• я є η ∂ у т α •
Semua mata menatap serius kearah Rendy. Menunggu Rendy bersuara mengucapakan apa yang harus dilakukan Greta agar bisa menebus kesalahannya.
"Ada dua pilihan." Rendy mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk v.
"Hm?" Greta mengangkat kedua alisnya menunggu kelanjutan dari Rendy.
"Yang pertama, lo harus temenin gue makan di kantin. Atau yang kedua, lo harus berangkat dan pulang sekolah bareng gue. Pilih." Rendy memerintah, suaranya pelan dan damai namun terdengar sangat tegas.
Mata Greta membelalak penuh, hampir copot. Bibirnya sudah terpisah satu sama lain, membentuk O penuh "bilang aja lo modus!" Ketus Greta tidak terima.
Rendy memasukan kedua tangan pada saku celana. Kaki kanannya sedikit maju dan kaki kiri kasih di tempat. Mengambil posisi nyamannya dengan mata masih menatap lekat setiap inci wajah Greta dengan datar. "Gak terima penolakan." Bisiknya tepat di telinga Greta.
"Kayak gak ada yang lain aja. Nyanyi kek, joget kek, atau keliling lapangan juga oke. Dari pada harus ngelakuin yang lo bilang tadi. Ogah gue, yang ada gue makin jadi buronan fans gila lo itu!" Tolak Greta mentah-mentah.
Rendy mensejajarkan wajahnya dengan wajah Greta, sedikit menunduk karena Greta sedikit lebih pendek. Masih dengan kedua tangan menyelip pada saku celana "Temenin gue makan di kantin?" Tanya Rendy seraya mengangkat sebelah alisnya.
Spontan Greta mundur selangkah. "Ogah!" Tegas Greta dengan wajah menghadap kesamping, tidak mau bertatapan dengan Rendy.
Rendy mengangkat badannya. Mengatur posisi seperti semula. Terdengar tarikan napas panjang dari lelaki beralis tebal itu. "Oke, berarti lo pilih dua-duanya." Ucapnya tegas tidak menerima penolakan.
Greta menghentak kaki seraya menggepal tangan mengambil ancang-ancang untuk memukul Rendy, namun di tahan olehnya. Greta mencoba menahan emosinya.
Aahgrr pengen nyakar tu muka datar.—geram Greta dalam hati.
"Lo diam, berarti mengiyakan." Rendy tersenyum sekilas "mengiyakan keduanya sekaligus" sambungnya dengan wajah yang sudah datar kembali.
"OGAH! GAK BAKAL MAU!" Greta menghentak kaki kuat sebelum akhirnya pergi. Tidak menghiraukan panggilan Wina dan Nara. Hingga pada akhirnya Wina dan Nara mengikuti langkah Greta yang berjalan menuju kelasnya.
Rendy menatap punggung kecil Greta yang berlalu dari jangkauannya. Tanpa sadar bibir Rendy sudah melengkung penuh, Rendy tersenyum tipis.
Gak berubah.—gumam Rendy dalam hati.
"Oi! Lo beneran aneh sumpah, ada apa sih sama tu cewek? Kayaknya dia beda dari yang lain." Elang menepuk pundak Rendy, membuat Rendy tersadar dan mengubah bentuk bibirnya menjadi datar kembali.
"Hm?" Rendy hanya berdehem.
"Lo gak pernah sebelumnya kayak gini ke cewek. Bahkan buat ngomong aja lo jarang. Kesambet apa lo?" Tanya Juan yang sudah mulai kepo.
Rendy mengeluarkan kedua tangannya dari saku celana, berjalan pelan kearah gitar merah kesayangannya yang sudah tidak bernyawa di lantai. "Emang gue keliatan aneh?" Tanyanya sambil mengangkat tinggi-tinggi gitarnya, melihat setiap inci gitar yang sudah rusak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENDYTA | END
Teen FictionINI CERITA PERTAMA SAYA JADI MASIH BERANTAKAN. ❝𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐝𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐡𝐚𝐩𝐮𝐬 𝐧𝐚𝐦𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐮𝐤𝐢𝐫 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐭𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫.❞ Rendy Putra Denatan. Lelaki tampan dengan segudang kesempurnaan, merupakan vok...