Akhirnya Livia terbangun dan membuka matanya, saat ini tubuhnya telah berada di ranjang dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Tak lupa, pelukan hangat seseorang mampu membuatnya terlelap cukup lama. Apa dia pingsan? Atau Davian memang mengizinkannya tidur? Entahlah Livia sama sekali tidak mengingatnya.
Saat membuka matanya, hal pertama yang Livia temukan adalah rahang tegas Davian yang berada tepat di hadapannya. Livia menyungginkan senyumannya melihat prianya begitu nyenyak tertidur. Wajahnya ketikaa tidur berbeda dari biasanya, kali ini terlihat begitu tenang dan tidak ada raut dingin seperti saat dia sadar. Dengan tangan yang masih melingkar di perut Davian, Livia membawa tangan besar pria itu ke perutnya. Menggenggam tangan besar Davian, merasakan tangan besar itu menindih perut ratanya. Andai Davian tau jika ada makhluk kecil di dalam sana, akankah pria itu ikut bahagia? Hanya pertanyaan itu yang selalu Livia pikirkan.
"Dia anak kita, kau juga harus ikut merasakannya. Karena dia milikmu, begitu pun aku. Kami berdua adalah milikmu." batin Livia tersenyum memainkan tangan Davian di atas perutnya.
Livia mulai memainkan jarinya di dada bidang Davian. Dengan jari lentiknya, Livia memutar telunjuknya berbentuk lingkaran di dada Davian, berulang kali hingga pria itu bangun dari tidurnya.
"Kau sudah bangun? Kau harus minum obatmu, kau terlihat sangat pucat." ucap Davian bersiap bangun, namun Livia menahannya.
"Aku hanya ingin seperti ini." balas Livia manja menciumi jambang halus Davian.
Davian membuang nafasnya perlahan dan menatap mata Livia begitu dalam, "Tidurlah."
Jemari Livia masih bermain di dada bidang Davian, bahkan dia tidak mendengar ucapan pria itu. Livia memikirkan beberapa hal yang akhir-akhir ini sangat mengganggunya. "Bagaimana jika kita mulai untuk program bayi?" tanya Livia tiba-tiba.
"Apa maksudmu?" Davian balik bertanya tanpa mau membuka matanya.
"Maksudku, paman juga sudah menantikan seorang cucu darimu."
Seketika tubuh berat Davian menindih Livia, "Aku tidak membutuhkan siapapun. Hanya kau, kau lah yang sangat aku butuhkan. Jadi jangan bahas masalah ini lagi."
Ucapan Davian membuat Livia seketika bungkam. Mengapa sulit sekali untuk mengatakannya, Livia sangat frustasi karena memikirkan hal itu.
______________________________________Keesokan harinya ketika Livia bangun, dia tidak mendapati Davian di sampingnya. Kemudian dia mengambil piyama tidurnya dan berjalan keluar kamarnya. Livia terus berjalan sambil celingukan mencari pria yang dicarinya, hingga dia berhenti tepat di haluan kapalnya. Ya, tepatnya sebuah Yacht milik Davian yang saat ini berada di tengah laut biru dengan pemandangan yang indah mengelilinginya.
Livia mengeratkan piyamanya, memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang meniup wajahnya dengan damai. Begitu tenang, batin Livia menyunggingkan senyumnya.
"Turunlah!"
Teriakan seseorang memaksanya membuka kedua matanya, dan Livia tau siapa orang yang meneriakinya.
"Jangan harap, kau tau aku tidak bisa berenang!" sungut Livia menatap jengah pada Davian yang sedang berenang di bawahnya.
"Kemarilah, apa aku harus meminta Taylor untuk mendorongmu?!" balas Davian tersenyum miring di bawah sana.
"Lup-" Livia membungkam mulutnya, dia merasa mual dan ingin muntah saat ini juga. Perutnya terasa di aduk, tanpa menunggu lama dia langsung berlari ke kamarnya.
"Hei!!!" teriak Davian kesal Livia meninggalkannya begitu saja, dia pun melanjutkan aktivitasnya kembali dengan berenang menikmati keindahan alam bawah laut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is You 21+ [Fast Update]
RomancePart masih lengkap, buruan baca! Cerita ini mengandung unsur dewasa (21++) dan kekerasan, harap bijak dalam membacanya. _________________________________________ "Hal yang paling bodoh dan tidak berguna adalah cinta seorang pria." _Livia Monica (2...