👋

1.6K 150 32
                                    






Gelap.

Maka dia usahakan untuk segera membuka matanya.

Mengerjap beberapa kali sebelum dia lihat bangunan bercat putih membungkus dirinya.

"Peach!"

Bangunan itu mengarah menuju pantai, dimana balkonnya memperlihatkan suasana deburan ombak pagi diluar, ditambah dia sebagai pemanisnya.

Dia.

Lelaki yang sedang berdiri di balkon itu menoleh.

Dengan mata yang menyipit, dengan sinar matahari mencium kulitnya, dengan rambutnya yang berantakan tertiup angin.

"Sudah bangun?"

Suaranya begitu dalam dan menyejukkan.

Sekedar mendengarnya saja, dia merasa jantungnya berdebar menggila disana.

Taeyong mengangguk. Dia duduk, kedua tangannya dia tumpukan pada kasur dengai sprei putih membungkus kasur, kemeja putih ditubuh mereka, dimana miliknya terbuka lima kancing bagian atasnya, dan- oh, lelaki yang baru saja melangkahkan kaki masuk ke kamar mereka tanpa berkenan menutup pintu balkon itu bahkan tidak mengancing kemeja putihnya sama sekali.

Lelaki itu datang kearahnya, dengan surai coklat yang begitu menarik perhatiannya, kemudian mendekapnya dengan begitu hangat, turut naik keatas kasur mereka, "Pagi, Hun." dan dengan itu, dia eratkan tangannya pada tubuh lelaki itu dan merasa begitu enggan untuk melepasnya.

Seakan tatkala dia lepaskan, lelaki itu akan pergi dan menghilang.

Seakan, saat dia lepaskan, semuanya yang tengah matanya tangkap akan turut menghilang.

Dia kencangkan pelukannya, "Jangan pergi." ucapnya cukup kencang, disahuti suara kekehan yang membuat tubuhnya bergetar.

"Kamu tidak apa-apa?"

Dia menganggukkan kepalanya, "Hanya saja, kurasa aku tidak akan bisa berjalan dengan benar." dia mengerucutkan bibirnya dan lelaki didepannya itu tertawa, mengukung tubuhnya kembali diatas kasur kemudian membawanya dalam satu ciuman hangat.

"Perlu ku pijat?"

Dia menggeleng, "Ayo sarapan." alih-alih dilepaskan, tubuhnya dipeluk begitu erat, dibawa berguling diatas kasur mereka.

"Sebentar lagi." katanya, "Aku sangat, sangat merindukanmu."

Taeyong tertawa.

Dia menertawakan betapa mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama namun tidak mampu menahan rasa rindu yang kian memuncak seiring mengeratnya pelukan mereka untuk satu sama lain.

"Kamu gimana? Sudah enakan belum badannya?"

Lelaki itu menganggukkan kepala di ceruk lehernya, "Mereka punya obat paling mujarab yang tidak pernah kuketahui ada, ternyata."

"Benarkah?"

"Hm-m! Mereka menyembuhkanku dengan obat itu."

Dia bisa melihat buktinya.

Yup. Dengan tenaga Jaehyun yang mengurung tubuhnya cukup kuat, bahkan Jaehyun bisa mengangkat tubuhnya, membawanya berputar dalam dekapan hangat lelaki itu semalam.

Dia merindukannya.

Sangat merindukannya.

"Sekarang. Bisakah aku mendapatkan hadiahku?" Taeyong menaruh kecupan pada bibir Jaehyun, seakan dia tidak akan pernah merasa cukup untuk melakukannya pada lelaki itu,

"Maaf Taeyong." Jaehyun melepaskan pelukannya pada Taeyong, "Aku- tidak bisa." kemudian mengecup puncak kepala kekasihnya.

"Kenapa?"

Kenapa-

Kenapa dia tidak bisa memberikanku hadiah?

Bukankah dia sudah sembuh?

"Tidak sekarang." kata Jaehyun, "Aku sibuk dan kalaupun bisa, aku akan membuatnya sebagai kejutan yang tidak akan pernah kamu lupakan." katanya, seraya mengecup puncak hidung Taeyong, lalu kembali mendekap Taeyong sekuat yang ia bisa.

Selama yang ia mau.

Dia tenggelamkan kepalanya di leher Taeyong, mengecup leher kekasihnya yang kini punya banyak bekas merah karena bibirnya semalam.

"Nanti," bisik Jaehyun pada telinga Taeyong, "Nanti, ketika kita berjumpa lagi."

Taeyong tekekeh,  "Memangnya kapan kita akan bertemu lagi?" tanyanya, "Sepulang kamu dari kantor?"

Mereka tertawa.

Merasa begitu bahagia, untuk memiliki satu sama lain.

Merasa begitu bahagia mampu mendekap satu sama lain dengan begitu kuat.

Mampu saling menghirup aroma tubuh satu sama lain.

Mampu saling merasakan hangat tubuh satu sama lain.

"Selama aku pergi, jangan nakal."

"Hm~"

"Juga—"

"Apa?"

"Jangan lupakan aku."

"Tidak akan," kekeh Taeyong, "Mana mungkin aku bisa melupakanmu, huh."

"You know why last night I got you blindfolded?"

"Why is that?"

"So you would never forget how I made you feel, how I made your body shiver, how you moved under my touch, even your eyes couldn't see me, even maybe one day, you don't know who I am. But your body will never forget me, your body will always recognize my touch, ever."

"Ck. What a joke. Why would I be forgetting you, though?"

Jaehyun hanya membentuk senyum di bibirnya, memamerkan dua lesung pipi yang selalu berhasil membuat dia kian menawan.

"Kamu juga harus selalu bahagia, sekalipun sedang tidak ada aku disisimu."

"Ck. Bicara apa sih kamu."

"Janji, Taeyong?"

Jaehyun mengeluarkan kelingkingnya, menyodorkannya pada Taeyong.

Taeyong mengaitkan kelingking mereka, sebagaimana yang selalu mereka lakukan untuk mengikat janji satu sama lain.

Berjanji untuk tidak akan mengingkarinya, sampai kapanpun.

"Janji."

Taeyong kembali mendekap Jaehyun dan Jaehyun kembali menempelkan bibirnya pada bibir lembut Taeyong, mengecupnya dalam dan lama, seakan tidak ada hari esok untuk mereka.

"I will always love you, Hun."

"I will always, always, love you too, Peach."


















































"Are you happy, Taeyong?"

"Well, I miss you.
But, yes! I am! Hehe."










































———

WILLOW || JAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang