05. Toxic People

4.8K 533 28
                                    

• я є η ∂ у т α •

Lelaki dengan setelan baju kaos hitam lengan pendek dipadu dengan celana ponggol aqua tampak menenteng tas gitar di bahunya. Baru satu langkah menaiki anak tangga, langkahnya terhenti karena panggilan menggema dari seseorang.

"Dari mana aja kamu, Rendy?" Pria tua dengan setelan jas abu-abu dan seorang pelayan wanita paruh baya disampingnya yang menenteng tas kantor milik pria tua itu. Datang entah dari mana. Bertanya dengan nada tidak santai.

"Menurut Papi?" Rendy bertanya balik.

"Kamu ngamen lagi, hah?!"

Rendy terkekeh kecil mendengar ucapan Denatan—ayah Rendy. "Ngamen? Kasian udah tua gak bisa bedain mana ngeband mana ngamen." Ucapnya santai.

Denatan melayangkan tangannya dengan amarah yang sudah terkumpul banyak. "Kurang ajar kamu, Rendy!"

"Papi mau tampar Rendy? Tampar aja, udah kebal." Rendy menepuk pipi kanannya kuat.

"Ayo tampar!" Perintah Rendy sambil menepuk pipi kanannya seakan memberi izin sang ayah untuk menamparnya.

Denatan hanya mendengus kesal, menghentikan niatnya. "Bibi boleh pergi." Perintahnya pada pelayan. Pelayan itu hanya mengangguk dan selanjutnya pergi meninggalkan Denatan bersama tuan mudanya, Rendy.

"kamu masih main sama dua anak kampung itu?" Kini suara Denatan sudah mulai tenang, tidak ada amarah serta kekesalan.

"Siapa yang anak kampung? Jangan sementang Juan sama Elang itu gak sekaya Papi, jadi Papi bisa bilang mereka kampungan." Rendy menajamkan matanya, menatap Denatan tajam tanpa rasa takut. Menantang Denatan untuk terus bersua.

"Mereka itu memang kampungan! Gak layak bergaul sama kamu!"

"Mereka kampungan, Rendy juga kampungan. Karena mereka sahabat Rendy." Ucap Rendy dengan penuh penekanan disetiap katanya.

"Kamu udah mulai kurang ajar ya!"

"Pi, udah. Rendy baru pulang biarin dia istirahat dulu." Itu Sella—ibu Rendy. Sella datang menghampiri dengan rasa gelisah yang menumpuk. Takut jika Denatan akan kehilangan kesabarannya. Walau Sella tahu tabiat Denatan yang selalu tidak pernah baik dengan putra sulungnya itu. Ada saja yang didebatkan keduanya. Seharusnya seorang anak dan ayah saling mendukung satu sama lain, kan? Tapi itu semua tidak berlaku untuk Denatan dan juga Rendy.

"Liat anak kamu ini, udah berani kurang ajar. Gak mau dengerin kata orang tua. Main sama anak kampung, ngamen gak jelas!" Denatan menunjuk wajah Rendy dengan telunjuknya.

"APA UANG KAMU KURANG, RENDY? SAMPAI-SAMPAI KAMU NGAMEN SAMA DUA ANAK KAMPUNG ITU?!" Suara Denatan kini sudah meninggi, amarahnya memuncak. Sella masih sibuk menenangkan suaminya itu. Namun nihil, Denatan masih saja memarahi dan meneriaki Rendy tanpa henti.

Dan Rendy? Rendy hanya tersenyum sinis kearah Denatan sambil mengangguk-ngangguk kepala seakan tidak peduli dengan ucapan Denatan. Tidak ada rasa takut sama sekali.

"JAWAB PAPI!"

"Stop bilang mereka kampungan." Tegas Rendy lalu melangkah menaiki anak tangga, berusaha tidak peduli dengan ocehan pedas Ayahnya mengenai Juan dan Elang. namun langkahnya tiba-tiba terhenti karena ucapan Denatan.

RENDYTA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang