04. Dianter Dokter

11.1K 579 5
                                    

Zahra menuruni tangga dengan wajahnya yang lesu. Ia sama sekali tak bersemangat untuk sekolah. Pikirannya berkecamuk memikirkan pernikahannya dengan Reza nanti. Hanna hanya memberinya jangka waktu 3 hari untuk Zahra.

Satu hari berlalu. Tersisa 2 hari lagi. Zahra bertambah bingung. Otaknya serasa ingin meledak. Zahra harus apa? Mau melas melas sampek sujud pun nggak bakalan bisa ngubah keputusan mami sama papinya.

"Mih. Bang Risky mana?" tanya Zahra.

"Udah berangkat dia. Katanya ada piket" jawab Hanna.

"Cihhh. Kayak rajin piket aja" gumam Zahra.

Beginilah sifat Risky. Padahal Zahra ingin meluapkan semua kekesalannya kepada abang tercinta. Jika Risky memiliki masalah, Zahra lah tempatnya untuk berbagi keluh dan kesah. Dan ketika Zahra ada masalah, malah Risky menghilang bagaikan ditelan bumi. Ia malah asik dengan pacar pacar baru dan lamanya.

Zahra kesal, bingung, frustasi.

"Udahlah mih. Zahra nggak nafsu buat makan. Zahra mau makan aja dikantin. Mami, papi sama abang nggak ada bedanya. Sama sama nggak asik. Nyebelin" ujar Zahra sebelum pergi.

"Kenapa tuh anak? Obatnya habis mih?" Tanya Haris.

"Overdosis kali" jawab Hanna sambil melongo.

"Astagfirullahaladzimmmm"

Zahra mengelus dada sabar. Saat ia baru membuka pintu rumah, seonggok spesies bumi tengah berdiri tegap didepan pintu itu. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Zahra menggeram. Kenapa pagi pagi buta seperti ini ia sudah mendapat bencana?

"Om ngapain sihhhh. Ini tuh masih pagi. Ngapain lo pagi pagi ke rumah gue?" kesal Zahra.

"Nggak usah ge-er lo. Gue kesini karna dipaksa sama mama. Gue disuruh nganterin calon mantu kesayangannya" jawab Reza sambil menekan kata 'mantu'.

Zahra tertawa samar, "Alesan klasik".

Zahra melangkahkan kakinya, meninggalkan Reza yang masih mencak mencak ditempat. Gadis itu naik ke mobil putih Reza. Mobil yang ia benci karna telah menabraknya.

Reza mengikut Zahra lalu masuk ke mobilnya. Ia menatap tajam Zahra yang bersedekap dada.

"Lo nggak diajarin sopan santun sama orang tua lo?" tanya Reza.

"Diajarin" ketus Zahra.

"Kalo diajarin kenapa lo ngelunjak gini sama gue? Lo lupa kalo gue ini calon suami lo"

"Baru calon kan? Belum juga jadi suami"

Reza memilih diam dan mengalah. Ia tau bahwa berdebat dengan Zahra tidak akan ada ujungnya. Tatapan Reza beralih pada Zahra. Pria itu mendekatkan tubuh serta wajahnya dengan Zahra.

Zahra sendiri terkejut bukan main dengan perlakuan Reza. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Dadanya berdesir dengan cepat. Tubuhnya gemetar. Bahkan Zahra bisa merasakan hembusan nafas Reza. Tatapan mereka bertemu.

"Lo mau ngapainnn" lirih Zahra.

Gadis itu masih deg deg an saat tangan Reza terulur. Sesaat kemudian ia tersadar dari pikiran jeleknya. Reza hanya ingin memasangkan selt bet pada Zahra. Ia bernafas lega. Dan anehnya, Zahra sama sekali tidak malu. Emang anak ajaib bin rese.

"Gue nggak selera sama badan tepos lo" ketus Reza.

Zahra membelalakkan matanya. Ia tak terima diejek seperti itu. Siapa pun yang berani menghina fisiknya, Zahra tak segan segan mematahkan tulang manusia itu. Tapi ingat bahwa yang ia hadapi saat ini adalah seorang dokter sekaligus calon suaminya.

RE-ZAHRA : After MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang