inginkan?

Apakah dia bahagia?

Melihat sinar mata Chanyeol yang terus berbinar melirik sekelilingnya, ujung bibirnya yang membentuk senyum tulus, walaupun keriput di kulitnya menampakan betapa tua dia di dunia.

WILLOW || JAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang