[22]

1.5K 213 9
                                    

Tubuhnya bersandar di ruang tengah rumahnya. Dengan sepotong chips kentang manis ditangannya dna tontonan yang tengah berputaf di layar tvnya.

Rumahnya, yah, rumahnya.

Dia akan kembali kesini, besok, dan selamanya.

Entah kapan dia bisa pergi dan kabur dari para rentenir sialan itu.

Taeyong melirik kearah kalender dan dia temui tanggal mulai memasuki bagian pertengahan bulan.

Hampir akhir.

Dia meloloskan helaan nafasnya. Tiba-tiba merasa begitu bosan dan tidak tenang.

Dia mengalihkan pandangannya menuju jam dindingnya dan sudah pukul setengah tujuh malam. Dia ada janji jam tujuh, sehingga dia segera bersiap, membesihkan dirinya dan mengenakan baju yang cukup hangat.

Dia butuh uang tambahan.

Dia lelah, harus hidup dengan kejaran hutang.

Dia ingin sekali, uang hasil kerja kerasnya dia gunakan untuk membelikan dirinya sesuatu yang ingin dia miliki.

Puluhan potong baju, menabung untuk beli mobil dan rumah baru.

Sayangnya, semuanya selalu habis untuk hutang sialan dari orang tuanya.

Itulah mengapa kini dia berjalan menuju kafe tempat janjiannya, dia memilih untuk bertemu dengan tamunya di Kafe Vision—satu-satunya kafe yang terlintas dikepalanya.

Dia memasuki ruang kafe dan Sicheng berdiri di bagian kasir seperti yang terakhir kali dia lihat.

Namun, kini di belakang meja kopi, tidak ada Jaehyun dengan celemek coklatnya disana.

Hanya seorang lelaki dengan name tag.. Mark?

"Latte panas satu" pesan Taeyong kepada lelaki itu, kemudian menuju kearah kasir dan menemui Sicheng. Memberikan sejumlah duit yang dia punya untuk membayar pesanannya.

"Apakah Jaehyun tidak kerja hari ini?" tanya Taeyong dan dijawab dengan gelengan kepala Sicheng.

"Dia hanya part time disini, dari Senin sampai Kamis, dan Sabtu kalau dia ada waktu luang"

"Waktu luang?"

Taeyong mengernyit.

Sicheng pun demikian.

Waktu luang? Bukankah Jaehyun memperkenalkan diri sebagai barista—

"Yah, dia punya kerjaan jadi barista di kafe lain" Sicheng menyadarinya, matanya membulat sempurna sebelum kemudian dia alihkan tatapannya ke layar komputer didepannya.

"Oh.."

Taeyong menganggukkan kepalanya. Mungkin, lelaki itu bisa punya banyak uang karena giat bekerja sebagai.. barista? Entahlah.

Di kafe mana lagi dia kerja?

Namun, Taeyong mengurungkan niatnya untuk bertanya kepada Sicheng, mengingat antrian dibelakangnya memanjang.

Dia kemudian memilih tempat duduk yang sebelumnya dia tempati. Tempat itu selalu kosong, seakan memang terbuat untuk diduduki pantatnya.

Tidak lama berselang, sekitar sepuluh menit dia menunggu, orang yang akan dia temui datang.

Ten, dengan beberapa buku ditangannya.

"Taeyongg~" sapanya ceria, "Aku janji tidak akan membawamu ke gay bar lagi. Maaf atas masalah itu"

Taeyong terkekeh, menganggukkan kepalanya untuk menghilangkan kecanggungan.

Dia masih merasa.. tidak nyaman, untuk mengingat hari itu lagi.

WILLOW || JAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang