[19]

1.6K 271 31
                                    

Tangannya dengan berisik memukul keyboard. Beberapa kerjaan yang harus dia selesaikan, serta beberapa persiapan yang harus dia lakukan jikalau Johnny siap menyerang perusahaannya, membuat dia memasang kacamatanya dan menatap lurus layar komputer.

Dia dirumahnya, sendirian. Sebenarnya, jarang baginya untuk menghabiskan waktu dirumah. Dia lebih senang ke The Hall daripada sendirian di rumah luasnya. Tidak ada siapapun selain pelayan rumahnya, sunyi, dia merasa kurang produktif.

Maka sering kali dia membawa kerjaannya ke The Hall, bertemu dengan anak-anak klan lainnya, selalu berhasil membuat dia membaik.

Dia suka berteman, walaupun agak susah baginya untuk menjaga pertemanan. Dia senang melakukan interaksi bersama orang-orang, namun dia tidak pintar menjaga interaksi itu agar hubungan diantara mereka abadi sepanjang masa.

Dia bisa menjadi orang yang supel, menyebalkan, pendian, mengerikan, di waktu yang berbeda, tergantung sisi mana yang ingin dia keluarkan.

Bertemu dengan Taeyong selalu membuat dia membangkitkan jiwa menyebalkannya, entah kenapa. Taeyong adalah teman manusia ke sekian untuknya. Klan mereka tidak pernah melarang seseorang untuk berteman dengan manusia. Hanya berteman, tidak lebih dari itu.

Taeyong, lelaki kecil itu belakangan ini menjadi objek pengalihannya setiap kali dia merasa lelah. Seakan membayangkan Taeyong; wajah kecilnya dan mata besarnya selalu berhasil membuat dia lebih tenang.

Biasanya, dia akan membayangkan aktivitas menyenangkan untuk mengalihkan fikiran lelahnya, namun kini dia rasa membayangkan bagaimana Taeyong kesal akan dirinya lebih menarik dan efektif.

Dia meletakan kaca matanya diatas meja, menyandarkan punggungnya yang pegal.

Tangannya meraih ponsel yang terletak di sisi meja, bergerak begitu saja dan menekan satu kontak.

Dari seluruh kontak, nama Taeyong menonjol mencolok dari yang lainnya, membuat jempolnya menekan kearah nama itu.

Dia mengirimkan Taeyong pesan, hanya berminat mengganggu Taeyong, tidak menyangka bahwa Taeyong akan menjawabnya—walaupun kemudian lelaki itu mengabaikannya.

Bahkan ketika Taeyong mengabaikannya, dia kembali mengirimi banyak pesan untuk Taeyong.

Tidak terima pesannya tidak dibaca begitu saja oleh si manusia kecil itu.

Enak saja.

Dia perlu pengalihan dan rasanya dengan Taeyong membalas pesannya, lebih cepat untuknya menarik kembali energi yang telah tumpah dari tubuhnya.

Sampai akhirnya dia rasa, dia akan menelfon Taeyong agar lelaki itu tidak meninggalkannya.

Dimana kira-kira Taeyong sekarang?

Apa yang tengah lelaki itu lakukan diluar rumah jam segini?

Taeyong mengangkat panggilannya dan dia tersenyum kecil—tanpa dia sadari—ketika pantulan wajah kesal Taeyong memenuhi layar ponsenya.  Wajah lelaki itu basah, beberapa surai bagian depannya ikut layu. Alis hitamnya menyatu, mengernyit menatapnya dengan terganggu.

Untuk apa Taeyong datang ke gay bar?

Dia tidak pernah menduga lelaki seperti Taeyong adalah tipe yang menghabiskan waktu di gay bar. Ragu, sebenarnya, melihat Taeyong mengenakan hoodie sederhana untuk datang ke sebuah klub.

Apakah itu memang stylenya? Kikuk dan canggung sekali. Tidak punya sense of fashion, sama seperti Doyoung, fikirnya

Mereka berbincang dan cukup membuat waktu menjadi tenang baginya. Dikepalanya, hanya terputar suara Taeyong yang membalasnya dengan cuek—namun terus merespon apapun yang dia lemparkan.

WILLOW || JAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang