[9]

3K 416 19
                                    

Tangannya terus membuka lembar demi lembar buku yang kini berada di pangkuannya. Dengan snack yang Jungwoo bawa semalam disamping tubuhnya, serta televisi yang dia putar untuk sekedar mengisi sunyi diudara.

Beberapa kali kakinya dia ketukan, mendengar alunan melodi musik dari speaker televisinya.

Belum sehari dan rasanya dia sudah sangat bosan hanya diam dirumah dengan perasaan yang tidak tenang.

Sesekali matanya menyorot si penyanyi yang tengah meliukan badan. Suara merdunya meraung mengisi ruangan. Dengan suara teriakan para penggemar saling bersautan, tidak terasa dia juga turut tenggelam dalam tiap alunan.

Sampai akhirnya dia putuskan untuk bangkit dari sofa dan berjalan menuju dapur. Menggoreng apa saja yang bisa dia goreng. Perutnya meraung minta makan sementara dia belum dapat gaji untuk bisa delivery makanan.

Tentu, dia harus selalu menyisihkan duitnya sebanyak yang dia bisa. Tidak tahu apa yang terjadi kedepannya dan tentu dia pasti butuh uang untuk menyelesaikannya.

Tangannya bersandar diatas sisi counter dapur. Kepalanya menatap kebawah dengan lunglai. Tubuhnya sudah membaik, sangat membaik.

Ah, berapakah duit yang harus dia ganti untuk Jaehyun kalau obat yang lelaki itu berikan begitu ampuh ditubuhnya.

Setelah selesai menggoreng sosis dari freezernya, menyeduh ramen terakhir yang dia punya, sebisa mungkin dia olah menjadi makanan yang mengenyangkan dengan menambahkan bumbu lain yang dia punya; bawang, sawi, kecambah, potongan sosis, dia gunakan dengan cermat agar besok dia tetap bisa makan. Gajinya baru akan turun empat hari lagi dan dia harus bertahan hidup sampai empat hari kedepan.

Dia menyantapnya dengan tatapan kosong.

Menyuci bekas makannya sampai bersih.
Tidak banyak yang bisa dia lakukan ketika berada didalam rumah selain makan, tidur, dan sesekali menjawab pesan singkat dari Jungwoo yang menanyakan kabarnya.

Beralih ke kamarnya. Baru saja kenob pintu dia buka, matanya menyorot ke bagian atas kasurnya. Terletak dua potong baju yang dia lipat dengan rapi.

Baju Jaehyun yang dia kenakan dan seharusnya sekarang dia menyuci baju itu sebelum berusaha mencari dimana Jaehyun berada.

Dia yakin pernah menemui Jaehyun sebelum insiden penyerangan itu terjadi.

Namun, entah apa karena kepalanya terbentur kencang, dia hanya ingat wajah dan suara lelaki itu. Selebihnya; tentang dimana dia pernah bertemu sebelumnya dan siapa namanya, dia tidak tahu. Kalau Doyoung tidak menyebutkan nama Jaehyun didepan tubuhnya yang lunglai, dia tidak akan pernah tahu.

Tangannya mengangkat baju Jaehyun. Melebarkan setiap sisinya, sebelum kemudian dia lipat kembali dan membawa mereka ke mesin cuci.

Tangannya terhenti ketika dia rasa sesuatu yang keras menubruk jarinya, ketika tulang jemarinya menelusuri tiap lekuk celana sweatpants abu itu.

Obat?

Sejak kemarin, dia tidak sadar kalau ada satu strip obat tergulung disaku celananya.

Obat itu tidak punya merk, namun dia bisa pastikan bahwa obat yang kini digenggamannya adalah obat yang sama yang dia minum untuk meredakan sakit lukanya.

Ck, bahkan mereka menyensor nama obatnya.

Taeyong meletakan obat itu disisi ruangan. Jaga-jaga tubuhnya nyeri suatu saat—entah karena serangan tiba-tiba para lintah darah seperti kemarin atau hal lainnya yang mungkin saja terjadi.

Kakinya melangkah kembali menuju kamar setelah dia memastikan baju Jaehyun telah berputar di mesin cuci.

"Bukannya kita sudah janji?"

WILLOW || JAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang